Fiksi Pilihan

Nada Tinggi Belum Tentu Marah

  Di ruang persiapan, tuan presiden dalam balutan batik kontemporer sekali lagi memandang naskah pidatonya dan memberi perhatian pada tanda-tanda baca warna-warni yang bertebaran di sepanjang naskah.

Basalto Terakhir [57-58]


Basalto terus berjalan sampai pada sebuah ruangan besar dengan empat pilar utama di tengah-tengah. Kendati berhawa pengab, ruangan bawah tanah itu terlihat bersih terawat. Sepertinya cukup sering  digunakan.  Dari ujung tongkat sihir Basalto keluar empat larik cahaya menuju ke arah obor yang dipajang pada empat pilar ruangan. Setelah itu obor pun menyala menerangi ruangan. Basalto tidak memerlukan lagi cahaya dari ujung tongkat sihirnya, sehingga mengurangi energi sihir yang dialirkan ke situ.

Dia lalu menyeberangi ruangan dan menghadap salah satu sisi dinding. Tidak nampak jelas, tetapi jika diamati lebih dekat, ada ukiran-ukiran huruf kuno pada permukaan dinding itu. Basalto meneliti ukiran itu sesaat untuk memastikan dia berada pada sisi dinding yang benar.
Dia pun mulai membaca barisan mantra. Perlahan-lahan. Kedengarannya mantra yang diucapkan aneh. Bisa jadi mantra tua, setua ukiran  pada dinding itu.
Begitu selesai membacakan mantra dinding di hadapannya bergetar hebat. Lalu perlahan-lahan sebagian dinding dengan lebar sejangkauan kaki, tergeser ke atas dengan suara derak yang berat. Rupanya dinding itu menjadi semacam pintu rahasia dengan mekanisme buka tutup menggunakan mantra.

Begitu suara derak terhenti, seluruh permukaan dinding itu telah terangkat ke atas. Nampaklah ruangan lain di balik dinding itu. Dua larik cahaya, seperti sebelumnya, keluar dari tongkat sihir menuju ke arah dua pelita yang berdiri di atas meja tinggi di tengah ruangan.

Saat pelita sudah bernyala terang, nampaklah isi ruangan itu. Meja tinggi di tengah dan lemari berisi banyak artefak, kitab dan perkamen sihir berada di sekeliling ruangan. Emas hitam yang tadi dipindahkan Basalto nampak berserakan begitu saja di lantai ruangan. Tadi dia tidak bisa berpikir panjang saat memindahkannya dari istana ke ruangan rahasia itu.

Basalto pun memungut satu per satu kitab sihir serta perkamen di lantai lalu meletakkannya dengan rapi di atas permukaan lemari di sisi paling kiri ruangan.
Selanjutnya  Basalto mengambil sebuah karung dan memasukkan satu per satu kitab dan perkamen ke dalamnya.

Basalto tersentak. Samar-samar dia mencium sesuatu, seperti aroma kayu manis yang khas berpadu dengan kembang melati. Aromanya tidak tajam, tapi aroma itu membuat kesadarannya seperti berkurang. Kepalanya mendadak terasa berat. Tapi Basalto segera tersadar, sehingga dengan spontan dia berbalik dan melepaskan sebuah serangan ke belakangnya.

Serangan Basalto melewatkan sasarannya dan menghanguskan setengah tiang salah satu pilar di tengah ruangan.

Emerald menatap tajam. Mantra penidur yang ditiupkannya tadi tidak berhasil. Pertahanan Basalto masih terlalu kuat. Untuk penyihir biasa, mantra itu akan bereaksi dalam satu helaan nafas saja.

“Tak kusangka kamu berhasil lolos dengan mudah dari para prajuritku.”

“Tidak mudah, Thores. Mereka prajurit tangguh, gigih dan sedikit… haus darah.”

“Mereka berbakat, bukan? Tapi sekarang, kumohon, Kesha. Aku tidak ingin mencari keributan denganmu. “

“Tergantung apa yang sedang kamu lakukan?”
“Seperti yang kamu lihat. Mencoba memindahkan tempat penyimpanan emas hitam ini.”

Emerald melihat Basalto meningkatkan kewaspadaannya. Dia pun menguatkan kaki-kakinya.

“…maka aku tidak akan membiarkanmu pergi, Kawan.”

“Bagaimana kalau aku memaksa?” Geraham Basalto menegang.

“Coba saja.”

Basalto menatap wajah Emerald tajam.

“Kalian memang keras kepala.”

“Bagaimana dengan Guru? Apa dia juga keras kepala?”
Kening Basalto mengernyit.

“Apa maksudmu?”

“Kamu tahu maksudku, Thores. Huria sudah tahu semuanya. Katakan apa kamu menyakiti Guru karena obsesimu ini ditentangnya?” Emerald balas menatap Basalto tajam.

