Fiksi Pilihan

Nada Tinggi Belum Tentu Marah

  Di ruang persiapan, tuan presiden dalam balutan batik kontemporer sekali lagi memandang naskah pidatonya dan memberi perhatian pada tanda-tanda baca warna-warni yang bertebaran di sepanjang naskah.

Basalto Terakhir [38-40]



Tak lama kemudian portal sihir yang membawa Emerald sampai di halaman rumah yang dituju. Rumah itu sudah nampak tua dengan atap terlepas di beberapa bagian terlihat dua cerobong  asap di bagian depan dan belakang rumah. Cerobong di bagian depan terlihat sedang mengepulkan asap kelabu pertanda penghuni rumah masih terjaga. 

Emerald keluar dari portal dengan wajah letih. Selama beberapa jam terakhir ini, energinya memang cukup terkuras. Belum lagi beban pikiran yang dipikulnya, karena kitab yang dicuri itu adalah peninggalan berharga dari mendiang Guru Shandong.

Namun kendati lelah, niatnya untuk segera menemukan kitab sihir yang dicuri itu begitu kuat. Dengan penerangan dari ujung tongkat sihirnya, dia pun melangkah menuju ke depan pintu rumah. Ternyata yang empunya rumah mendahuluinya.

Pintu tersingkap dan muncul sosok penyihir tua muncul di situ. Penyihir itu sudah bungkuk. Rambut putih panjangnya dikuncir ke belakang. Hidungnya yang panjang tertekuk ke bawah, nampak menonjol di atas kumis dan janggut yang putih lebat. Namun dari tatapan matanya yang tajam, terlihat kalau energi sihir besar terpendam dalam diri penyihir tua itu.

“Aku tahu kamu akan datang, Nak,” ucapnya dengan suara serak. “Tapi aku tak menyangka kamu harus menggunakan portal sihir sampai ke sini.”

“Aku dari istana Ametys, Kek…”

Penyihir yang dipanggil kakek Dorbo itu nampak terkejut.

“Pantas saja kamu letih sekali. Ayo masuklah ke dalam… anggap saja istana sendiri,” Kakek Dorbo terkekeh.

Suasana rumah kakek Dorbo nampak suram. Penerangan hanya berasal dari sebuah lilin di atas meja yang penuh dengan periuk, perkakas kaca dan buku-buku tua, dan dari nyala perapian di sudut ruang depan.

Emerald dan Kakek Dorbo kini duduk berhadapan. Kakek Dorbo bercerita kalau dia sudah tahu peristiwa pencurian yang terjadi semalam. Pada saat mengetahuinya, dia langsung berusaha menyelidiki asal pencuri itu lewat guci sihirnya. Jejak-jejak yang ditinggalkan pelaku memang berakhir pada sebuah portal sihir yang dibuat di belakang istana.

Seringkali jika menemukan pangkal portal sihir seperti itu, dia juga bisa melacak ujung portal sihirnya. Namun pencuri yang satu ini memang berilmu cukup tinggi karena mampu menutupi jejak portal dengan sempurna. Melalui kekuatannya, kakek Dorbo sudah memeriksa beberapa lokasi yang sering dijadikan portal sihir di wilayah selatan Gopalagos namun tetap tidak berhasil. Jadi untuk sementara bisa disimpulkan kalau portal sihir itu berujung pada sebuah tempat yang cukup jauh dari situ.

Emerald nampak begitu sedih. Peluangnya untuk mendapatkan kembali kitab itu semakin kecil.

“Oh ya, sepertinya kita punya sedikit petunjuk lagi, Nak. Ayo kemarilah…”

Kakek Dorbo berdiri dan dengan langkah sedikit tertatih dia mengajak Emerald menuju ke sebuah guci berwarna merah hati berukir sulur pepohonan rambat yang terletak di tengah-tengah ruangan. Guci itu bermulut lebar dan diisi dengan air sampai hampir penuh.

Emerald telah berdiri di sisi guci bersama Kakek Dorbo. Mereka memandang permukaan guci yang penuh air.

