Fiksi Pilihan

Nada Tinggi Belum Tentu Marah

  Di ruang persiapan, tuan presiden dalam balutan batik kontemporer sekali lagi memandang naskah pidatonya dan memberi perhatian pada tanda-tanda baca warna-warni yang bertebaran di sepanjang naskah.

Basalto Terakhir [45-48]



Tiga hari sesudah peristiwa badai petir, kepemilikan areal kebun anggur berpindah tangan dari kerajaan Amenthop kepada kerajaan Basalto. Raja Dursoil telah membuat surat pengakuan penjualan dengan menyepakati harga penjualan sesuai penawaran raja Basalto. Jadi secara resmi kebun anggur itu kini menjadi milik kerajaan Basalto.

Tetapi apa sebenarnya yang diharapkan dari sebuah perkebunan anggur yang telah diluluhlantakkan serangan petir?

Petang ini, kabut yang menyelimuti dataran tinggi di perbatasan utara akan menyingkapkan jawabannya.


Dua orang pria berkuda terburu-buru menembus kabut pekat itu. Keduanya memakai mantel hitam  panjang yang tersentak-sentak selaras dengan hentakan kaki-kaki kuda mereka. Tudung mantel yang mereka kenakan memayungi kepala mereka rapat-rapat. Dari pinggang pria yang posisinya paling depan tersembul tongkat sihir  dari perak dengan hiasan batu mulia di ujungnya. Sementara dari pinggang pria yang lainnya tersembul  gagang pedang yang dihiasi ukir-ukiran kayu merah. Pedang seperti itu hanya dikenakan oleh prajurit-prajurit berpangkat tinggi di kerajaan Basalto.

Kuda mereka meringkih tiba-tiba saat keduanya menarik kekang untuk mengarahkan kudanya berbelok tajam. Mereka telah mendekati perbatasan utara, lalu mengarahkan kuda-kuda ke areal kebun anggur yang baru saja berpindah tangan itu.

Begitu sampai di halaman rumah-rumah para pekerja kebun anggur yang telah kosong melompong, keduanya langsung turun dari kuda dan membuka tudung  kepala masing-masing. Pengendara kuda yang pertama ternyata raja Basalto sendiri, sedangkan pria di belakangnya adalah Hur, pimpinan prajurit kerajaan Basalto.

Basalto mengarahkan tongkat sihirnya ke depan dan menembakkan energi sihirnya sehingga dalam sekejab kabut tebal yang berada di sekitar mereka menyingkir. Kini terlihat lebih jelas pemandangan kebun anggur yang telah hangus menghitam.

Terlihat pula sebuah kereta barang dengang dua ekor kuda penarik terikat dengan rapi pada istal kecil di samping rumah yang mereka hampiri.

“Bagus. Mereka telah menyiapkan kuda-kuda pengangkut,” ucap Basalto. Tangan kirinya mengeluarkan gulungan perkamen tua dari saku mantelnya.

“Apa sebenarnya yang akan kita cari, Yang Mulia?” Hur memberanikan diri bertanya.

“Aku juga penasaran, Hur. Jadi agar pertanyaan kita berdua terjawab, sebaiknya kita segera mulai mencari.”

Setelah menambatkan kuda-kuda, mereka mengarahkan langkah kaki ke areal kebun anggur.
Pemandangan dari jauh memang tidak jauh berbeda dengan yang mereka saksikan sendiri dari dekat. Mereka kini melewati selasar-selasar yang terbentuk dari petak-petak tanaman anggur. Hampir seluruh tanaman anggur yang mestinya telah ranum kehilangan warna aslinya, berganti warna dengan hitam hangus, bekas sambaran petir.

Raja Basalto memimpin di depan, sedangkan Hur mengekor. Mereka telah berjalan cukup lama, sesekali berbelok mengitari petak demi petak, berbekal arah yang dituliskan pada perkamen di tangan Basalto. Hur sudah mulai kehilangan kesabaran, tapi dia tetap patuh mengingat di depannya adalah penyihir paling berkuasa di kerajaan itu.

Ternyata langkah mereka tertuju ke sisi perkebunan paling timur. Kabut semakin tebal, kendati sudah beberapa kali disibak oleh sihir mereka. Matahari semakin redup dan suara jeram-jeram sungai Kharrum mulai terdengar dari tempat mereka.

Basalto menghentikan langkahnya. Jika arah dalam perkamen sudah sesuai, mestinya mereka sudah sampai pada lokasi yang dituju.

