Fiksi Pilihan

Nada Tinggi Belum Tentu Marah

  Di ruang persiapan, tuan presiden dalam balutan batik kontemporer sekali lagi memandang naskah pidatonya dan memberi perhatian pada tanda-tanda baca warna-warni yang bertebaran di sepanjang naskah.

Rindu yang Sederhana

 


Tuhan menciptakan rindu

dari ruang hampa di atas sofa 

yang mestinya diduduki bersama sambil menatap siaran favorit 

di layar TV.


Dari udara yang sepi dan senyap

yang mestinya dipenuhi suara ocehan 

dan tawa kekasih hati.


Dari cangkir couple 

Mangkok couple

dan baju couple yang tidak terpakai

karena pemiliknya sedang tidak hadir di sini. 


Tuhan menciptakan rindu dengan sederhana

agar kita bisa merasakannya dengan sederhana

dan mengungkapkannya dengan sederhana pula

lewat pesan yang dikirim ke gawai seseorang

lewat percakapan di telepon

atau dengan membeli tiket perjalanan

jika ingin segera dituntaskan.


Kita-lah yang membuat rindu bisa menjadi rumit.

Mengujinya dengan kata-kata 

pertanyaan demi pertanyaan

bahkan membentenginya dengan tembok-tembok ego

rapat-rapat,

sehingga rindu terhimpit nyaris kehabisan napas.


Jadi daripada rindu balik menghimpit

dan membuat menderita

mengapa tidak mengungkapkannya segera

dengan cara-cara sederhana

lewat pesan yang dikirim ke gawai seseorang

lewat percakapan di telepon.


---

Tayang pertama kali di Kompasiana | ilustrasi gambar dari pixabay.com 


Baca Juga Fiksi Keren lainnya:








Komentar