Fiksi Pilihan

Nada Tinggi Belum Tentu Marah

  Di ruang persiapan, tuan presiden dalam balutan batik kontemporer sekali lagi memandang naskah pidatonya dan memberi perhatian pada tanda-tanda baca warna-warni yang bertebaran di sepanjang naskah.

Bulan Mati dan Malam




Bulan mati jatuh cinta pada malam.

Jatuh cinta pada kegelapan tanpa batas

yang dihadirkannya di atas bumi di balik kerlip bintang-bintang.

Jatuh cinta pada keheningan yang ditaburkannya

di atas awan mimpi anak-anak manusia.

Jatuh cinta pada embus angin dan dingin yang dihamparkannya

di atas bumi.

 

Sayangnya

cintanya tiada terbalas oleh malam.

Hanya senyum dan sapa hangat yang diterimanya,

tapi tidak ada cinta di sana.

 

Mengapa gerangan?

 

Cinta bulan bulan mati hanya cinta yang semu, ucap malam

pada suatu ujung senja yang sederhana

saat keduanya kembali bertemu setelah berminggu-minggu terpisah.

Segera setelah bulan menjadi setengah purnama

atau bulan purnama penuh

cinta itu akan berubah dan sirna.

 

Bulan mati menunduk sedih.

Kini dia mengerti mengapa malam tidak menanggapi perasaannya.

Tapi ...

dia akan tetap mencintai

tanpa peduli cintanya berbalas atau tidak.

Dia akan tetap mencintai

walau perasaannya harus disembunyikan dalam-dalam.


---


Pertama kali tayang di Kompasiana


Ilustrasi gambar dari pixabay.com


Baca Juga Fiksi Keren lainnya:







Komentar