“Kamu merasakan sesuatu, Hur? Ada getaran energi sihir yang terpendam di sekitar tempat ini…”

“Benar, Yang Mulia. Samar-samar. Tetapi sepertinya sihir hitam atau semacamnya…”

“Kita akan segera tahu. Bersiaplah, Hur.” Basalto memasang kuda-kuda, diikuti Hur. “Aku akan membersihkan kebun di sekitar kita.

Ujung tongkat sihir Basalto mengeluarkan cahaya biru gelap saat dia mulai melantunkan barisan mantra yang diakhiri seruan panjang.

“Guruh murka debu berintan, luruh jiwa semesta sapu rintang, luruh darah debu tulang. Seluruuuhh….!!”

Cahaya dari ujung tongkat sihir Basalto membesar dan terasa ada hempasan energi dahsyat yang muncul dari cahaya tersebut. Hur mendadak merasakan hawa panas menyengat sehingga cepat-cepat membungkus dirinya dengan selubung energi sihir.

Begitu cahaya dari tongkat sihir Basalto meredup, mata Hur terbelalak. Di sekitar mereka, sejauh jangkauan cahaya tadi kini kosong melompong. Tak tersisa sedikitpun tanda-tanda kalau semula ada hamparan tanaman anggur di sekitar situ.

Diam-diam dia mengakui kehebatan ilmu sihir rajanya. Dia memang sudah banyak mempelajari sihir pertahanan diri atau sihir yang biasa digunakan dalam peperangan. Tapi seperti yang barusan dilihatnya adalah ilmu sihir yang jarang ditemui. Dengan ilmu sihir tersebut, sekali serang, dia bisa langsung menghancurkan lawan yang banyak di sekitarnya.

“Kini kita berbagi tugas, Hur. Yang kita cari terpendam beberapa kaki di dalam tanah, lokasi persisnya tidak diketahui. Yang jelas dia ada pada satu titik di daerah ini. Aku mencari mulai dari tengah ini ke arah timur, dan kamu ke arah sebaliknya.”

“Maafkan aku, Yang Mulia. Tapi bagaimana caranya mencari kalau kita tidak tahu lokasi pastinya?”

“Gunakan saja beberapa mantra untuk mematahkan perisai sihir, atau mantra untuk mendeteksi energi sihir. Lontarkan ke atas permukaan tanah secara berurutan, jika mantra yang kamu lontarkan bereaksi. Segera beritahu, sisanya serahkan padaku.”

“Baik, Yang Mulia.”

Mereka berdua pun mulai bekerja, diawali dari titik tengah tempat mereka berpijak saat ini, menuju ke arah yang berlawanan. Tanah berhamburan berkali-kali terkena energi sihir yang mereka lontarkan. Tapi sejauh ini tidak ada hasil yang terlihat.

Barulah ketika matahari di ufuk barat hampir memasuki peraduannya, Basalto berseru.

“Aku menemukannya, Hur!”

Hur pun berhenti lalu segera berlari ke arah Basalto yang berdiri terpaku memandang ke satu titik di dekat kakinya.

“Ada di situ,” ucap Basalto lalu membaca barisan mantra lagi. Kali ini lebih panjang dari yang pertama. Gunanya untuk mematahkan perisai sihir yang memagari sesuatu yang mereka cari itu.

Setelah mantranya selesai, Basalto kembali memerintah Hur.

“Bersiaplah, Hur. Bantu aku. Kita akan mengangkat sesuatu dari kedalaman tanah.” Basalto tidak bisa menyembunyikan semangat berapi-api dalam suaranya. Hur pun mengangguk.

Tongkat sihir Basalto berpendar lagi, lalu dari ujung tongkatnya melesat larik cahaya biru menuju ke dalam tanah. Hur merasa pijakan kakinya bergetar, sementara Basalto terus berkonsentrasi. Cahaya dari ujung tongkatnya semakin lama semakin tebal.

Tak lama kemudian, sesuatu dari dalam tanah berusaha menyembul ke atas dengan menyibak lapisan demi lapisan tanah di atasnya. Hur pun membantu dengan menyalurkan energi sihirnya untuk ikut mengangkat benda itu.

Sebuah peti.

Itulah benda yang dicari-cari. Peti itu berhasil terangkat ke permukaan dan kini tergeletak di antara Basalto dan Hur. Peti yang terbuat dari kayu merah dan diberi lapisan sisik naga itu seukuran peti jenazah, hanya saja lebih lebih lebar dan tinggi.. Tak banyak ukiran atau guratan yang menandakan kalau isi peti itu adalah sesuatu yang berharga. Tapi energi sihir yang dipancarkannya benar-benar terasa saat ini.

