Fiksi Pilihan

Nada Tinggi Belum Tentu Marah

  Di ruang persiapan, tuan presiden dalam balutan batik kontemporer sekali lagi memandang naskah pidatonya dan memberi perhatian pada tanda-tanda baca warna-warni yang bertebaran di sepanjang naskah.

Hati-hati Pilih Tanggal Pernikahan



Badrun dan Rukmini hari ini resmi jadi pasangan suami istri. Momen berbahagia mereka dirayakan di desa kelahiran Rukmini di pedalaman Jawa Barat. Badrun yang asli Luwu pun memboyong keluarga besarnya jauh-jauh dari Sulawesi untuk menghadiri hajatan ini. Untunglah Badrun dan Rukmini sama-sama berkarir, kendati hanya pegawai swasta dengan gaji standar sehingga untuk tetek bengek biaya pernikahan, mereka mampu membiayainya secara mandiri.

Akhirnya seluruh rangkaian acara pernikahan tuntas. Keluarga kedua belah pihak lega karena acara demi acara berlangsung lancar. Memang tadi ada sedikit insiden kehabisan gulai bebek. Untunglah paman Rukmini seksi konsumsi yang pengusaha catering  sigap dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya masalah tersebut bisa diselesaikan.


Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Kini sebagian besar keluarga sudah kembali ke rumah masing-masing. Yang tersisa di rumah Rukmini hanyalah keluarga inti dan keluarga dekat mereka. Masing-masing membagi diri di rumah Rukmini yang mungil namun asri itu dalam suasana penuh kehangatan. Para orang tua menikmati relasi perbesanan yang baru di teras rumah ditemani singkong rebus, teh dan kopi yang mengepul. Di ruang tamu dan dapur, kaum wanita di bantu beberapa pria berbenah dan bersih-bersih sisa pesta tadi siang. Di kamar pengantin, Badrun, Rukmini ditemani beberapa saudara sedang menghitung amplop dan kado yang dihadiahkan para tamu.

Kini semua amplop tuntas dihitung. Tidak lupa mereka mencatat setiap nama tamu dan nominal sumbangannya.

“Berapa total uang dari para tamu, sayang?” tanya Badrun pada Rukmini.

“Nggak banyak, mas,” sahut Rukmini lalu menyebut deretan angka.

Air muka Badrun sedikit berubah.

“Jauh sekali dari prediksi kita ya,….”

Rukmini mengangguk. “Panen masih satu dua bulan lagi, mas. Lagian sekarang kan tanggal tua. Warga kampung yang pegawai juga belum pada gajian…,”

Badrun pun mendekatkan bibirnya ke kuping Rukmini biar kata-katanya tidak didengar orang di sekitar situ.

“Makanya saya heran, orang tua kita kemarin itu rembuk menentukan tanggal kawinnya lamaaa sekali… bolak-balik, bolak-balik. Pakai konsultasi sama sesepuh segala, katanya biar tanggal kawinnya bagus, rejeki kita dilancarkan…. Nah, ini buktinya apa?!”

Rukmini  tertawa kecil.

“Udah, mas. Kita yang sabar saja….,”

 Dan suasana ketidaknyamanan itu pun berlanjut.

Menjelang midnight, dua adik perempuan Badrun yang masih SMA dan SMP ngotot minta tidur di kamar pengantin. Mereka memang cukup akrab dengan kakak iparnya, Rukmini. Orang tua Badrun sudah menyuruh adik-adiknya ikutan tidur di ruang tamu bersama bibi-bibinya dan keluarga yang lain. Tapi Rukmini mencegahnya,

“Biar Mega sama Sari tidur di kamar kami saja, Ma, Pa… mumpung kita masih bertemu. Besok kalau keluarga dari Sulawesi sudah balik, terus kami juga sudah mulai sibuk dengan kerjaan, kan susah kumpul-kumpul begini lagi,” tutur Rukmini bijak.

Badrun yang sudah ngebet mau malam pertama sama istri tercinta pun terpaksa mengalah. Lagian, tidak enak juga rasanya mau enak-enakan sementara saudaranya yang lain bersempit-sempit ria di luar sana.

******

Akhirnya Rabu pagi empat hari kemudian, keluarga dari Sulawesi harus pamit pulang kampung setelah berada kurang lebih seminggu bersama keluarga baru mereka. Dua mobil Kijang Rental pun didatangkan untuk mengangkut rombongan tersebut ke Bandung sebelum terbang kembali ke Makassar.

Badrun dan Rukmini mengantar sampai ke perbatasan desa. Mereka tidak risau karena kakak Rukmini yang tinggal di Bandung menemani perjalanan keluarga Badrun.

Sejak pagi, Badrun nampak cerah. Belum pernah dia se-plong ini ditinggalkan ibu bapak dan saudara-saudaranya.

Sejak hari pernikahan dia memang sudah countdown dan menunggu datangnya hari ini. Dengan kepulangan keluarganya berarti kamar pengantin sepenuhnya jadi milik mereka berdua. Itu artinya, Badrun dapat mempersembahkan seluruh jiwa dan raganya pada Rukmini malam ini. Malam pertama gitu loh.

Menjelang malam, Badrun curi-curi waktu ke dapur, melahap madu dan telor ayam kampung yang sudah jauh-jauh hari dipersiapkannya. Dia ingin “pertunjukkan” malam itu berlangsung sempurna.
Saat waktu tidur hampir tiba, Badrun mulai meluncurkan rayuan maut dan jurus-jurus genitnya. Rukmini sampai senyam-senyum geli. Tapi setelah tiga jurus berlalu, Rukmini menyampaikan sesuatu yang bikin suasana jadi hening.

“Mas, malam ini kayaknya kita belum bisa malam pertama dulu deh. Tamu bulananku datang lagi 
nih…,”

Badrun kelihatan hampir shock.

“….mesti nunggu ya… dua hari lagi deh. Mas yang sabar yaa…”

Badrun pun menempelkan jidatnya di tembok kamar pertanda kecewa berat.

“Pengantin baru banyak amat ya cobaannya….,” sahutnya lemas.

Rukmini tersenyum lagi. Lalu mengelus pundak Badrun suami tercinta.

“Aku bercanda, mas! …,”

Mata Badrun langsung berbinar-binar.

“Bener??!...”

Rukmini mengangguk pasti.

“Bukan dua hari mas, mestinya masih nunggu lima hari lagi….,”

Badrun merasa kepalanya tiba-tiba pening. Dia pun pingsan dengan  sukses. Rukmini menjerit karena terkejut, lalu buru-buru memanggil orang serumah untuk membantu mengangkat suaminya.


Nasib…. nasib…!

______________________

ilustrasi gambar dari: www.widydarma.com

Baca Juga:
 photo Jangancopasing.jpg

Komentar

Fabina Lovers mengatakan…
Kasihan badrun
Lis Suwasono mengatakan…
Oalaaah... melas bangeeet...
pical gadi mengatakan…
Baru liat, komennya ternyata belum dibales bu Lis. Hahaha
pical gadi mengatakan…
Iya nih bu Fabina. Maaf yak, baru liat lagi artikel ini dan kaget ternyata komengnya blon dibalas. Hehe