Fiksi Pilihan

Nada Tinggi Belum Tentu Marah

  Di ruang persiapan, tuan presiden dalam balutan batik kontemporer sekali lagi memandang naskah pidatonya dan memberi perhatian pada tanda-tanda baca warna-warni yang bertebaran di sepanjang naskah.

Basalto Terakhir [49-51]


"Inilah yang aku maksudkan tadi, Kesha. Cobalah melihat dari sudut yang lain. Yang aku temukan ini adalah salah satu kekayaan kaum sihir. Ini adalah bagian dari sejarah kita." Basalto berusaha menenangkan Emerald yang terlihat berang.

"Cobalah untuk berpikir. Apa yang membuat generasi kaum sihir sebelumnya menyembunyikan kitab dan perkamen sihir hitam ini?" sahut Emerald.

"Sebaliknya, Kawan. Apa yang mereka pikirkan dahulu? Mengapa mereka menyembunyikannya, tidak memusnahkannya sekalian? Mengapa aku menemukan petunjuk lokasi penyimpanan emas hitam di ruang kerja Guru Shandong? Mengapa mendiang guru tidak memusnahkan saja peta itu agar
tidak pernah ada orang yang bisa menemukannya lagi?"

Emerald kehabisan kata-kata sehingga hanya bisa menggeleng pasrah. Dia pun mendekat ke arah meja panjang tempat meletakkan perkamen dan kitab-kitab sihir tersebut. Aura sihir hitam yang dirasakannya membuatnya merinding berkali-kali.

"Thores, tidakkah kamu memikirkan apa yang bisa terjadi jika kekuatan jahat ini jatuh di tangan orang yang salah?"

"...maka tugas kita-lah memastikan itu tidak terjadi."

Emerald terdiam sejenak.

"Baiklah. Anggap saja kamu berhasil menjauhkan sihir hitam ini dari tangan yang salah. Lalu setelah itu, katakan, apa yang akan kamu lakukan dengan semua ini? Apa yang kamu rencanakan?"

Basalto berpikir beberapa saat.

" Mewariskan ilmu hitam ini agar sihir hitam tidak pernah hilang dari peradaban kita? Kamu ingin memantrai seseorang di luar sana? Atau menyimpannya kembali dengan cara seperti kamu menemukannya?” cecar Emerald lagi.

“Aku pikir akan menyimpannya kembali. Tetapi sebelum itu, aku ingin mengetahui seluruh isi perkamen dan kitab sihir ini. Ada begitu banyak ilmu sihir yang belum pernah kita ketahui sebelumnya dan kini tersaji begitu saja di hadapan kita.”

