Fiksi Pilihan

Nada Tinggi Belum Tentu Marah

  Di ruang persiapan, tuan presiden dalam balutan batik kontemporer sekali lagi memandang naskah pidatonya dan memberi perhatian pada tanda-tanda baca warna-warni yang bertebaran di sepanjang naskah.

Surga di Atas Kabut



Lihat, di sini ada surga
di antara gugus gunung berlaga.
Putih kabut jadi permadaninya
tebing batu jadi pilar-pilarnya
teduh pinus jadi dindingnya
dan matahari jadi lampionnya.

Malaikat pun ada disini.
Dalam rupa pemuda pemain kecapi
gadis pemetik kopi
bocah yang bermain jerami
dan petani yang tersenyum dari balik rumpun padi.
Orang asing pun jadi saudara sendiri

Bumi menghantarkan puluhan tembang
tentang kawanan kerbau merumput sepadang
dibuai angin senja yang berhembus tenang.
Tentang gercik sungai di sisi pematang.
Tentang rumpun bambu yang membentang
menghias bebukitan bak dara elok bergiwang.   

Irama kehidupan lambat penuh harmoni.
Derap komunitas seperti bait-bait kontemplasi.
Alam pun punya banyak waktu bermeditasi
merenungkan makna eksistensi
yang dibingkai cantiknya tradisi
persembahan Sang Maha Kasih.

Surga di atas kabut
tangannya tengadah menyambut.
Mari para pencari keheningan
kita renungkan hikayat kehidupan.
__________________

Lembang Gasing, Toraja, 30 Desember 2013




Baca Juga:
Pagi Adalah Kontemplasi Hidup


 photo Jangancopasing.jpg

Komentar

dy mengatakan…
Pengen ke Toraja
Liat tongkonan dan tedong bonga
Tapi kapan ya?

Puisi keren Tentang kekayaan negeri....
Met malming Pak PG...
Lis Suwasono mengatakan…
Duh... rasanya angan ikutan melayang ke gambaran nun jauh di sana...
pical gadi mengatakan…
Disiapkan saja waktu dan budgetnya bu Dyah. Kalau mau pas ke Toraja banyak gawai, sediakan waktu akhir desember.
Makasih sudah hadir yaa
pical gadi mengatakan…
Hahaha. Yang penting angannya tahu jalan pulang...
:)
Trims sudah mampir yaa
Bayanginnya indaaaahhh.. :)
pical gadi mengatakan…
...apalagi kalau jadi saksi mata langsung yaa :)
Trims sudah mampir mbak Putri