Fiksi Pilihan
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Prajurit Basalto yang mengamati keadaan itu menjadi cemas.
Bukan saja karena mereka baru kali ini melihat mantra yang dapat mengubah
cuaca, namun energi serangan-serangan sihir api mereka bisa berkurang cahaya
matahari seperti pada awal pertempuran tadi.
Sekalipun mereka tetap melancarkan serangan demi serangan, terlihat
barisan para prajurit mundur selangkah demi selangkah.
Ametys menatap tajam ke arah para prajurit dan menutup
mantranya dengan lantang,
“Api dunia terhapus semesta, kerikil langit menimpa, bangkit
peredam samudra, tangisan malam membahanaaa….!”
Tiba-tiba angin dari empat penjuru bertiup kencang di arena
pertempuran, membuat semua orang kesulitan mempertahankan posisi kakinya. Lalu
dari langit berjatuhan hujan lebat yang menghajar para prajurit.
Mereka berseru-seru kesakitan. Hujan itu rupanya bukan hanya
air saja, tetapi bercampur kristal-kristal es yang tajam mengiris kulit.
“Cepat pasang selubung sihir!” terdengar perintah salah satu
prajurit, sepertinya berpangkat paling tinggi di antara mereka.
“Jangan mundur! Tetap pertahankan barisan pertahanan…!”
serunya lagi.
Ametys tersenyum.
“Baik, konsentrasi mereka sedang buyar. Kesha, cepatlah
mengejar Thores.”
Emerald mengangguk. Dia lalu berlari ke arah ujung barisan,
tempat yang nampak paling mudah untuk diterobos. Saat itu hujan es lebat di
atas para prajurit memang menyulitkan pandangan.
Namun tiba-tiba melesat sihir serupa cahaya petir ke arah
Emerald. Emerald masih sempat menangkisnya. Namun dia terhempas beberapa
langkah ke belakang. Enam orang prajurit pun berlari ke arahnya sambil terus
menghujaninya dengan serangan-serangan sihir.
“Sialan! Mereka mengetahui gelagat Kesha. Aku akan
membantunya, Basaman. Sepertinya kita butuh senjata tambahan untuk menghalau
mereka,” ucap Ruby.
Kaki kanannya disentakkan dan dengan ilmu meringankan diri
dia melayang ke arah Emerald yang gerakannya terhambat oleh serangan para
prajurit.
Ametys memejamkan mata sejenak. Ujung tongkat sihirnya
berpendar, lalu sambil berteriak “Badai kosmis…!” dia mengayunkan tongkat itu.
Deru angin kembali terdengar menghempas para prajurit. Sejumlah prajurit
berjatuhan tidak sanggup menahan hempasan angin yang ditimbulkan sihir Ametys.
“Napas 12 Naga!” seru Ruby dari udara. Tongkat sihirnya lalu
memuntahkan beberapa bola api ke arah 6 prajurit di hadapan Emerald.
Prajurit-prajurit itu dengan sigap menghindar, sehingga serangan sihir Ruby
hanya mengenai dan menghanguskan tanah kosong.
“Kamu baik-baik saja?” tanyanya begitu sampai di samping
Emerald.
“Aku terkena salah satu serangan mereka. Tidak parah, tapi
bantu akumenahan mereka untuk beberapa waktu. Aku akan mengeluarkan racun sihirnya
segera.”
“Mereka menggunakan sihir mematikan?”
Emerald mengangguk.
“Sialan! Mereka benar-benar ingin membunuh kita. Kalau
begitu kita harus berhenti main-main dengan mereka.”
“Sudahlah, Huria. Mereka hanya bawahan yang mengikuti
perintah Thores. Cukup halau saja mereka dari jalanku.”
Emerald lalu memejamkan mata sambil meletakkan tangan
kirinya melintang di depan dadanya. Mantra penyembuhan kembali dilantunkan
untuk mengeluarkan racun yang masuk bersama serangan sihir ke dalam tubuhnya.
Sementara itu, keenam prajurit masih terus melepaskan
tembakan-tembakan sihir. Ruby menangkisnya dengan sigap. Di belakang keenam
prajurit berdatangan belasan prajurit lainnya.
Para prajurit kini
membagi formasi mereka menjadi dua. Sebagian meladeni Ametys, sisanya bergerak
menuju ke arah Emerald dan Ruby.
Emerald terbatuk, memuntahkan darah dan dahak kehitaman.
“Bagaimana keadaanmu?”
“Lebih baik,” sahut Emerald.
“Mereka berdatangan. Bisa gantian, kamu yang menahan
serangan mereka. Aku akan butuh waktu sebentar untuk membaca mantra.”
Emerald mengangguk. Lalu memasang badan di depan Ruby dan
berteriak lantang untuk membangkitkan semangat. Para prajurit terhenti sejenak.
Menunggu serangan apa yang akan dilancarkan Emerald. Beberapa lagi nampak
gentar melihat wajah garang Emerald.
“Cakra auroraaa…!!” seru Emerald lagi. Lalu batu pada
tongkat sihirnya bersinar biru terang dan melesatkan gelombang sihir yang
terlihat seperti ratusan larik sinar berwarna biru kemerahan ke arah para
prajurit di depannya.
Para prajurit sudah siap dengan serangan itu. Mereka segera
membentuk selubung sihir, tapi energi sihir Emerald lebih besar sehingga
serangan itu berhasil menembus pertahanan sihir mereka.
Beberapa prajurit
terjatuh dan menjerit pilu.