“Kakek melihat sesuatu?”

“Ya…”
Kakek Dorbo mengambil sebuah kantung kain berwarna hitam dan mengeluarkan bubuk berwarna kuning emas dari dalamnya. Dia lalu menjatuhkan bubuk dalam genggamannya ke atas guci. Begitu menyentuh permukaan air, bubuk itu berubah wujud menjadi asap tebal berwarna kekuningan.

“…hanya saja penglihatanku kurang jelas. Seperti yang aku katakan tadi, pencuri itu mampu menutupi jejak-jejaknya dengan sempurna. Lihatlah…”

Asap kuning yang semula memenuhinya permukaan guci sudah memudar, menyingkap pemandangan lain di belakangnya. Dengan kekuatannya kakek Dorbo mengubah permukaan air di dalam guci menjadi seperti cermin yang menampilkan peristiwa lintas dimensi dan lintas waktu.

Emerald dapat melihat samar-samar, terjadi pertarungan sihir yang sengit antara seorang penyihir berpakaian serba hitam dan salah satu prajurit di depan istana. Dia seperti melihat kembali pertarungan yang dimimpikannya belum lama ini. Hanya saja penglihatan itu semakin lama semakin buram, tertutup oleh semacam kabut berwarna hijau. Penglihatan itu berlangsung tanpa suara, jadi penampakan kabut itu benar-benar mengganggu konsentrasinya.

“Kamu bisa melihatnya?”

“Ya, Kek, hanya saja ada kabut hijau yang menghalangi mereka.”

“Ya. Itulah tabir sihir yang dipasang pencuri itu. Tabir sihir itu akan semakin pekat tapi cobalah untuk terus memerhatikan.”

Emerald pun tidak mengalihkan pandangannya sedetik pun ke dalam guci. Memang semakin lama kabut hijau yang nampak semakin pekat. Menghitung momentumnya, Emerald bisa menduga-duga saat ini pencuri telah berhasil mengalahkan prajurit dan sedang melarikan diri.

Kabut hijau tiba-tiba berpendar, seperti sedang menyembunyikan sebuah cahaya terang benderang di dalamnya. Sepertinya pada saat inilah pencuri itu membangun sebuah portal sihir untuk membantunya melarikan diri.

“Tahan…!” Kakek Dorbo meletakkan tangannya di atas permukaan guci. Bibirnya bergerak-gerak membacakan beberapa mantra pendek. Kabut hijau yang menutupi penglihatan mereka seperti bergerak lebih cepat, memutar dan memuntir ke segala arah, sehingga menyingkap sedikit celah-celah kosong di antaranya.

Mata Emerald membelalak. Nampak bayangan sebuah tongkat sihir yang terbuat dari perak disingkapkan kabut hijau. Hanya sesaat, lalu pemandangan itu ditelan kembali oleh kabut hijau yang terus bergerak.

Begitu kakek Dorbo mengangkat kembali tangannya. Kabut hijau kembali tenang seperti semula, tetapi  kali ini seluruh permukaan air telah tertutup sempurna oleh kabut itu.

“Kita hanya punya petunjuk itu,” ucap kakek Dorbo. Dia lalu mengebaskan tangan kirinya ke atas guci dan dalam seketika warna air di dalam guci kembali seperti semula, bening, memantulkan cahaya lilin di tengah ruangan.

“Penyihirnya menggunakan tongkat perak…”

“Benar. Tongkat perak hanya digunakan oleh kaum sihir tertentu saja, bukan?”

Emerald mengangguk.

“Para raja, Basalto dan Ruby menggunakannya. Tapi setahuku ada sejumlah pejabat tinggi dalam istana para raja yang juga menggunakannya. Juga kepala prajurit kerajaan Ametys. Aku juga pernah melihat beberapa penyihir tua menggunakannya.”

Kakek Dorbo bergeming.