Emerald terlihat hampir menyerah meyakinkah Basalto.
“Aku harap kamu tahu apa yang kamu lakukan ini.”
“Tentu, Kawan.”
“Yang penting aku sudah berusaha mengingatkanmu. Sepertinya aku harus pergi sekarang.”
“Wah, padahal aku bermaksud mengajakmu makan siang di sini.”
Emerald menggeleng. “Maaf, Kawan. Aku agak sibuk akhir-akhir ini, karena banyak permintaan ramuan dari kerajaan-kerajaan tetangga. Aku datang hanya karena hawa ilmu hitam dari perkamen-perkamen ini mengganggu ketenangan pikiranku.”
Basalto pun mengikuti langkah Emerald, untuk mengantarnya keluar dari ruang kerjanya. Tetapi baru beberapa langkah, Emerald berbalik ke arah Basalto.
“Oh ya, aku ingin tahu. Dimana persisnya kamu menemukan emas hitam ini?”
Emerald menatap menyelidik. Basalto sendiri sebenarnya tidak mau bercerita panjang lebar mengenai tempat ditemukannya benda-benda sihir hitam itu. Tetapi pada akhirnya dia tetap berterus terang.
“Aku menemukannya di areal perkebunan anggur di perbatasan utara…”
Emerald memicingkan mata.
“Bukankah… Astaga! Jangan katakan kalau kamu merencanakan semua ini sejak semula! Sepertinya desas desus areal perkebunan milik raja Dursoil yang diserang badai petir sehingga dia terpaksa menjualnya, ini juga ada kaitannya denganmu?”
Basalto berusaha tersenyum.
“Jangan menuduh seperti itu, Kawan…”
“Katakan yang sebenarnya, Thores! Caramu mendapatkannya menentukan seberapa penting benda-benda sialan ini untukmu.”
“Ini tidak seperti yang kamu pikirkan.” Basalto masih mencoba mengelak.
“Dan jika benar kamu melakukan cara-cara yang tidak jujur untuk mendapatkan emas hitam itu, aku akan menjadi pemimpin kaum sihir paling pertama yang menentangnya.”
“Baiklah… baiklah, aku akan menjelaskannya. Aku masih menganggapmu sebagai kawan baik, sehingga aku akan berkata jujur. Aku sudah mencoba cara baik-baik untuk meminta areal perkebunan itu pada raja Dursoil. Aku ingin kedaulatan wilayah kaum sihir di tempat ini kembali seperti semula. Aku malah menawarkan kepadanya pembelian dengan harga sangat tinggi. Tapi raja Dursoil sama sekali tidak menghargai niat baikku.”
“Lalu… apa yang terjadi?”
“Ya, dia berubah pikiran dan menyetujui penawaranku.”
“Bukan itu maksudku. Apa yang membuatnya berubah pikiran? Bagaimana dengan kabar kalau serangan petir yang aneh telah menghancurkan perkebunan anggur itu?”
“Ya,.. aku akui aku memang memiliki sedikit andil dalam hal itu. Tapi sekali lagi… harga yang aku tawarkan benar-benar pantas untuk kebun anggur itu.”
Emerald terlihat tidak bisa lagi menyembunyikan kegeramannya.
“Thores! Benda-benda ini, segala obsesimu, benar-benar telah meracuni pikiranmu.”
Basalto tidak menjawab.
“Sekarang aku mohon dengan sangat. Kalau perlu aku, pemimpin kerajaan kaum sihir di wilayah selatan akan berlutut untuk memohon dengan sangat, agar kamu mengubur kembali emas hitam ini dalam-dalam untuk memastikan tidak ada lagi orang yang akan menemukannya. Atau bila perlu lebih baik kita musnahkan saja, aku akan membantumu sebisaku.”
Basalto menggeleng-geleng. Raut tidak tidak bersahabat mulai nampak dari wajahnya.
“Emas hitam ini akan tetap berada pada tempat yang semestinya dalam istanaku. Aku akan menjaganya dengan aman. Kamu bisa membacaku, Kesha.  Lihatlah ketulusan hatiku terhadap benda-benda ini.”
“Tidak… Aku tidak melihat ketulusan. Aku membaca obsesi yang berkobar-kobar. Aku hanya memintamu untuk segera menyingkirkan emas hitam itu. Kalau  tidak…”
“Kalau tidak kenapa, Kesha? Kamu mungkin penyihir paling berkuasa di wilayah Selatan. Tapi ingat, kamu disini hanya tamu saja.”
Emerald hendak membalas perkataan keras Basalto, tetapi suara hati menahannya. Kekesalannya hanya ditunjukkan lewat sentakan kepalan tangan. Pada saat dia hendak beranjak keluar ruangan,tiba-tiba  ruangan itu seperti dihembus angin kencang.  Sebuah cahaya biru bersinar terang benderang di sudut ruangan, lalu dua orang penyihir berjubah dan mengenakan pakaian kebesaran kaum sihir berloncatan dari dalam cahaya itu.
Basalto cepat-cepat mengarahkan tongkat sihirnya, tetapi langsung menurunkannya begitu melihat penyihir-penyihir itu lebih jelas.
“Kalian rupanya.”
Ametys dan Ruby, raja kaum sihir di wilayah timur dan utara Gopalagos.
“Kami harap tiba di saat yang tepat. Waktu ini menjelang makan siang, bukan?” Ametys berusaha mencairkan suasana kaku yang seketika dirasakannya di tempat itu.
Sebaliknya, Ruby langsung berjalan mendekat ke meja panjang dan memandang ngeri perkamen serta kitab-kitab sihir di atas situ.
“Jadi ini penyebabnya?” ucapnya dengan nada khawatir.
