Fiksi Pilihan

Nada Tinggi Belum Tentu Marah

  Di ruang persiapan, tuan presiden dalam balutan batik kontemporer sekali lagi memandang naskah pidatonya dan memberi perhatian pada tanda-tanda baca warna-warni yang bertebaran di sepanjang naskah.

Mr. X


gambar dari: paulhutchings.net

Suatu siang di kantin sekolah.
“Tuhan telah menciptakan hati untukku agar aku bisa mengungkapkan rasa cintaku dengan tulus. Kamu telah mencuri hatiku, Sya. Jadi terimalah pula cintaku, biar keduanya utuh bersamamu. Mr. X.”
Tasya meraih kembali ponselnya dari tangan Dina lalu menanti reaksi sohib setianya itu.
“Gimana?”
“Waaaah..... Mr. X kamu makin romantis aja, Sya. Aku jadi mulai jealous nih. Eh, kasih tahu ke dia dong sesekali kirim SMS romantis ke aku juga,” sahut Dina antusias.
“Gimana caranya mau ngasih tahu kalau tiap abis ngirim SMS HP-nya dimatiin.”
“Iya juga. Jadi, sampai sekarang kamu belum punya tebakan sama sekali siapa kira-kira cowok misterius itu?”
Tasya menggeleng.
“Tapi..... dia sepertinya selalu merhatiin aku, Din. Dia tahu momen yang pas buat SMS aku. SMS-nya nggak pernah masuk kalau aku sedang sibuk ngurusin tetek bengek OSIS atau musing mikirin tugas yang bejibun. Dia baru SMS kalau aku lagi santai dan nggak ada beban pikiran seperti barusan.”
“Eh, jangan-jangan si Allan?”