Bibir Hur terkatup rapat. Dia sebenarnya punya banyak pertanyaan, tetapi ketakutannya mengalahkan rasa ingin tahunya.

“Tak ada perisai khusus untuk mengunci peti ini. Padahal perisai-perisai yang dipasang di atasnya adalah perisai tingkat tinggi. Pasti mereka berpikir tidak akan ada orang yang begitu serius mencari kembali emas hitam ini.”

Basalto pun mengetuk penutup peti ini dengan pangkal tongkat sihirnya. Tiga kali ketuk, dan penutup peti terbuka ke atas. Sekonyong-konyong endapan energi sihir yang tersimpan lama, menyeruak keluar dari dalam peti dan membumbung tinggi ke angkasa. Energi sihir itu menyerupai asap hitam pekat yang muncul dan menghilang secepat angin.

Wajah Hur memucat. Tapi Basalto tetap nampak tenang. Malah dengan mata berbinar dia memandangi isi peti itu sepuasnya. Banyak gulungan perkamen dan kitab-kitab sihir aneka ukuran sisa-sisa peradaban kaum sihir dari masa lalu.

“Sepertinya ini aneka ilmu sihir hitam,” ucap Hur terbata-bata.

“Ini kekayaan kaum sihir yang harus kita jaga, Hur. Ini kekayaan. Sekarang bantu aku membawanya ke kuda pengangkut.”

*******
Hari-hari di padepokan sihir kerajaan Basalto tetap berjalan seperti biasa. Hanya saja hari ini suasana  alam sedikit berbeda. Angin sejak pagi bertiup kencang, seperti akan mengantarkan sebuah badai. Langit pun sejak tadi terlihat mendung tanpa hujan.

Murid-murid yang sedang berlatih di halaman utama padepokan terlihat bingung dengan fenomena alam itu. Murid-murid yang lebih senior dan insting sihirnya lebih tajam menyadari ada energi hitam yang tiba-tiba muncul di sekitar padepokan. Tapi mereka tidak tahu persis apa yang sebenarnya terjadi.

Basalto sudah berupaya membentengi istananya dengan tabir sihir agar keberadaan perkamen dan kitab sihir yang ditemukannya di areal kebun anggur tersamarkan. Tetapi tetap saja benda sihir sesakti itu tidak bisa tertutupi aura sihirnya sepenuhnya.

Siang ini Basalto sedang menyendiri di ruang kerjanya. Di hadapannya terhampar isi peti, perkamen-perkamen dan beberapa kitab kuno. Kitab kuno berisi sejarah peradaban kaum sihir dan sejumlah mantra yang biasa digunakan dalam peperangan. Basalto nampak tidak tertarik karena sebagian besar mantra itu sudah dikuasainya

Dia lebih tertarik pada perkamen-perkamen yang nampaknya disegel oleh siapa pun yang menguburnya. Bukan disegel, lebih tepatnya dipasangi trik sihir agar tidak bisa serta merta terbaca oleh orang yang kelak menemukannya.

Jika gulungan perkamen dibuka, hanya nampak mantra biasa yang tertulis di situ. Namun dari aura hitam kuat yang dipancarkan perkamen-perkamen itu, Basalto yakin kalau perkamen itu berisi mantra  ilmu hitam tingkat tinggi yang disebut kutuk. Basalto pun mencoba berbagai mantra untuk membongkar trik sihir tersebut.

Saat trik sihir berhasil terpatahkan dengan mantra yang tepat, maka tulisan asli perkamen akan menampakkan diri, sedangkan tulisan sebelumnya yang hanya merupakan kamuflase akan hilang dengan sendirinya.

Basalto telah berhasil mematahkan trik dua perkamen. Kedua perkamen berisi kutuk yang belum pernah didengarnya sama sekali. Bahkan salah satu kutuk yang disebut kutuk Tidur Abadi, diterakan di situ tidak punya penangkal, jadi harus berhati-hati menggunakannya.

Keberhasilan itu membuat Basalto makin bersemangat membuka perkamen-perkamen sihir lainnya. Dia tidak ubahnya seorang yang sangat dahaga dan ingin mereguk sepuas-puasnya pengetahuan sihir yang terhampar di hadapannya.

