Fiksi Pilihan
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Tiga hari sesudah peristiwa badai petir, kepemilikan areal
kebun anggur berpindah tangan dari kerajaan Amenthop kepada kerajaan Basalto.
Raja Dursoil telah membuat surat pengakuan penjualan dengan menyepakati harga
penjualan sesuai penawaran raja Basalto. Jadi secara resmi kebun anggur itu
kini menjadi milik kerajaan Basalto.
Tetapi apa sebenarnya yang diharapkan dari sebuah perkebunan
anggur yang telah diluluhlantakkan serangan petir?
Petang ini, kabut yang menyelimuti dataran tinggi di
perbatasan utara akan menyingkapkan jawabannya.
Dua orang pria berkuda terburu-buru menembus kabut pekat itu.
Keduanya memakai mantel hitam panjang yang
tersentak-sentak selaras dengan hentakan kaki-kaki kuda mereka. Tudung mantel
yang mereka kenakan memayungi kepala mereka rapat-rapat. Dari pinggang pria
yang posisinya paling depan tersembul tongkat sihir dari perak dengan hiasan batu mulia di
ujungnya. Sementara dari pinggang pria yang lainnya tersembul gagang pedang yang dihiasi ukir-ukiran kayu
merah. Pedang seperti itu hanya dikenakan oleh prajurit-prajurit berpangkat
tinggi di kerajaan Basalto.
Kuda mereka meringkih tiba-tiba saat keduanya menarik kekang
untuk mengarahkan kudanya berbelok tajam. Mereka telah mendekati perbatasan
utara, lalu mengarahkan kuda-kuda ke areal kebun anggur yang baru saja
berpindah tangan itu.
Begitu sampai di halaman rumah-rumah para pekerja kebun
anggur yang telah kosong melompong, keduanya langsung turun dari kuda dan
membuka tudung kepala masing-masing.
Pengendara kuda yang pertama ternyata raja Basalto sendiri, sedangkan pria di
belakangnya adalah Hur, pimpinan prajurit kerajaan Basalto.
Basalto mengarahkan tongkat sihirnya ke depan dan
menembakkan energi sihirnya sehingga dalam sekejab kabut tebal yang berada di sekitar
mereka menyingkir. Kini terlihat lebih jelas pemandangan kebun anggur yang
telah hangus menghitam.
Terlihat pula sebuah kereta barang dengang dua ekor kuda
penarik terikat dengan rapi pada istal kecil di samping rumah yang mereka
hampiri.
“Bagus. Mereka telah menyiapkan kuda-kuda pengangkut,” ucap
Basalto. Tangan kirinya mengeluarkan gulungan perkamen tua dari saku mantelnya.
“Apa sebenarnya yang akan kita cari, Yang Mulia?” Hur
memberanikan diri bertanya.
“Aku juga penasaran, Hur. Jadi agar pertanyaan kita berdua
terjawab, sebaiknya kita segera mulai mencari.”
Setelah menambatkan kuda-kuda, mereka mengarahkan langkah
kaki ke areal kebun anggur.
Pemandangan dari jauh memang tidak jauh berbeda dengan yang
mereka saksikan sendiri dari dekat. Mereka kini melewati selasar-selasar yang
terbentuk dari petak-petak tanaman anggur. Hampir seluruh tanaman anggur yang
mestinya telah ranum kehilangan warna aslinya, berganti warna dengan hitam
hangus, bekas sambaran petir.
Raja Basalto memimpin di depan, sedangkan Hur mengekor.
Mereka telah berjalan cukup lama, sesekali berbelok mengitari petak demi petak,
berbekal arah yang dituliskan pada perkamen di tangan Basalto. Hur sudah mulai
kehilangan kesabaran, tapi dia tetap patuh mengingat di depannya adalah
penyihir paling berkuasa di kerajaan itu.
Ternyata langkah mereka tertuju ke sisi perkebunan paling
timur. Kabut semakin tebal, kendati sudah beberapa kali disibak oleh sihir
mereka. Matahari semakin redup dan suara jeram-jeram sungai Kharrum mulai terdengar dari tempat
mereka.
Basalto menghentikan langkahnya. Jika arah dalam perkamen
sudah sesuai, mestinya mereka sudah sampai pada lokasi yang dituju.
