Fiksi Pilihan
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Dua
hari setelah terompet tahun baru berbunyi
“Gile! Harga gas sekarang seratus empat puluh
rebu! Itu naiknya kok bikin jantungan yak! Untung gue rajin pitnes ama lari
pagi jadi jantungnya kuat!”
Bibir Laila kembang kuncup hampir dower saking
kesalnya. Gayanya udah mirip orator partai lagi kampanye. Hanya saja peserta
kampanyenya ini emak-emak nganggur yang hobi kumpul-kumpul di serambi rumah Laila.
Mereka sore-sore begini suka duduk berleha-leha mendiskusikan (baca:
menggosipkan) berbagai hal. Mulai dari harga sembako sampai artis yang kawin
cerai, mulai dari kenakalan anak-anak sampai kenakalan calon presiden.
“Katanya cuman tabung 12 Kilo yang naik, kok
yang 3 kilo juga ikutan naik?” sambung seorang ibu yang berdaster merah.
“Iya ya. Kemarin gue beli di kios Koh Ahao
harganya udah 17 rebu. Padahal biasa kan 14 rebu..,” sambung ibu yang lain.
“Masa sih?!” Laila mengernyit. “Wah, gak bener
tuh. Koh Ahao mau ngambil kesempatan dalam kesempitan nih!”
Ibu-ibu yang lain mengangguk-angguk persis
burung kakatua. Koh Ahao itu pemilik kios terbesar di kompleks mereka. Saking
lengkapnya dagangan disitu, isinya jauh lebih kompleks dari sebuah toserba. Mau
cari apa saja ada. Mulai dari sembako, ATK sampai viagra juga ada.
Obrolan ibu-ibu pun mulai meruncing menjadi
kecurigaan terhadap Koh Ahao. Mereka merasa Koh Ahao memanfaatkan kenaikan harga
Elpiji 12 Kg untuk ikutan mengeruk keuntungan dari Elpiji 3 Kg yang paling
banyak dipakai warga kompleks.
“Eh,... bagaimana kalau besok kita datengin
rame-rame kiosnya koh Ahao buat konfirmasi. Biar dia jangan seenak-enak udelnya
naikin harga barang. Mentang-mentang dia bandar sembako di kompleks ini. Iya
nggak?” tantang Laila pada ibu-ibu lainnya.
“Gue sih setuju,” sahut ibu berdaster merah.
Ibu-ibu yang lain juga bernada sama.
Laila tersenyum lebar.
“Okeh. Besok gue esemesin kalian semua ya.
Kapan en dimana kite ngumpul...”
Yang lain mengamini.
“Nah sekarang pada bubar deh. Bentar lagi
suami gue pulang. Kalau ketangkap basah lagi kita diskusi panel disini
bisa-bisa gue didamprat lagi bentar. Ayo bubar, bubar....,” Laila menutup
pertemuan mereka sore itu.
Ibu-ibu dengan berat hati pun meninggalkan
posisi masing-masing.
“Mpok, kuenya boleh dibungkus gak?” tanya
salah satu ibu malu-malu sambil menunjuk sisa kue kering di atas meja.
Laila melotot tanda tak setuju
***********
Keesokan
Harinya
Laila and
gank membuktikan niat mereka. Sekitar pukul 10 pagi usai menjemur pakaian
(mumpung lagi cerah), semua berkumpul di rumah Laila. Setelah itu mereka
berarak bak infantri menunju ke medan pertempuran. Tujuannya tak lain tak bukan
adalah kios Kokoh Ahao yang tidak jauh dari situ.
Koh Ahao yang baru melayani seorang pembeli
terkejut melihat kedatangan Laila dan lima ibu lainnya ke situ. Ekspresi mereka
jelas bukan ekspresi orang mau belanja. Alis koh Ahao yang panjang hampir
menjuntai bergerak-gerak tanda yang empunya alis lagi bingung.
“Koh, kami mau menyampaikan keberatan!” sambar
Laila begitu sampai di depan kios.
“Betul....!” sambung ibu-ibu yang lain.
“Haiya! Si..siapa yang berat, mpok?!” tanya
koh Ahao terbata-bata.
“Bukan berat, Koh. Tapi ke...be.. ratan!”
“Ooh keberatan. Mm... masalah apa ya?”
Laila melirik sepintas ke arah pengikutnya di
kanan dan kiri.
“Siapa yang mau ngomong nih?” bisiknya.
“Mpok aja deh, udah nanggung,” sahut yang
lain.
Laila pun menarik napas panjang.
“Okeh okeh. Nah, begini Koh. Mpok-mpok ini
pada keberatan kalau harga elpiji yang 3 kilo juga ikutan naik. Kan disubsidi
pemerintah, Koh...,”
Koh Ahao pun manggut-manggut perlahan pertanda
sudah menangkap keprihatinan ibu-ibu di depannya.
“Mm... begini Mpok. Oe juga keberatan kalau
harga elpiji 3 kilo ikutan naik. Tapi mau gimana lagi kalau dari suplayernya
juga udah naik harganya. Kalau oe tetep jual pake harga lama, wah tekor dong.