“Ah, nggak mungkin. Aku kenal Allan. Dia nggak mungkin.”
“Jadi siapa dong.”
“Yee.... kalo tahu, buat apa aku nanya kamu. Ah, udah deh. Tuh, bel udah bunyi. Kita ke kelas yuk.”
Dina mengiyakan. Lalu mereka berdua beranjak meninggalkan kantin sekolah yang emang mulai sepi itu menuju ke kelas.
Allan yang tadi diomongin itu ketua OSIS sekaligus ketua ekskul Voli. Mereka (Allan sama Tasya) emang cukup dekat. Banyak orang mengira mereka benar pacaran. Allan juga ada hati sama Tasya. Tapi segala hal yang menyangkut hati bukanlah hal yang mudah dipaksakan. Tasya sendiri menganggap kedekatan mereka tidak lebih dari hubungan Ketua dan Sekretaris OSIS. Dan dia selalu berusaha mempertahankan jarak itu segigih apapun usaha Allan.
Memang, kadang-kadang hati Tasya goyah juga oleh perhatian dan kebaikan Allan padanya. Allan bahkan sudah pernah menembaknya. Tapi sekali lagi, cinta tidak bisa dipaksakan. Tasya terus menganggap Allan sebagai sahabatnya.
Sampai sebulan yang lalu. SMS pertama dari Mr.X masuk ke HP-nya. Awalnya Tasya mengira itu kerjaan iseng teman-temannya. Namun dua minggu yang lalu bertepatan dengan ultahnya lagi-lagi   Mr. X memberinya surprise dengan mengirimkan sepasang sepatu high-heels biru laut padanya. Nomornya juga cocok dengan ukuran kakinya. Dia pun sadar ini bukan kerjaan orang yang iseng.     Mr. is really exist, benar-benar ada. Ada di suatu tempat, memandanginya dengan penuh cinta, menunggu momen yang tepat untuk menyatakan diri.
*****************************
Tiga hari lagi Valentine. Semua orang kelihatan sibuk menyusun acara menyambut hari itu. Yang sudah punya pasangan sudah pasti tidak ingin hari itu lewat begitu saja. Tapi bukan berarti yang still jomblo mesti sedih. Dina, yang juga kebetulan lagi jomblo inisiatif mengundang beberapa teman yang bernasib sama temasuk Tasya untuk kumpul di rumahnya pas Valentine nanti. Yah, dia mau ngadain jomblo party kecil-kecilan. Tasya Cuma senyum-senyum kecil saat kemarin Tasya mengutarakan idenya itu. Emang, kalau soal party dan tetek bengeknya serahin ke Dina deh. Dia ahlinya.
But by the way, Tasya mana nih? Oh itu dia. Dia kelihatan sedang menyendiri di taman belakang lab Kimia. Dia nampak tenggelam dalam novel teen-lit di telapak tangannya. Kadang tersenyum-senyum sendiri kayak orang edan. Asyik benar.
“Sendirian, Sya?”
Tasya agak terkejut, lalu menoleh ke sumber suara itu.
“Eh, kak Aber. Ng... iya, nih.”
Cowok itu tersenyum kecil. Tasya terkesiap.
Oh my God....!! look! Kak Aber tersenyum! Kak Aber tersenyum!” Tasya menjerit dalam hati.
Memang semua orang tahu kak Aber itu asisten lab Kimia yang paling killer. Anjing herder aja kalah kali. Udah nggak pernah senyum, ngasih nilainya pelit banget. Dia juga bukan tipe cowok kebanyakan. Nggak suka banyak omong dan nggak suka neko-neko. So mysterius. Tapi siang ini....
“Boleh duduk?” tanyanya.
Tasya mengangguk sambil menyimpan rasa herannya dalam-dalam. Aber pun meletakan jas praktikum yang dipegangnya di atas sandaran bangku taman dan duduk di samping Tasya. Beberapa saat keduanya diem-dieman. Tasya pura-pura kembali asyik dengan bacaannya. Sementara aber memandangi birunya langit dan putihnya awan-awan. (Hehe... sok puitis banget ya?!)
“Sya....,” ucap Aber memecah kebekuan itu.
“Ya.”
Tasya pun mengalihkan perhatiannya. Aber mengeluarkan kado mungil berpita pink dari tasnya, lalu menjulurkannya ke Tasya.
“Aku harap kamu nggak keberatan menerima ini. Sekalian aku pengen ngucapin met Valentine.”