“Kamu merasakan sesuatu, Hur? Ada getaran energi sihir yang
terpendam di sekitar tempat ini…”
“Benar, Yang Mulia. Samar-samar. Tetapi sepertinya sihir
hitam atau semacamnya…”
“Kita akan segera tahu. Bersiaplah, Hur.” Basalto memasang
kuda-kuda, diikuti Hur. “Aku akan membersihkan kebun di sekitar kita.
Ujung tongkat sihir Basalto mengeluarkan cahaya biru gelap
saat dia mulai melantunkan barisan mantra yang diakhiri seruan panjang.
“Guruh murka debu berintan, luruh jiwa semesta sapu rintang,
luruh darah debu tulang. Seluruuuhh….!!”
Cahaya dari ujung tongkat sihir Basalto membesar dan terasa
ada hempasan energi dahsyat yang muncul dari cahaya tersebut. Hur mendadak
merasakan hawa panas menyengat sehingga cepat-cepat membungkus dirinya dengan selubung
energi sihir.
Begitu cahaya dari tongkat sihir Basalto meredup, mata Hur
terbelalak. Di sekitar mereka, sejauh jangkauan cahaya tadi kini kosong
melompong. Tak tersisa sedikitpun tanda-tanda kalau semula ada hamparan tanaman
anggur di sekitar situ.
Diam-diam dia mengakui kehebatan ilmu sihir rajanya. Dia
memang sudah banyak mempelajari sihir pertahanan diri atau sihir yang biasa
digunakan dalam peperangan. Tapi seperti yang barusan dilihatnya adalah ilmu
sihir yang jarang ditemui. Dengan ilmu sihir tersebut, sekali serang, dia bisa
langsung menghancurkan lawan yang banyak di sekitarnya.
“Kini kita berbagi tugas, Hur. Yang kita cari terpendam
beberapa kaki di dalam tanah, lokasi persisnya tidak diketahui. Yang jelas dia
ada pada satu titik di daerah ini. Aku mencari mulai dari tengah ini ke arah
timur, dan kamu ke arah sebaliknya.”
“Maafkan aku, Yang Mulia. Tapi bagaimana caranya mencari
kalau kita tidak tahu lokasi pastinya?”
“Gunakan saja beberapa mantra untuk mematahkan perisai sihir,
atau mantra untuk mendeteksi energi sihir. Lontarkan ke atas permukaan tanah secara
berurutan, jika mantra yang kamu lontarkan bereaksi. Segera beritahu, sisanya
serahkan padaku.”
“Baik, Yang Mulia.”
Mereka berdua pun mulai bekerja, diawali dari titik tengah
tempat mereka berpijak saat ini, menuju ke arah yang berlawanan. Tanah berhamburan
berkali-kali terkena energi sihir yang mereka lontarkan. Tapi sejauh ini tidak ada
hasil yang terlihat.
Barulah ketika matahari di ufuk barat hampir memasuki
peraduannya, Basalto berseru.
“Aku menemukannya, Hur!”
Hur pun berhenti lalu segera berlari ke arah Basalto yang
berdiri terpaku memandang ke satu titik di dekat kakinya.
“Ada di situ,” ucap Basalto lalu membaca barisan mantra
lagi. Kali ini lebih panjang dari yang pertama. Gunanya untuk mematahkan
perisai sihir yang memagari sesuatu yang mereka cari itu.
Setelah mantranya selesai, Basalto kembali memerintah Hur.
“Bersiaplah, Hur. Bantu aku. Kita akan mengangkat sesuatu
dari kedalaman tanah.” Basalto tidak bisa menyembunyikan semangat berapi-api
dalam suaranya. Hur pun mengangguk.
Tongkat sihir Basalto berpendar lagi, lalu dari ujung
tongkatnya melesat larik cahaya biru menuju ke dalam tanah. Hur merasa pijakan
kakinya bergetar, sementara Basalto terus berkonsentrasi. Cahaya dari ujung
tongkatnya semakin lama semakin tebal.
Tak lama kemudian, sesuatu dari dalam tanah berusaha menyembul
ke atas dengan menyibak lapisan demi lapisan tanah di atasnya. Hur pun membantu
dengan menyalurkan energi sihirnya untuk ikut mengangkat benda itu.
Sebuah peti.
Itulah benda yang dicari-cari. Peti itu berhasil terangkat
ke permukaan dan kini tergeletak di antara Basalto dan Hur. Peti yang terbuat
dari kayu merah dan diberi lapisan sisik naga itu seukuran peti jenazah, hanya
saja lebih lebih lebar dan tinggi.. Tak banyak ukiran atau guratan yang
menandakan kalau isi peti itu adalah sesuatu yang berharga. Tapi energi sihir
yang dipancarkannya benar-benar terasa saat ini.