“Kita masih tetap punya banyak tersangka rupanya…”

“Lagipula kita harus mencari bukti lain yang lebih kuat, Kek. Tidak sekedar bukti berdasarkan penerawangan ini. Bukti yang benar-benar membuat pencurinya tidak bisa menghidar lagi. ”

“Tidak ada cara lain kalau begitu, selain menemukan dimana kitab sihir itu berada.”
Kakek Dorbo kembali duduk di atas kursi sambil berusaha berpikir keras. Emerald mengikutinya.

“Bagaimana kalau kita mengirim kabar kepada lebih banyak penyihir di benua ini? Siapa tahu mereka mengetahui sesuatu, baik pencuri itu atau rencana-rencananya. Aku akan segera memberi kabar kepada kawan-kawan lamaku,” Kakek Dorbo melemparkan pandangannya ke dekat pintu masuk. Di situ ada sangkar berisi seekor burung hantu yang bertengger malas-malasan.

“Ya, kupikir itu langkah yang harus kita ambil sekarang, Kek.”

“Tapi aku sudah lama sekali tidak mengirim surat. Lihatlah, burung hantu yang biasa aku gunakan sudah hampir segemuk sapi. Aku pun sangsi apa dia masih arah rumah kawan-kawanku.”

“Aku bisa meminjamkan merpati-merpati di istana, Kek.”

“Yah, ide bagus. Tapi aku pikir… sebaiknya kamu pulang ke istana dulu sekarang, Nak. Beristrahatlah untuk memulihkan energi yang hilang. Besok kita lanjutkan lagi rencana-rencana kita.”


Emerald mengangguk. Dia juga sangat sependapat dengan nasehat kakek Dorbo itu.

------

Keesokan harinya, merpati-merpati pos disebarkan untuk membawa kabar tentang pencurian kitab sihir di istana Emerald ke seluruh tokoh kaum  sihir yang bisa mereka jangkau. Tapi mereka menyepakati kalau dalam pesan yang dikirimkan tidak perlu mencantumkan perihal  tongkat sihir dari perak yang dimiliki pencuri. Mereka hanya meminta informasi kalau-kalau ada penyihir yang mengetahui gerak-gerik pencuri itu.

Tapi setelah menunggu sekian waktu, berita baik yang diharapkan tidak kunjung datang.
Memang setelah merpati pos disebar, beberapa tua-tua kaum sihir berdatangan silih berganti ke istana. Tetapi itu hanya karena mereka penasaran dengan kronologi peristiwa pencurian dan sebagian lagi datang untuk menunjukkan empati kepada Emerald. Tidak ada satu pun yang memberikan petunjuk lebih lanjut mengenai keberadaan pencuri atau kitab sihir itu.

Ruby dan Basalto juga datang berkunjung. Mereka termasuk orang-orang yang datang untuk menunjukkan empati. Mereka dan beberapa tokoh kaum sihir lainnya juga sudah berusaha melacak keberadaan kitab sihir itu dengan kekuatan mereka, tetapi rupanya pencurinya benar-benar memiliki ilmu sihir yang tinggi. Ilmu menyembunyikan aura atau energi sihir dari artefak dan benda-benda sihir lainnya adalah ilmu yang hanya dimiliki segelintir penyihir di Gopalagos.

Waktu terus bergulir. Satu bulan kemudian, justru istana Ametys yang disatroni pencuri dan sepertinya pencuri itu juga mengincar kitab sihir peninggalan mendian guru Shandong yang dimiliki Raja Ametys. Saat itu raja memang sedang berada di salah satu pesta tahunan kaum sihir di wilayah selatan setiap kali musim panen tiba. Tetapi untunglah sebelumnya, Ametys telah memindahkan tempat penyimpanan kitab itu ke tempat lain yang sangat dirahasiakan. Ruang penyimpanan kitab sihir sebelumnya dibobol oleh pencuri dan seluruh perisai sihirnya berhasil dipatahkan.