Akhirnya Tasya menerima kado itu, walau raut wajahnya menunjukkan dia berusaha mencerna dia berusaha mencerna kata-kata Aber barusan.
“Oh ya. Aku hampir lupa, aku sudah ada janji sama pak Kertajasa. Aku tinggal dulu ya.”
Aber pun beranjak dari situ. Perlahan jemari Tasya membuka kado itu. Dia cukup terkejut. Ada sepotong coklat berbentuk hati dengan tulisan ‘for Tasya’. Tasya pun memandangi Aber yang berjalan menjauh. Ada sesuatu yang bergetar di hatinya.
*********************
“Huh! Belum selesasi Mr. X, kak Aber juga ikut-ikutan bikin aku penasaran!” batin Tasya kesal. Ya, sudah tiga hari berlalu sejak siang saat dia ketemu Aber. Dan sekalipun, Aber tidak pernah lagi menghubungi Tasya. Apa sih maksudnya? Cowok memang aneh. Oh iya, ada satu cowok lagi, Allan. Dia tidak pernah kapok mendekati Tasya. Siang tadi dia mengajak Tasya hang-out, tapi Tasya menolak... dengan halus tentu. Dia ingin membuktikan pada semua orang kalau dia tidak pacaran sama Allan.
Sore ini Tasya nampak berdandan dengan tergesa-gesa. Dia keenakan tidur tadi dan hampir lupa sore ini ada acara di rumah Dina. Saat sedang asyik menyapukan bedak ke pipinya, HP-nya berbunyi.
“Siapa lagi sih ini?” gerutunya.
Tasya meraih HP itu dan... matanya membelalak.
Mr. X,” gumamnya kaget.
Pasalnya kali ini bukan SMS, tapi Mr. X betul-betul sedang menghubunginya. Tasya pun menetralkan debaran jantungnya sebelum berbicara.
“Ha... halo...”
“Hallo, Sya. Happy Valentine Day. Ada acara nggak sore ini?”
“Ng...ya, aku mau ke rumah Dina, tapi....”
“Wah, kebetulan. Aku antar ke sana, mau kan?”
Wait, wait! Kamu bicara seolah-olah kamu nggak ada salah sama aku. Tahu nggak, karena kerjaan kamu aku kadang sampai pusing, nggak bisa tidur, nggak nafsu makan...!!” gerutu Tasya.
Mr. X di seberang sana tertawa kecil, memamerkan suara baritonnya.
Sorry.... sorry.... aku nggak...”
“Udah, deh. Sekarang kamu mau ngajak aku jalan, padahal kenal saja belum. Siapa sih kamu?!”
Cklik!!
Hubungan terputus. Tasya terkejut. Tapi sedetik kemudian bel pintu Tasya bernyanyi nyaring. Tasya kembali membelalak. Kali ini jantungnya berdegup lebih kencang.
“Jangan-jangan...”
Sesaat Tasya tak bergeming, lalu jantungnya hampir copot saat ibunya memanggil dari luar kamar.
“Syaaa....!! cepetan! Tuh teman kamu udah datang...!!”
“Haah...?! aku kan nggak janjian sama siapa-siapa.”
Secepat kilat Tasya berlari keluar kamar menuju ke ruang tamu. Setiba di sana Tasya kembali diam tak bergeming. Di depannya berdiri seorang cowok yang sudah dikenalnya. Cowok itu sore ini kelihatan kyut banget, lain dari biasanya. Sudah gitu wangi pula. Tasya jadi speechless saking kagetnya.
“K... Kak Aber...?”
Aber mengangguk sambil tersenyum.
“Jadi... jadi kak Aber yang selama ini....”
Sekali lagi Aber mengangguk.
“Aku sendiri belum bisa percaya aku bisa seberani sekarang ini. Sekarang kamu udah boleh ganti Mr. X dengan namaku di dalam HP kamu.”
Tasya kelihatan bingung mengekspresikan isi hatinya. Senang, jengkel, kaget, campur aduk jadi satu.
“Oh ya, kamu mau ke rumah Dina kan? Udah siap meluncur?” tanya Aber. “Oh, kelihatannya belum. Tuh dahi kamu belum dibedakin....,” sambungnya lagi.
 “Uupss...!”
Tasya lupa tadi dia sedang dandan. Seketika itu juga wajahnya dihiasi senyum kikuk dan jadi semerah tomat. Dia pun langsung ngacir lagi ke dalam.
******************
Rumah Dina kelihatan sudah ramai. Anak-anak yang udah datang asyik bergosip ria dan kanget-kangenan. Soalnya Dina juga mengundang beberapa teman semasa SMP dulu. Di atas meja di ruang tamu yang luas penuh aneka kue dan jus buah. Musik dance terdengar menghentak-hentak. Dina sendiri nampak sedang mengutak-atik koleksi DVD Valentine-nya.