Bibir Hur terkatup rapat. Dia sebenarnya punya banyak
pertanyaan, tetapi ketakutannya mengalahkan rasa ingin tahunya.
“Tak ada perisai khusus untuk mengunci peti ini. Padahal
perisai-perisai yang dipasang di atasnya adalah perisai tingkat tinggi. Pasti
mereka berpikir tidak akan ada orang yang begitu serius mencari kembali emas
hitam ini.”
Basalto pun mengetuk penutup peti ini dengan pangkal tongkat
sihirnya. Tiga kali ketuk, dan penutup peti terbuka ke atas. Sekonyong-konyong endapan
energi sihir yang tersimpan lama, menyeruak keluar dari dalam peti dan
membumbung tinggi ke angkasa. Energi sihir itu menyerupai asap hitam pekat yang
muncul dan menghilang secepat angin.
Wajah Hur memucat. Tapi Basalto tetap nampak tenang. Malah
dengan mata berbinar dia memandangi isi peti itu sepuasnya. Banyak gulungan
perkamen dan kitab-kitab sihir aneka ukuran sisa-sisa peradaban kaum sihir dari
masa lalu.
“Sepertinya ini aneka ilmu sihir hitam,” ucap Hur
terbata-bata.
“Ini kekayaan kaum sihir yang harus kita jaga, Hur. Ini
kekayaan. Sekarang bantu aku membawanya ke kuda pengangkut.”
*******
Hari-hari di padepokan sihir kerajaan Basalto tetap berjalan
seperti biasa. Hanya saja hari ini suasana
alam sedikit berbeda. Angin sejak pagi bertiup kencang, seperti akan
mengantarkan sebuah badai. Langit pun sejak tadi terlihat mendung tanpa hujan.
Murid-murid yang sedang berlatih di halaman utama padepokan terlihat
bingung dengan fenomena alam itu. Murid-murid yang lebih senior dan insting
sihirnya lebih tajam menyadari ada energi hitam yang tiba-tiba muncul di
sekitar padepokan. Tapi mereka tidak tahu persis apa yang sebenarnya terjadi.
Basalto sudah berupaya membentengi istananya dengan tabir sihir
agar keberadaan perkamen dan kitab sihir yang ditemukannya di areal kebun
anggur tersamarkan. Tetapi tetap saja benda sihir sesakti itu tidak bisa
tertutupi aura sihirnya sepenuhnya.
Siang ini Basalto sedang menyendiri di ruang kerjanya. Di hadapannya
terhampar isi peti, perkamen-perkamen dan beberapa kitab kuno. Kitab kuno berisi
sejarah peradaban kaum sihir dan sejumlah mantra yang biasa digunakan dalam
peperangan. Basalto nampak tidak tertarik karena sebagian besar mantra itu
sudah dikuasainya
Dia lebih tertarik pada perkamen-perkamen yang nampaknya disegel
oleh siapa pun yang menguburnya. Bukan disegel, lebih tepatnya dipasangi trik
sihir agar tidak bisa serta merta terbaca oleh orang yang kelak menemukannya.
Jika gulungan perkamen dibuka, hanya nampak mantra biasa
yang tertulis di situ. Namun dari aura hitam kuat yang dipancarkan
perkamen-perkamen itu, Basalto yakin kalau perkamen itu berisi mantra ilmu hitam tingkat tinggi yang disebut kutuk. Basalto
pun mencoba berbagai mantra untuk membongkar trik sihir tersebut.
Saat trik sihir berhasil terpatahkan dengan mantra yang
tepat, maka tulisan asli perkamen akan menampakkan diri, sedangkan tulisan sebelumnya
yang hanya merupakan kamuflase akan hilang dengan sendirinya.
Basalto telah berhasil mematahkan trik dua perkamen. Kedua
perkamen berisi kutuk yang belum pernah didengarnya sama sekali. Bahkan salah
satu kutuk yang disebut kutuk Tidur Abadi, diterakan di situ tidak punya
penangkal, jadi harus berhati-hati menggunakannya.
Keberhasilan itu membuat Basalto makin bersemangat membuka perkamen-perkamen
sihir lainnya. Dia tidak ubahnya seorang yang sangat dahaga dan ingin mereguk
sepuas-puasnya pengetahuan sihir yang terhampar di hadapannya.