“Kalian bisa membuat portal di dalam istanaku?” Basalto balik bertanya.
“Ini ide Ruby. Dia ingin segera sampai ke dalam istana. Kami pun mencobanya, dan ternyata perisai sihir yang kamu bangun untuk menutup pintu portal di dalam istana sudah rapuh, Basalto.  Mungkin sudah lama kamu tidak memperbaharui mantranya lagi sehingga kami dapat menembusnya dengan mudah.”
“Maaf, Kawan. Aku merasa kami harus secepatnya sampai ke dalam istanamu. Dan tolong, Basaman. Kita hanya berempat di sini, akan lebih nyaman jika memanggil nama kecil kita masing-masing saja,” sambung Ruby.
Saat itu terdengar derap suara kaki para prajurit, dan wajah-wajah tegang mereka muncul di depan pintu ruangan. Mereka semua memandang ke dalam untuk memastikan tidak terjadi apa-apa. Mereka merasakan ledakan energi sihir yang muncul tiba-tiba akibat pintu portal dibuka sehingga mereka buru-buru beranjak ke ruangan.
Basalto memberi isyarat agar mereka tenang kembali dan boleh pergi meninggalkan tempat itu.
“Dari mana benda-benda ini?” tanya Ametys.
Basalto berpikir untuk mencari kata-kata memulai jawabannya. Tetapi Emerald langsung memotongnya.
“Emas hitam!”
“Emas hitam?” Ametys membalas.
“Tentu saja. Peninggalan sihir hitam yang mestiinya dikubur dalam-dalam di sebuah tempat yang sangat dirahasiakan,” sahut Ruby. “Tapi pertanyaannya mengapa ada di istana ini?” sambil menatap dalam-dalam wajah Basalto.
Ametys mengangguk.
“Ya, aku ingat sekarang.”
“Ayolah, Kawan-kawan. Ini tidak sejahat yang kalian bayangkan. Aku berhasil menemukannya berbekal peta yang aku temukan di ruang kerja mendiang guru Shandong. Ini… ini adalah kekayaan kaum sihir. Aku tidak memiliki niat jahat apapun,” sahut Basalto.
“Itu upaya yang… yang baik sebenarnya. Tetapi tahukah kamu, bisa jadi saat ini setengah kaum sihir di Gopalagos berhasil merasakan kekuatan sihir kegelapan yang muncul tiba-tiba. Sebagian dari mereka ketakutan, tetapi mungkin saja sebagian lagi rela melakukan apa saja untuk mendapatkan benda-benda ini. Memang sepertinya kamu membuat perisai khusus untuk mencegah aura benda-benda ini tercium penyihir lain. Tetapi sihirmu tidak cukup kuat untuk menyembunyikannya dari kami. Maka emas hitam inilah yang membuat kami menerobos istanamu,” ucap Ametys.
“Apa rencanamu?” tanya Ruby.
“Aku hanya ingin… mempelajarinya seperlunya. Atau emas hitam ini bisa jadi koleksi khusus padepokan. Atau…”
“Hati-hati, Kawan. Ilmu hitam dapat mempelajari pikiranmu, aku tahu benar hal itu,” sergah Ruby.
“Kawan-kawan, kami sudah membahas panjang masalah ini. Akan lebih membantu jika kalian berhasil meyakinkan Thores untuk segera kembali mengubur dalam-dalam benda ini,” sambung Emerald. “Aku tidak berhasil.”
Ruby mendekati Basalto.
“Kata-kata Kesha benar. Sihir hitam ini tidak ada gunanya untuk ditelisik, Kawan. Sebaiknya kita singkirkan saja. Jika masih ada di sini, mendiang Guru juga pasti akan berpikir demikian.”
Basalto merasa kepalanya memanas, mungkin karena terus bersitegang dengan ketiga kawannya itu.
“Kalau begitu, Guru memiliki paling tidak tiga kesalahan. Membiarkan emas hitam ini terkubur di tanah milik keluarganya, lalu memberikannya kepada kerajaan Amenthop dan terakhir, menyimpan peta lokasi emas hitam itu,” ucapnya.
“Kami akan memberitahumu sebuah rahasia kecil…” Emerald buka suara kembali. Suaranya terdengar begitu tenang. “…tentang bagaimana pandangan guru tentangmu, Thores. Setahun yang lalu, dia datang kepadaku, kepada Basaman dan Huria lalu mengatakan sesuatu.”
Ametys menatap Emerald. Perintah untuk tidak melanjutkan ucapan itu tersirat dari tatapannya, tetapi Emerald terlihat tetap ingin melanjutkan ucapannya. Basalto juga terlihat penasaran.
“Guru berpesan agar jika terjadi apa-apa kami harus terus mengawasimu. Guru takut suatu saat keahlian dan obsesimu bisa jadi pemicu pergolakan di antara kaum sihir. Dan sepertinya ketakutan Guru semakin menjadi kenyataan di sini, hari ini…”
Basalto menunduk. Dia terlihat berusaha menahan emosinya. Tetapi dia merasa kepalanya juga semakin panas. Dia lalu terkejut karena merasa tiba-tiba sebuah kekuatan berhasil menembus pikirannya. Dia pun menatap Ruby.
“Apa yang kamu lakukan?” serunya.
“Maaf, Thores. Aku harus berusaha sebisa mungkin menembus pikiranmu.” Ruby kini terlihat sama marahnya dengan Basalto.
“Katakan!” serunya. “Apa yang kamu perbuat terhadap Guru!”
Emerald dan Ametys mendelik dan berusaha menangkap arti seruan Ruby barusan.
 ------
(bersambung)
ilustrasi gambar dari:nl.123rf.com





Komentar

pical gadi mengatakan…
Makasih mampirnya mas. Salam