Fiksi Pilihan

Nada Tinggi Belum Tentu Marah

  Di ruang persiapan, tuan presiden dalam balutan batik kontemporer sekali lagi memandang naskah pidatonya dan memberi perhatian pada tanda-tanda baca warna-warni yang bertebaran di sepanjang naskah.

Basalto Terakhir [43-44]


Basalto terlihat menahan amarah terhadap tanggapan raja Dursoil itu. Tetapi dengan wibawa seorang raja, dia tetap mempersilahkan raja Dursoil dan rombongannya meninggalkan istana dengan baik.
Saat itu hari sudah siang, tetapi cuaca di luar tidak secerah semestinya  karena langit mendung sedang memendam cahaya dari raja hari.

"Tawaran raja Basalto cukup menggiurkan, Yang Mulia," ucap Saigus, juru tulis raja.

 Mereka sekarang sedang terantuk-antuk di dalam kereta kuda yang berjalan bersama rombongan meninggalkan istana Basalto. Raja Dursoil menatapnya sambil memikirkan sesuatu.

"Aku juga tertarik, Gus. Tapi aku ingin melihat sejauh mana kegigihan raja penyihir itu."

"Tidakkah anda melihat raut wajahnya yang menyeramkan saat anda menahan keputusan tadi?"

Raja Dursoil menyeringai.

Rombongan berkuda mereka semakin jauh dari istana Basalto.  Langit juga nampak semakin kelam dan udara dingin mulai berhembus menembus pori-pori kulit. Satu per satu rintik hujan pun mulai menghujam bumi.

Kepala prajurit yang berada di barisan depan kereta raja, melambatkan kudanya dan menghampiri  kereta untuk menanyakan apakah rombongan mereka akan mencari  tempat berlindung atau tetap melanjutkan perjalanan.

Raja meminta mereka untuk terus berjalan. Dia ingin sampai ke kerajaan secepatnya.

Tetapi seiring perjalanan mereka, terpaan rintik hujan terasa semakin deras. Raja dan juru tulisnya terlindung dari hujan di dalam kereta. Tetapi Prajurit dan kuda-kuda termasuk kuda-kuda penarik kereta mulai basah kuyup dan kedinginan. Jalanan tanah juga mulai tergenang air di sana-sini sehingga lama kelamaan jalan kereta sakin lambat.

Selain itu petir semakin sering menyambar bumi. Terlihat bekas sambarannya yang menghitam hangus pada beberapa dahan pohon mereka lewati di pinggir jalan.

Raja pun memberi perintah untuk mencari tempat berteduh segera. Kebetulan saat itu mereka telah berada dekat dengan perbatasan utara sehingga raja menginginkan mereka singgah sejenak di perkebunan anggur.

Di tempat itu ada deretan rumah yang dibangun untuk para pekerja kebun anggur dan tempat para prajurit penjaga beristirahat. Ada juga rumah khusus untuk raja atau pejabat istana yang datang berkunjung.

Hujan masih saja deras saat raja dan rombongannya sampai ke areal perkebunan anggur itu.

Beberapa prajurit yang sedang berjaga berlari menyambut mereka.

"Bagaimana keadaan hari ini?" tanya kepala prajurit.

"Aman terkendali, Komandan. Sudah dua hari ini prajurit kerajaan Basalto tidak nampak lagi mencari gara-gara di tempat ini."

"Baguslah. Sekarang cepat siapkan kamar di rumah khusus. Juga kamar untuk beberapa prajurit."
"Siap, Komandan."

Para prajurit bekerja cepat. Tak lama kemudian, Raja Dursoil telah duduk santai pada kamar di lantai dua rumah khusus yang disiapkan untuknya. Saigus dan dua menemaninya.

“Gus,” ucap raja memecah kesunyian yang dihadirkan tarian hujan di luar sana.

“Yang Mulia.”

“Seandainya saja Radmir ada di sini, aku akan memintanya agar segera menghitung berapa rata-rata penghasilan dari kebun anggur kita di tempat ini setiap tahunnnya untuk membantu mempertimbangkan tawaran raja Basalto.”

“Benar, Yang Mulia.”

Radmir adalah pejabat setingkat bendahara di kerajaan Amenthop. Dia bertanggungjawab terhadap pencatatan dan pengelolaan aset-aset kerajaan, termasuk hasil kebun anggur itu.

“Lagipula, dua tahun terakhir ini, permintaan suplai anggur dari kerajaan-kerajaan di wilayah Timur jauh berkurang.”

“Ya, aku dengar mereka sekarang memesan anggur dari kerajaan Tarabor yang menguasai dataran tinggi di wilayah timur. Kerajaan itu bekerja sama dengan ahli-ahli pertanian dari kerajaan Ametys.”