Kata suplayernya, yang 3 kilo sekarang jadi rebutan orang-orang jadi susah
dapatnya. Makanya harganya ikut naik.... Begitu..,”
Kini gantian ibu-ibu yang manggut-manggut.
“Jadi.... bukan koh Ahao yang naikin harga?”
“Haiyaa. Bukanlah... Oe cuma pedagang. Bukan produsen.”
Laila pun mengambil posisi orasi lagi ke gank-nya.
“Udah jelas kan, mpok? Jadi ini bukan kemauan
koh Ahao. Tapi karena hukum ekonomi... Mm., supply
and demand,” Laila mencoba mengingat-ingat pelajaran ekonomi waktu SMA-nya dulu.
“Haah, siapa yang demam bu?”
Laila melotot lagi.
“Udah... udah. Gak penting. Sekarang ayuk kita
balik. Jangan lupa menunaikan SOP kita sebagai istri-istri.”
Ibu-ibu yang lain mengamini kembali. Sebelum
bubar mereka pun pamit kepada Koh Ahao.
“Permisi ya Koh. Minta maaf atas
ketidaknyamanan ini.”
“Haiyah. Jadi gak ada yang belanja nih?”
***********
Sore
hari, 10 Januari
Ibu-ibu sepertinya mulai melupakan masalah
harga elpiji. Sore ini diskusi panel mereka sedang mengangkat topik acara idol-idol-an di TV.
Tiba-tiba HP Laila berbunyi nyaring. Ringtone-nya lagu remix Cucak Rowo.
Ibu-ibu jadi joged setengah menit karena Laila lama baru mengangkat telepon
itu. Pasalnya si pemanggil itu nomornya belum tersimpan di HP Laila.
“Siapa ya?” gumamnya. Tapi akhirnya panggilan
itu dijawab juga.
“Assalamualaikum,...” sapanya.
“Walaikumsalam,...” sahut seseorang di
seberang sana.
Laila mengenali itu seperti suara Koh Ahao.
“Ini dengan Ahao. Mpok Laila, oe dapat
nomornya dari Ling ling, istri oe. Mm... Oe mau kasitahu berita gembira nih,”
“Ooh.. koh Ahao. Ada berita apa koh? Aye
menang undian ya?”
“Bu..bukan. Eh, ada mpok-mpok yang lain ya
disitu. Kalau ada kasih spiker deh, biar semua denger.”
Laila jadi tambah penasaran. Ada berita apa
sih? Tumben Koh Ahao ada bakat jadi staf penerangan begini. Dia pun memencet
tombol HP-nya untuk mengaktifkan mode speaker
biar semua ibu-ibu disitu mendengar.
“Koh, udah dispiker nih. Nah, ada berita apa
koh?”
“Oh, udah ya mpok. Cek...cek, halo ibu-ibu...”
“Halo koh Ahao....!!,” koor ibu-ibu yang lain.
“Eh, koh Ahao ini kagak percayaan juga
orangnya. Tuh dijawab sama ibu-ibu,” sambung Laila.
“Hehe. Iya percaya, percaya, mpok. Begini, ada
berita bagus buat kita semua. Sekarang harga elpiji sudah turun lagi. Yang tiga
kilo kembali jadi 14 rebu, yang 12 kilo jadi 85 rebu.”
Begitu gema suara Koh Ahao hilang. Ibu-ibu
langsung heboh.
“Beneran nih, Koh?” tanya Laila ikut heboh.
“Beneran, mpok. Kalau tidak percaya silahkan
dicoba. Main ke kios oe sekarang...”
Ibu-ibu semakin heboh. Beberapa malah langsung
inget elpijinya yang hampir habis lagi.
“Bentar, bentar. Koh, apa kata suplayernya? Kok
harganya turun lagi?” tanya Laila.
Koh Ahao terdiam sebentar. Lalu suaranya bergema
lagi
“Gak sempat nanya banyak, mpok. Tapi menurut
oe mungkin pemerintah lagi bikin April Mop.”
“Haah,... April mop kan mestinya bulan April,
koh?”
“Iya juga sih. Tapi bulan April nanti kan kita
ada pemilihan caleg. Mulai Februari, Maret sampai
April nanti pasti
pejabat-pejabat pada sibuk ngurus kampanye. Jadi April Mopnya dimundurin
Januari aja,”
Laila dan ibu-ibu manggut-manggut lagi mirip
kakatua ketiban ilham.
“Eh, mpok. Buruan, ntar harganya naik lagi
loh,” gema suara koh Ahao kembali membuyarkan forum ibu-ibu itu.
Lalu seolah satu komando beberapa ibu langsung
ngacir ke rumah masing-masing untuk menukar tabung elpiji yang hampir habis.
Semua takut harga elpijinya naik lagi.
“Mpok...mpok. Halo...halo.. halo....,”
****************
ilustrasi gambar dari: www.kalbarsatu.com
Komentar
Trims mampirnya bu Lis
(C)
Udah urat ketawa, digelitik pula... :)