Fiksi Pilihan

Nada Tinggi Belum Tentu Marah

  Di ruang persiapan, tuan presiden dalam balutan batik kontemporer sekali lagi memandang naskah pidatonya dan memberi perhatian pada tanda-tanda baca warna-warni yang bertebaran di sepanjang naskah.

Secangkir Kopi Tanpa Ampas

 


Secangkir kopi tanpa ampas yang sudah kehilangan panas bermenit-menit yang lalu memandang ampas kopi pada cangkir-cangkir tetangga dengan nelangsa.

Pertemuan para pengambil keputusan perusahaan multinasional sudah usai. Satu per satu manusia berpenampilan eksklusif diiringi wangi parfum mahal meninggalkan ruang rapat.

Secangkir kopi tanpa ampas yang sudah kehilangan asa memandang ampas kopi pada cangkir-cangkir tetangga dengan lara.

Seorang berseragam office boy masuk setelah ruangan sepi untuk mematikan air conditioner dan penerangan.

“Oalah! Bos-bos itu ternyata lebih suka kopi tubruk toh!” ucapnya seolah bisa membaca isi hati si kopi tanpa ampas.

Lalu dengan sekali teguk dia menghabiskan isi cangkir seolah seluruh nikmat kehidupan ada dalam cangkir tersebut. Kesedihan si kopi tanpa ampas pun terobati.


--- 


gambar dari pixabay.com


Baca Juga Fiksi Keren lainnya:




  


Komentar

pical gadi mengatakan…
Terima kasih sudah mampir ya Riza Firli