Fiksi Pilihan
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Basalto terlihat menahan amarah terhadap tanggapan raja
Dursoil itu. Tetapi dengan wibawa seorang raja, dia tetap mempersilahkan raja
Dursoil dan rombongannya meninggalkan istana dengan baik.
Saat itu hari sudah siang, tetapi cuaca di luar tidak
secerah semestinya karena langit mendung
sedang memendam cahaya dari raja hari.
"Tawaran raja Basalto cukup menggiurkan, Yang Mulia,"
ucap Saigus, juru tulis raja.
Mereka sekarang sedang terantuk-antuk di dalam
kereta kuda yang berjalan bersama rombongan meninggalkan istana Basalto. Raja
Dursoil menatapnya sambil memikirkan sesuatu.
"Aku juga tertarik, Gus. Tapi aku ingin melihat sejauh
mana kegigihan raja penyihir itu."
Raja Dursoil menyeringai.
Rombongan berkuda mereka semakin jauh dari istana Basalto. Langit juga nampak semakin kelam dan udara
dingin mulai berhembus menembus pori-pori kulit. Satu per satu rintik hujan pun
mulai menghujam bumi.
Kepala prajurit yang berada di barisan depan kereta raja, melambatkan
kudanya dan menghampiri kereta untuk
menanyakan apakah rombongan mereka akan mencari tempat berlindung atau tetap melanjutkan
perjalanan.
Raja meminta mereka untuk terus berjalan. Dia ingin sampai
ke kerajaan secepatnya.
Tetapi seiring perjalanan mereka, terpaan rintik hujan terasa
semakin deras. Raja dan juru tulisnya terlindung dari hujan di dalam kereta.
Tetapi Prajurit dan kuda-kuda termasuk kuda-kuda penarik kereta mulai basah kuyup
dan kedinginan. Jalanan tanah juga mulai tergenang air di sana-sini sehingga lama
kelamaan jalan kereta sakin lambat.
Selain itu petir semakin sering menyambar bumi. Terlihat
bekas sambarannya yang menghitam hangus pada beberapa dahan pohon mereka lewati
di pinggir jalan.
Raja pun memberi perintah untuk mencari tempat berteduh segera.
Kebetulan saat itu mereka telah berada dekat dengan perbatasan utara sehingga raja
menginginkan mereka singgah sejenak di perkebunan anggur.
Di tempat itu ada deretan rumah yang dibangun untuk para
pekerja kebun anggur dan tempat para prajurit penjaga beristirahat. Ada juga
rumah khusus untuk raja atau pejabat istana yang datang berkunjung.
Hujan masih saja deras saat raja dan rombongannya sampai ke
areal perkebunan anggur itu.
Beberapa prajurit yang sedang berjaga berlari menyambut
mereka.
"Bagaimana keadaan hari ini?" tanya kepala prajurit.
"Aman terkendali, Komandan. Sudah dua hari ini prajurit
kerajaan Basalto tidak nampak lagi mencari gara-gara di tempat ini."
"Baguslah. Sekarang cepat siapkan kamar di rumah khusus.
Juga kamar untuk beberapa prajurit."
"Siap, Komandan."
Para prajurit bekerja cepat. Tak lama kemudian, Raja Dursoil
telah duduk santai pada kamar di lantai dua rumah khusus yang disiapkan
untuknya. Saigus dan dua menemaninya.
“Gus,” ucap raja memecah kesunyian yang dihadirkan tarian
hujan di luar sana.
“Yang Mulia.”
“Seandainya saja Radmir ada di sini, aku akan memintanya agar
segera menghitung berapa rata-rata penghasilan dari kebun anggur kita di tempat
ini setiap tahunnnya untuk membantu mempertimbangkan tawaran raja Basalto.”
“Benar, Yang Mulia.”
Radmir adalah pejabat setingkat bendahara di kerajaan
Amenthop. Dia bertanggungjawab terhadap pencatatan dan pengelolaan aset-aset
kerajaan, termasuk hasil kebun anggur itu.
“Lagipula, dua tahun terakhir ini, permintaan suplai anggur dari
kerajaan-kerajaan di wilayah Timur jauh berkurang.”
“Ya, aku dengar
mereka sekarang memesan anggur dari kerajaan Tarabor yang menguasai dataran
tinggi di wilayah timur. Kerajaan itu bekerja sama dengan ahli-ahli pertanian
dari kerajaan Ametys.”
“Oh, ya. Aku
jadi ingat. Beberapa tahun lalu raja Ametys sendiri pernah berkunjung dan
menawariku bibit anggur yang mereka kembangkan. Katanya buah anggur itu lebih
tebal dengan cita rasa yang lebih kuat. Tapi saat itu aku tidak terlalu
tertarik. Kamu tahu, bukan? Jangan mudah percaya dengan apapun yang diberikan kaum
sihir.”
Saigus
mengangguk.