Sekali lagi terbukti kalau pencuri tersebut juta telah mengenal dengan baik seluk beluk istana Ametys termasuk ruang tempat penyimpanan kitab sihirnya. Menyadari kalau kitab sihir telah dipindahkan, pencuri itu melarikan diri secepatnya. Tetapi sama seperti kejadian di istana Emerald, beberapa prajurit juga jadi korban akibat berseteru dengan pencuri berilmu tinggi itu.

Lalu pencuri itu juga pergi dan datang secepat angin tanpa memberi banyak kesempatan untuk dikenali atau dikejar oleh para prajurit. Dia juga pandai menutup jejak dan mengaburkan penerawangan oleh para cenayang.

Kejadian itu kembali menggemparkan kaum sihir di Gopalagos. Setiap orang mulai meningkatkan kewaspadaan. Para tokoh kaum sihir yang memiliki pusaka atau artifak-artifak berharga, segera membuat tempat penyimpanan yang dipasangi banyak perisai sihir.  

Saat berita percobaan pencurian di istana Ametys ramai diperbincangkan, kabar mengkhawatirkan lain datang dari barat, dari istana dan padepokan sihir Basalto.

Desas desus mengatakan kalau Raja Basalto saat ini perlahan-lahan mengubah arah politik kerajaannya dengan memperkuat pasukan sihirnya. Kini hampir sulit membedakan pelatihan sihir untuk para murid di padepokan dengan pelatihan untuk para prajurit.

Murid-murid yang berada pada tingkat menengah ke atas mulai dilatih ilmu sihir pertahanan diri tingkat tinggi, yang selama ini hanya diajarkan pada segelintir orang saja. Untuk para prajurit pun ilmu-ilmu seperti itu biasa hanya diberikan kepada para prajurit berpangkat tinggi.
Selain itu dari waktu ke waktu, Raja Basalto terus menambah barisan prajuritnya. Padahal kerajaannya tidak sedang bermusuhan dengan kerajaan lain. Gopalagos pun masih dalam keadaan damai dan tentram.

Tentu saja, gerakan ini membuat gentar raja-raja manusia non-sihir yang wilayahnya bertetangga dengan Kerajaan Basalto. Memang sampai saat ini belum ada peristiwa yang membuktikan kekhawatiran mereka. Tetapi kebijakan-kebijakan Raja Basalto ini mengingatkan mereka kembali pada zaman perang puluhan tahun lalu.

Mereka pun berusaha membujuk para kaum sihir untuk mengingatkan Basalto. Sejumlah kaum sihir yang kurang sependapat dengan kebijakan itu pun menarik anak-anak mereka dari padepokan.
Namun tidak sedikit pula kaum sihir yang setuju dengan tindakan Raja Basalto. Mereka bahkan ada yang berasal dari pelosok Gopalagos dan bersedia menitipkan anaknya untuk menimba ilmu di padepokan tersebut.

Terobosan Basalto ini mulai membuat kaum sihir terbagi menjadi dua golongan yaitu yang setuju dan tidak setuju. Kabarnya para guru pun dipersilahkan membuat pilihan. Yang tidak setuju dipersilahkan mengundurkan diri dari padepokan. Mereka akan diberi pesangon yang layak dan hadiah lainnya untuk menghormati dedikasi mereka selama ini. Sementara itu guru-guru yang setuju dipersilahkan untuk tinggal dan melanjutkan pengajarannya, tentu dengan materi yang diinginkan Raja Basalto.

(bersambung)

ilustrasi gambar dari: forums.playpark.net

Komentar

Suryadiarmanrozaq mengatakan…
good post mas, kapan terbit jadi buku
pical gadi mengatakan…
Tengkyu mas mampirnya. Belum kepikiran sampai situ sih mas. Sekarang fokus nulis dulu. Deadline seluruh naskah tuntas pertengahan Juli nanti. Setelah itu baru kita lihat kemungkinannya.
Saya menulis project seperti ini bersama sejumlah anggota komunitas penulis fiksi lainnya. Pengurus komunitas bekerja sama dengan sebuah publisher. Kalau karya saya lolos seleksi kemungkinan besar diterbitkan :)
Salam