“Oh, ya. Aku jadi ingat. Beberapa tahun lalu raja Ametys sendiri pernah berkunjung dan menawariku bibit anggur yang mereka kembangkan. Katanya buah anggur itu lebih tebal dengan cita rasa yang lebih kuat. Tapi saat itu aku tidak terlalu tertarik. Kamu tahu, bukan? Jangan mudah percaya dengan apapun yang diberikan kaum sihir.”
Saigus mengangguk.
Suara guntur yang menggelegar di langit mengejutkan mereka. Hampir bersamaan dengan itu, kilatan petir sekejab menerangi seluruh areal kebun anggur.
Raja Dursoil pun melangkah ke tepi jendela. Daun jendela terbuka lebar sehingga, beberapa rintik air yan dibawa angin membasahi beberapa bagian jendela itu. Dia mengedarkan pandangannya, berusaha menjangkau seluruh areal kebun anggur yang beberapa lama lagi siap dipanen itu.
“Para pekerja mengatakan hasil panen kali lebih banyak. Cuaca sedang bagus beberapa waktu ini,” ucap raja Dusoil lagi.
Dua atau tiga kali suara guntur kembali memenuhi langit. Kilatan petir yang turun dari langit juga semakin sering menghujam bumi.
Mula-mula tiang-tiang petir hanya menyapa areal perkebunan sesekali. Namun tak lama kemudian, petir-petir itu menghantam lebih sering, seiring suara guruh yang menggelegar berbalas-balasan. Lalu semakin lama fenomena badai petir itu semakin tidak wajar.
Hujan lebat yang menjadikan langit dan bumi begitu gelap, kontras dengan tirai-tirai petir yang terang benderang. Tirai-tirai petir itu tiba-tiba menghujam deras dari langit seperti gelombang kereta perang yang berjalan dari ujung areal perkebunan yang satu ke ujung yang lain.
Raja Dursoil dan prajurit-prajurit serta pekerja kebun anggur menatap semua itu dari dalam rumah dengan ekspresi heran bercampur ketakutan. Barisan petir itu kini malah berbelok ke arah deretan rumah.
“Hati-hati, Raja!” seru seorang prajurit begitu melihat cahaya menyilaukan mulai menghantam sisi rumah. Bersamaan dengan itu, salah satu tiang petir menghantam bingkai jendela dengan keras. Raja Dursoil sampai terpelanting ke belakang karena terkejut. Prajurit-prajurit yang berjaga segera memapahnya dan membantunya berdiri.
Suara guntur dan kilatan petir mulai mereda, menyisakan suara deras hujan bercampur angin. Raja Dursoil dibantu prajuritnya bangun tertatih-tatih. Ketakutan mereka bertambah saat memandang jendela yang menghitam hangus. Daun penutup jendela terlepas dari bingkainya. Masih tersisa asap tipis yang mengedarkan aroma kayu terbakar.
“Lihat ke arah kebun!” Terdengar seruan salah satu pekerja dari arah rumah yang lain.
Mereka semua serempak memandang ke arah areal perkebunan dan… kembali terkejut memandang yang disisakan badai petir barusan.
Sejauh mata memandang, areal kebun telah berubah menjadi lautan tanaman anggur yang hangus menghitam. Di beberapa titik masih nampak asap putih mengepul, akibat reaksi dari panas petir dan dinginnya guyuran hujan. Sepertinya badai petir yang baru saja terjadi telah membumihanguskan seluruh areal perkebunan.
“Oh, Dewa!”
“Ya ampun!”
“Aku baru sekali melihat pemandangan seperti ini.”
“Masih adakah yang tersisa?”
“Badai petir barusan begitu mengerikan!”
Para prajurit dan pekerja kebun yang menjadi saksi peristiwa itu mengeluarkan seruan-seruan heran dan putus asa.
Bibir raja Dursoil bergetar menahan kecamuk perasaan marah, takut dan benci di dalam hatinya. Dia lalu berteriak memanggil juru tulisnya.
 “Hamba, Yang Mulia.“ Dalam sekejab Saigus sudah berada di sampingnya.”…siap menerima titah.”
“Siapkan surat untuk raja Basalto segera. Katakan aku menerima tawarannya…. 5.000 Raphao. Bawa surat itu secepatnya ke istana Basalto setelah hujan reda. Aku tidak ikut. Aku akan pulang kembali ke kerajaan bersama kepala prajurit, prajurit yang lain bawa serta bersamamu.” Raja Dursoil memberi perintah dengan suara yang bergetar.
“Siap, Yang Mulia.”
Sementara itu, hujan yang sama masih mengguyur istana Basalto. Tapi tidak ada badai petir yang terjadi di situ. Semuanya terlihat baik-baik saja. Ah, tidak juga.
Basalto berdiri basah kuyup di atas bubungan menara istananya. Kedua tangannya yang terangkat mengeluarkan kepulan asap tipis putih dan wajahnya bersemu merah. Masih terasa endapan energi sihir yang besar di sekitarnya. Sepertinya dia baru saja menyelesaikan ajian sihir yang membutuhkan energi  maha besar.
Senyum kecil tergambar di sudut bibirnya.

----
(bersambung) 

 ilustrasi gambar dari: seraphoid.deviantart.com

Komentar