Tapi sesuatu tiba-tiba mengusik perhatiannya. Bukan angin
kencang yang mengguncang-guncang daun jendela sejak tadi, bukan juga langit yang
terus menerus mendung. Dia merasa ada kekuatan sihir besar yang muncul
tiba-tiba.
Bersamaan dengan itu, muncul bayangan besar dan cepat dari
angkasa. Seekor naga dan penunggangnya. Naga itu memamerkan suara besarnya saat
hendak melakukan pendaratan di halaman depan istana Basalto. Para prajurit yang
berjaga sudah bersiap-siap, tetapi begitu naga itu mendarat dan penunggangnya
turun menghampiri, mereka memberi hormat takzim.
"Selamat datang, Ratu." Mereka memberi salam pada
Emerald, pemimpin kerajaan sihir di Selatan Gopalagos. Pakaian kebesaran masih dikenakannya
dengan lengkap. Tongkat sihir juga siap sedia di tangannya.
Emerald membalas salam mereka, lalu tanpa banyak basa-basi
menanyai salah satu prajurit.
"Raja kalian ada di istana?"
"Benar, Ratu. Salah satu prajurit sedang memberitahunya
tentang kedatangan Ratu saat ini."
"Apa yang terjadi di tempat ini? Mengapa ada hawa jahat
yang benar-benar kuat?”
Prajurit yang ditanyai menunduk dan nampak ragu menjawabnya.
"Wah, kamu tidak bilang-bilang kalau hendak
berkunjung." Basalto telah muncul di ambang pintu utama istana.
"Aku tidak sedang berjalan-jalan. Dan demi Dewa,
katakan apa yang sedang terjadi di sini?"
Basalto tersenyum penuh makna.
"Aku akan memperlihatkannya kepadamu. Ayolah bersamaku
ke dalam istana."
Emerald menatap penuh selidik.
"Justru energi sihir hitam ini rasanya berasal dari
dalam istanamu."
"Tenang saja, Kawan. Semua terkendali. Oh ya, apa harus
kupanggilkan orang untuk mengurus nagamu?"
Emerald melihat tunggangannya sedang berleha-leha dan menjilati
tungkai tangannya untuk membersihkan diri.
"Kurasa tidak perlu. Ayo lihat apa yang akan kamu
tunjukkan..."
Emerald pun mengekor Basalto menuju ke lantai dua istana,
tempat ruang kerjanya berada. Tapi Emerald tetap tidak bisa menyembunyikan rasa
penasarannya. Sambil menyusuri anak tangga demi anak tangga dia terus mencecar
Basalto.
"Sebaiknya ini bukan hal yang buruk, Thores."
"Ah, dalam hal ini baik atau buruk hanya masalah sudut
pandang saja. Nanti cobalah memakai sudut pandangku.”
“Apa sebenarnya yang akan kamu tunjukkan?”
:Aku... aku telah menemukan 'emas hitam', Kawan."
"Emas hitam?" Kening Emerald berkerut. Dia pernah
mendengar istilah itu sebelumnya. Tapi sepertinya sudah lama sekali.
"Tidak ingatkah kamu? Saat kita masih menjadi murid di
tempat ini, Guru Shandong sesekali menyebutnya."
Emerald pun menemukan kembali potongan-potongan memori tentang
emas hitam itu.
"Ah, ya. Aku ingat sekarang."
Seketika itu mata Emerald membulat.
"Bukankah itu kata sandi untuk tempat penyimpanan mantra-mantra
hitam kuno yang tidak boleh lagi dipelajari."
"Mantra itu, mau tidak mau kita harus mengakuinya,
sebenarnya merupakan kekayaan kaum sihir. Para tua-tua kaum sihir sengaja
memberi segel yang kuat dan menyembunyikannya agar tidak pernah ditemukan kaum
sihir berikutnya."
"Tapi kamu menemukannya?"
Basalto mengangguk.
Saat ini mereka telah berada di pintu masuk ruang kerja
Basalto. Dari situ Emerald bisa merasa getaran energi sihir hitam yang kuat. Dia
sangat terperangah memandang perkamen-perkamen dan kitab sihir kuno di atas meja
kerja Basalto.
“Kamu sudah gila, ya? Semua obsesimu ini hampir
membutakan hati nuranimu, Thores!”
-------
(bersambung)
ilustrasi gambar dari www.houzz.com
Komentar