Suara guntur
yang menggelegar di langit mengejutkan mereka. Hampir bersamaan dengan itu,
kilatan petir sekejab menerangi seluruh areal kebun anggur.
Raja Dursoil
pun melangkah ke tepi jendela. Daun jendela terbuka lebar sehingga, beberapa
rintik air yan dibawa angin membasahi beberapa bagian jendela itu. Dia
mengedarkan pandangannya, berusaha menjangkau seluruh areal kebun anggur yang
beberapa lama lagi siap dipanen itu.
“Para pekerja
mengatakan hasil panen kali lebih banyak. Cuaca sedang bagus beberapa waktu ini,”
ucap raja Dusoil lagi.
Dua atau tiga
kali suara guntur kembali memenuhi langit. Kilatan petir yang turun dari langit
juga semakin sering menghujam bumi.
Mula-mula tiang-tiang
petir hanya menyapa areal perkebunan sesekali. Namun tak lama kemudian, petir-petir
itu menghantam lebih sering, seiring suara guruh yang menggelegar berbalas-balasan.
Lalu semakin lama fenomena badai petir itu semakin tidak wajar.
Hujan lebat
yang menjadikan langit dan bumi begitu gelap, kontras dengan tirai-tirai petir
yang terang benderang. Tirai-tirai petir itu tiba-tiba menghujam deras dari
langit seperti gelombang kereta perang yang berjalan dari ujung areal
perkebunan yang satu ke ujung yang lain.
Raja Dursoil dan
prajurit-prajurit serta pekerja kebun anggur menatap semua itu dari dalam rumah
dengan ekspresi heran bercampur ketakutan. Barisan petir itu kini malah berbelok
ke arah deretan rumah.
“Hati-hati, Raja!”
seru seorang prajurit begitu melihat cahaya menyilaukan mulai menghantam sisi
rumah. Bersamaan dengan itu, salah satu tiang petir menghantam bingkai jendela
dengan keras. Raja Dursoil sampai terpelanting ke belakang karena terkejut. Prajurit-prajurit
yang berjaga segera memapahnya dan membantunya berdiri.
Suara guntur
dan kilatan petir mulai mereda, menyisakan suara deras hujan bercampur angin.
Raja Dursoil dibantu prajuritnya bangun tertatih-tatih. Ketakutan mereka
bertambah saat memandang jendela yang menghitam hangus. Daun penutup jendela terlepas
dari bingkainya. Masih tersisa asap tipis yang mengedarkan aroma kayu terbakar.
“Lihat ke arah
kebun!” Terdengar seruan salah satu pekerja dari arah rumah yang lain.
Mereka semua
serempak memandang ke arah areal perkebunan dan… kembali terkejut memandang
yang disisakan badai petir barusan.
Sejauh mata
memandang, areal kebun telah berubah menjadi lautan tanaman anggur yang hangus
menghitam. Di beberapa titik masih nampak asap putih mengepul, akibat reaksi
dari panas petir dan dinginnya guyuran hujan. Sepertinya badai petir yang baru
saja terjadi telah membumihanguskan seluruh areal perkebunan.
“Oh, Dewa!”
“Ya ampun!”
“Aku baru sekali
melihat pemandangan seperti ini.”
“Masih adakah
yang tersisa?”
“Badai petir barusan begitu mengerikan!”
Para prajurit
dan pekerja kebun yang menjadi saksi peristiwa itu mengeluarkan seruan-seruan heran
dan putus asa.
Bibir raja
Dursoil bergetar menahan kecamuk perasaan marah, takut dan benci di dalam hatinya.
Dia lalu berteriak memanggil juru tulisnya.
“Hamba, Yang Mulia.“ Dalam sekejab Saigus
sudah berada di sampingnya.”…siap menerima titah.”
“Siapkan surat
untuk raja Basalto segera. Katakan aku menerima tawarannya…. 5.000 Raphao. Bawa
surat itu secepatnya ke istana Basalto setelah hujan reda. Aku tidak ikut. Aku
akan pulang kembali ke kerajaan bersama kepala prajurit, prajurit yang lain bawa
serta bersamamu.” Raja Dursoil memberi perintah dengan suara yang bergetar.
“Siap, Yang
Mulia.”
Sementara itu,
hujan yang sama masih mengguyur istana Basalto. Tapi tidak ada badai petir yang
terjadi di situ. Semuanya terlihat baik-baik saja. Ah, tidak juga.
Basalto berdiri
basah kuyup di atas bubungan menara istananya. Kedua tangannya yang terangkat mengeluarkan
kepulan asap tipis putih dan wajahnya bersemu merah. Masih terasa endapan
energi sihir yang besar di sekitarnya. Sepertinya dia baru saja menyelesaikan
ajian sihir yang membutuhkan energi maha
besar.
Senyum kecil tergambar di sudut bibirnya.
Komentar