Tapi sesuatu tiba-tiba mengusik perhatiannya. Bukan angin kencang yang mengguncang-guncang daun jendela sejak tadi, bukan juga langit yang terus menerus mendung. Dia merasa ada kekuatan sihir besar yang muncul tiba-tiba.

Bersamaan dengan itu, muncul bayangan besar dan cepat dari angkasa. Seekor naga dan penunggangnya. Naga itu memamerkan suara besarnya saat hendak melakukan pendaratan di halaman depan istana Basalto. Para prajurit yang berjaga sudah bersiap-siap, tetapi begitu naga itu mendarat dan penunggangnya turun menghampiri, mereka memberi hormat takzim.

"Selamat datang, Ratu." Mereka memberi salam pada Emerald, pemimpin kerajaan sihir di Selatan Gopalagos. Pakaian kebesaran masih dikenakannya dengan lengkap. Tongkat sihir juga siap sedia di tangannya.

Emerald membalas salam mereka, lalu tanpa banyak basa-basi menanyai salah satu prajurit.

"Raja kalian ada di istana?"

"Benar, Ratu. Salah satu prajurit sedang memberitahunya tentang kedatangan Ratu saat ini."

"Apa yang terjadi di tempat ini? Mengapa ada hawa jahat yang benar-benar kuat?”

Prajurit yang ditanyai menunduk dan nampak ragu menjawabnya.

"Wah, kamu tidak bilang-bilang kalau hendak berkunjung." Basalto telah muncul di ambang pintu utama istana.

"Aku tidak sedang berjalan-jalan. Dan demi Dewa, katakan apa yang sedang terjadi di sini?"
Basalto tersenyum penuh makna.

"Aku akan memperlihatkannya kepadamu. Ayolah bersamaku ke dalam istana."
Emerald menatap penuh selidik.

"Justru energi sihir hitam ini rasanya berasal dari dalam istanamu."
"Tenang saja, Kawan. Semua terkendali. Oh ya, apa harus kupanggilkan orang untuk mengurus nagamu?"

Emerald melihat tunggangannya sedang berleha-leha dan menjilati tungkai tangannya untuk membersihkan diri.

"Kurasa tidak perlu. Ayo lihat apa yang akan kamu tunjukkan..."

Emerald pun mengekor Basalto menuju ke lantai dua istana, tempat ruang kerjanya berada. Tapi Emerald tetap tidak bisa menyembunyikan rasa penasarannya. Sambil menyusuri anak tangga demi anak tangga dia terus mencecar Basalto.

"Sebaiknya ini bukan hal yang buruk, Thores."

"Ah, dalam hal ini baik atau buruk hanya masalah sudut pandang saja. Nanti cobalah memakai sudut pandangku.”

“Apa sebenarnya yang akan kamu tunjukkan?”

:Aku... aku telah menemukan 'emas hitam', Kawan."

"Emas hitam?" Kening Emerald berkerut. Dia pernah mendengar istilah itu sebelumnya. Tapi sepertinya sudah lama sekali.

"Tidak ingatkah kamu? Saat kita masih menjadi murid di tempat ini, Guru Shandong sesekali menyebutnya."

Emerald pun menemukan kembali potongan-potongan memori tentang emas hitam itu.

"Ah, ya. Aku ingat sekarang."

Seketika itu mata Emerald membulat.

"Bukankah itu kata sandi untuk tempat penyimpanan mantra-mantra hitam kuno yang tidak boleh lagi dipelajari."

"Mantra itu, mau tidak mau kita harus mengakuinya, sebenarnya merupakan kekayaan kaum sihir. Para tua-tua kaum sihir sengaja memberi segel yang kuat dan menyembunyikannya agar tidak pernah ditemukan kaum sihir berikutnya."

"Tapi kamu menemukannya?"

Basalto mengangguk.

Saat ini mereka telah berada di pintu masuk ruang kerja Basalto. Dari situ Emerald bisa merasa getaran energi sihir hitam yang kuat. Dia sangat terperangah memandang perkamen-perkamen dan kitab sihir kuno di atas meja kerja Basalto.


“Kamu sudah gila, ya? Semua obsesimu ini hampir membutakan hati nuranimu, Thores!”
-------

(bersambung)
ilustrasi gambar dari www.houzz.com

Komentar

Suryadiarmanrozaq mengatakan…
good post mas. kapan jadi bukunya
pical gadi mengatakan…
Makasih mampirnya mas. Target menyelesaikan dulu naskahnya mas. Setelah itu diserahkan kepada penerbit yang menilai.