“Dinaaaa....!!”
Dina kaget setengah mati. Tasya menghampirinya tak sabaran.
“Kamu mesti jelasin semuanya...!!”
“Eh, kamu udah tiba, Sya? Lho, kak Aber mana?”
“Tuh, kan. Kamu tahu. Dia gabung sama Bono dan Dadang. Mestinya aku sudah lama curiga sama kamu. Ayo ceritain semua sebelum aku mati penasaran....,” desak Tasya lagi.
Dina senyam-senyum jahil.
“Hehe... terus terang selama ini aku memang mengatur semua ini. Kamu dan kak Aber hanya pelakon skenario yang aku buat. Kalo dipikir-pikir, aku berbakat juga ya jadi penulis naskah sama sutradara sekalian.”
“Narsis banget! Ayo lanjutin....”
“Eh, emangnya kak Aber nggak cerita sama kamu di perjalanan tadi...?”
“Kak Aber bilang kamu yang akan jelasin semua...”
“Oo gitu. Ya udah deh.”
Dina menarik napas dalam-dalam, lalu....
“Semua berawal kurang lebih sebulan yang lalu. Waktu itu aku secara nggak sengaja.... ini nggak sengaja lho, aku baca diari kamu.”
“Haah.....!!?” Tasya tersentak.
“Kamu.... baca bagian mana?”
“Ng... aku baca semuanya...”
“Ember! Itu mah bukan nggak sengaja lagi....!”
“Eh, eh, tenang mbak. Tapi harusnya kamu bersyukur, karena itu aku jadi tahu kamu ternyata ada hati sama kak Aber dan... kamu tidak salah pilih. Kak Aber juga punya rasa yang sama.”
Tasya terdiam sejenak.
“....tapi kenapa kamu bisa begitu dekat sama kak Aber?”
“Itu yang kamu belum tahu. Dia itu.... sepupu aku.”
Tasya menatap tak percaya.
“Kok kamu tidak pernah bilang?”
“Tadi sudah. Nah, sekarang kita gabung sama anak-anak di depan, yuk?!”
“Eh, eh, satu lagi.”
Tasya menahan lengan Dina.
“Ng... apa benar kak Aber suka sama aku?”
Wajah Tasya memerah lagi.
“Duh yang lagi kasmaran. Benar tidaknya, hanya kamu yang bisa mengetahuinya nanti. Aku hanya bisa membantu sampai di sini. Sekalian aku mau minta maaf, sudah ngerjain kamu. Tapi percayalah, ini semua karena aku pengen yang terbaik buat kamu.”
Tasya mengangguk.
“Kalau begitu thanks ya, udah membantu aku dekat sama kak Aber. Padahal kamu sendiri masih....”
“Jomblo maksud kamu!! Sekarang nggak lagi. Dua hari yang lalu aku jadian sama Adri.”
Tasya kaget.
“Adri? Kamu beneran jadian? Kamu sekarang benar-benar pandai main rahasia-rahasiaan ya.”
“Kan kamu yang mulai. Coba dari dulu kamu cerita tentang kak Aber, kamu nggak usah susah-susah nyari alasan menghindar dari Allan. Tapi... kamu nggak usah khawatir.... Mungkin sebentar lagi kamu juga punya gandengan. Nah sekarang samperin deh pangeran kamu. Dia udah nunggu tuh,” goda Dina.
Tasya tersenyum lalu memeluk Dina erat.
*********************
Tasya memandang langit yang mulai temaram dari jendela kamarnya sebentar lagi sore akan berganti dengan malam. Tasya membuka lembar demi lembar diarinya. Pada lembaran terakhir dia kembali menggoreskan penanya.
......Kini Mr. X pun bukan lagi sebuah misteri. Dia telah menjelma, bagai mimpi-mimpi yang jadi nyata.... hampir jadi nyata. Cowok misterius yang pertama menggugah hati ini, kini bukan lagi aku miliki dalam mimpi. Dia telah ada di depan mata, masih dengan segala pesonanya..... Apakah dia benar-benar akan kumiliki?
       **********************************************************************************

 photo Jangancopasing.jpg

Komentar

Dyah mengatakan…
So sweet. Remaja banget
pical gadi mengatakan…
Hehehe. Mbak Dyah, ini koleksi jadul soalnya. Dibuat jaman abegeh dulu :)
Trims sudah mampir yaa
Maria Etha mengatakan…
Jiah..... bikin iri deh tasya....
pical gadi mengatakan…
Gak perlu iri mbak. Dia cuman tokoh imajiner saja ^_^