Tapi sebagian besar masih bertahan dan segera membalas. Dua
tiga prajurit melepaskan serangan-serangan mematikan, terlihat dari warna
serangannya yang memerah terang. Emerald berteriak sambil mengayunkan tongkat
sihirnya untuk menangkis serangan itu. Ledakan dahsyat kembali terdengar.
Beberapa prajurit yang terkena pantulan mantra terjatuh.
Emerald terlihat mulai kewalahan mempertahankan diri
sekaligus melindungi Ruby.
Sementara itu dari pihak lawan, kendati sudah cukup banyak
prajurit yang berjatuhan. Masih lebih banyak yang tetap bertahan dan mereka telah
bersiap meluncurkan serangan berikutnya.
“Aku sudah selesai, Kesha.” Suara berat Ruby terdengar.
“Minggirlah…”
Batu mulia pada ujung tongkat sihir Ruby berpendar merah.
Petir-petir kecil sesekali melesak keluar dari ujung tongkat sihir Ruby,
seperti menyimpan energi dahsyat yang sebentar lagi akan dimuntahkan.
Emerald pun terlihat takjub.
“Serang! Terus serang!” perintah salah satu prajurit. Mereka
kembali bergerak untuk melepas sihir-sihir berbahaya, tetapi seruan lantang
Ruby duluan terdengar,
“Segara Bertapa…!!” sambil mengayunkan tongkat sihirnya.
Akhirnya energi sihir yang tersimpan pun dilepaskan. Saat
terkena hempasan energi sihir itu para prajurit yang akan meluncurkan serangan
berikutnya menjadi diam tak bergeming. Semua mematung, terpaku pada posisi
masing-masing. Beberap prajurit terlihat mengulurkan tangan ke depan, beberapa
meletakkan tangan di depan wajah untuk menahan hempasan energi sihir, sebagian
lagi masih terbaring terdiam di tanah.
Ruby menghela napasnya dalam-dalam. Dia terlihat senang,
karena mantranya bekerja dengan baik. Emerald semakin takjub.
“Hebat, Ruby. Aku butuh waktu lebih lama untuk membekukan
pikiran… satu orang saja. Kamu melakukannya untuk lusinan orang di sini,”
ucapnya.
“Ayo lakukan tugasmu, Kesha. Mantra ini hanya bekerja selama
12 helaan napas. Sementara itu aku akan membantu Basaman di sana.”
“Baiklah…”
Emerald pun berlari di antara pasukan yang mematung itu
menuju ke arah padepokan. Pandangannya menajam.
****
Sementara itu Basalto berjalan terburu-buru dengan langkah
lebar menuju ke bangunan utama padepokan. Saat dia menghampiri pintu bangunan
utama, beberapa guru keluar dari kelas-kelas.
Mereka penasaran dengan kegaduhan
yang terjadi di sekitar istana.
“Apa yang terjadi, Yang Mulia. Para prajurit sedang
berlatih?” tanya salah satu Guru.
Tetapi Basalto bukannya menjawab malah memberi perintah.
“Arahkan semua murid untuk menuju ke ruang meditasi. Beri
mereka latihan kontemplasi atau pelajaran apapun yang membuat mereka tetap
tenang di dalam. Jangan biarkan seorang pun keluar sampai aku memberi perintah
lebih lanjut. Sekarang!”
Melihat raut wajah Basalto saat memberi perintah, para guru tidak
berani lagi membantah.
“Baik, Yang Mulia,” sahut mereka.
Setelah para guru berlalu, Basalto memandang angkasa. Awan
hitam mendung mulai menyelimuti tempat itu. Dari kejauhan terdengar petir mulai
bersahut-sahutan.
Sepertinya sihir Ametys berhasil memancing awan hitam
berdatangan dari seluruh penjuru langit.
Basalto pun mendorong pintu dengan kasar. Beberapa murid
yang sedang bertugas membersihkan ruangan, sampai terkejut dibuatnya.
“Berhenti bekerja. Sekarang kalian bergabung dengan murid
yang lain menuju ke ruangan meditasi lalu dengarkan perintah para guru!”
“Baik, Guru,” sahut mereka sambil mengangguk takzim. Tanpa
berlama-lama lagi mereka segera membawa peralatan mereka keluar dari tempat
itu.
Basalto mendengus kesal. Lalu kembali melanjutkan
langkahnya. Dia melewati beberapa ruangan sampai menemukan jalan menuju ke ruangan
bawah tanah. Di bawah situlah dia menyimpan emas hitam yang tadi dipindahkan lewat
kekuatan sihir pada salah satu ruangan rahasia. Mekanisme sihir yang tadi
digunakan sebenarnya mirip dengan mekanisme portal sihir, hanya saja karena
energi yang digunakan tidak sebesar membangun sebuah portal sihir, benda yang disihir
tidak bisa dipindahkan dengan jarak terlalu jauh dari tempatnya semula.
Tadi saat merapal mantra, Basalto tidak sempat memimirkan
lokasi lain lagi, selain ruang penyimpanan rahasia yang dibangun pada lantai
bawah bangunan utama padepokan itu.
Kini Basalto menelusuri satu tangga lagi yang membawanya
lebih dalam masuk ke perut bumi. Cahaya matahari tak bisa lagi menjangkau
tempat itu. Penerangan obor juga tidak dinyalakan. Basalto pun mengetuk ujung
tongkat sihir peraknya ke lantai, sehingga batu mulia di ujung tongkatnya
berpendar mengeluarkan cahaya biru cerah.
Dinding-dinding lorong bawah tanah yang panjang pun kini terlihat lebih jelas.
------
(Bersambung)
Komentar