Basalto menunduk.

“Jadi tidak ada lagi gunanya ngobrol berlama-lama,” gumamnya lalu sekali sentak, melesatlah gelombang sihir seperti petir berwarna biru terang dari ujung tongkatnya ke arah Emerald.

Tapi Emerald sudah siap dengan serangan itu. Di saat yang hampir bersamaan dia juga meluncurkan gelombang sihir ke arah Basalto dalam rupa petir berwarna hijau benderang. Serangan sihir keduanya bertubrukan di udara, berdebum keras dan menggetarkan ruangan itu.

Keduanya tetap mempertahankan gelombang sihir masing-masing.  Tapi sepertinya energi Basalto memang jauh lebih besar. Semakin lama Emerald semakin kewalahan mempertahankan posisinya, sehingga ujung gelombang sihir Basalto semakin mendekat ke arahnya.

Di saat-saat terakhir, saat Emerald hampir tak bisa sama sekali mempertahankan posisinya, dia menghempaskan seluruh tenaganya untuk membelokkan serangan sihir Basalto. Serangan itu pun melewatinya dan menghajar salah satu pilar ruangan itu.

Ruangan bergetar. Hantaman sihir itu membuat pilar ruangan retak hebat. Beberapa bongkah batu berjatuhan ke lantai.

Emerald bergidik ngeri menatap peristiwa itu. Tapi dia tetap waspada sehingga masih bisa mengantisipasi Basalto yang bersiap-siap melarikan diri dari tempat itu. Dua larik cahaya hijau panas meluncur dari ujung jemarinya. Sihir itu mengincar kaki-kaki Basalto sehingga Basalto terpaksa mundur beberapa langkah.

Saat itu dia memegang karung berisi emas hitam di tangan kirinya. Sementara itu tangan kanannya memegang tongkat sihir. Dengan keadaan itu Basalto tidak bisa mengeluarkan serangan-serangan sihir dengan energi maksimal. Kesempatan itu langsung dimanfaatkan Emerald dengan kembali meluncurkan serangan sihir ke arah Basalto sembari berteriak nyaring.
Basalto terpaksa menangkis serangan Emerald untuk mempertahankan diri. Seperti tadi, gelombang sihir dari tongkat Emerald muncul dalam rupa aliran petir berwarna hijau terang beradu dengan sihir Basalto yang berwarna biru.

“Kamu tidak bosan mencoba, ya?” ucap Basalto dengan nada mengejek.

Tapi kali ini Emerald nampak lebih unggul. Basalto pun melemparkan karung berisi emas hitam begitu saja di atas lantai. Lalu dengan tangan kirinya dia menahan tongkat sihir agar tenaga tetap maksimal. Sekali lagi, Basalto berbalik unggul.
Sebelum sihir Basalto melaju lebih deras, Emerald kembali membelokkan sihir itu sehingga menghantam salah satu permukaan dinding ruangan dengan keras. Ruangan itu kembali bergetar hebat sesaat.  

Basalto menghembuskan napas kesal sekaligus merasa geram. Sejak tadi serangan-serangan sihirnya selalu bisa dipatahkan Emerald. Sebuah ide jahat melintas di kepalanya dengan cepat.
Basalto pun mengarahkan tongkatnya ke tubuh Emerald. Mulutnya berkomat-kamit. Selubung sihir berwarna biru seketika itu mengelilingi tubuh Emerald. Emerald terkejut. Dia merasa tubuhnya mendadak menjadi ringan. Basalto sedang membacakan mantra untuk sihir pemindahan, persis seperti yang dilakukannya di istana tadi. Basalto ingin menyingkirkan Emerald dari ruangan itu ke tempat lain. Tempat lain itu bisa jadi di mana saja di sekitar padepokan yang bisa mengancam keselematannya.

Untunglah pikiran Emerald bergerak cepat. Dia cepat-cepat mengarahkan tangannya ke tubuh Basalto. Selubung sihir serupa dalam sekejab melingkupi tubuh Basalto. Dengan sihir itu dia mengunci Basalto, sehingga kemanapun Basalto mengirimnya, Basalto juga akan ikut bersamanya.
Basalto pun terkejut dengan aksi tak terduga Emerald itu. Sesaat kemudian mereka berdua hilang tak berbekas dari ruangan itu.

Lalu muncul tiba-tiba di atas atap, puncak istana Basalto. Emerald bergidik memandang keadaan di sekitarnya. Angin saat itu sedang berhembus kencang. Sementara titiannya hanya selebar telapak kaki orang dewasa.

 -----

(bersambung)
ilustrasi gambar dari: www.madeinsouthitalytoday.com




Komentar