Fiksi Pilihan

Nada Tinggi Belum Tentu Marah

  Di ruang persiapan, tuan presiden dalam balutan batik kontemporer sekali lagi memandang naskah pidatonya dan memberi perhatian pada tanda-tanda baca warna-warni yang bertebaran di sepanjang naskah.

Basalto Terakhir [59-60]


"Aku harap kamu tidak takut lagi berada di ketinggian."

Basalto tersenyum licik. Sementara itu Emerald terus berusaha menjaga keseimbangannya. Dia harus menjaga agar telapak kakinya tetap memijak dengan mantap bubungan atap sekaligus melawan kuatnya dorongan angin di bawah langit mendung. Sejak dulu, dari antara mereka berempat, memang Emerald yang paling takut berada di ketinggian.

"Bedebah, Thores!"

Basalto tersenyum lagi lalu membisikkan sesuatu pada angin yang melintas. Tiba-tiba arah angin di sekitar situ berubah dan menukik tajam ke arah Emerald. Dia terkejut. Saat mencoba menahan gempuran angin itu kaki belakangnya terpeleset sehingga dia terhuyung dan... terjatuh.
Namun sebelum terlontar ke bawah, Emerald masih sempat melontarkan tiga bola api ke arah Basalto. Tentu saja karena energi yang digunakan tidak maksimal, Basalto bisa dengan mudah menangkis serangan Emerald itu.

Emerald terbentur berkali-kali pada atap dan bagian bangunan lainnya dan tubuhnya terus menghujam ke bawah dengan deras. Tongkat sihirnya terlontar jauh ke arah yang lain. Basalto  memandang dari atas dengan tatapan dingin.

Tiba-tiba udara bergemuruh dahsyat seperti sebuah benda besar bergerak dengan cepat di angkasa. Mata Basalto membulat. Dia melihat naga tunggangan Emerald bergerak cepat bak halilintar melesat ke arah sisi istana. Naga itu sampai ke posisi jatuh Emerald, sesaat sebelum tubuh Emerald membentur tanah. Emerald berhasil mendarat di punggung naga tunggangannya, tepat di antara pangkal sayap-sayapnya.

“Bagus, Ur,” Emerald berteriak kepada naganya. Mata kirinya sedikit lebam akibat benturan. Dia juga merasakan nyeri pada sendi lengan kirinya dan beberapa tulang punggungnya. Tapi dia masih bisa berpegangan erat dan sesaat kemudian dia sudah kembali mengendarai Ur dengan sigap.
Saat ini Ur sedang bermanuver tajam lalu terbang lurus ke arah langit.

“Arahkan sayapmu ke puncak istana. Kita beri pelajaran kepada Raja Basalto!”

Emerald memacu naganya semakin cepat. Dia lalu menempelkan tangannya ke pangkal leher Ur, sambil memejamkan mata dan membacakan mantra. Lewat mantra itu dia akan menaikkan kekuatan semburan api dari leher Ur.

Basalto terbelalak. Dia sudah sempat berpikir Emerald akan mendapat kecelakan berat akibat jatuh dari ketinggian, tapi kini dia bersama naga tunggangannya malah sedang melesat kencang bak anak panah dari bawah ke arahnya. Dia merasakah hawa amarah yang besar, sehingga mengencangkan kuda-kudanya untuk bersiap-siap.

Belum lagi menarik napas, Ur yang ditunggangi Emerald sudah muncul di hadapannya. Basalto menarik tongkat sihirnya untuk melepaskan serangan, tapi semburan api dengan suhu menyengat duluan meluncur deras dari dalam mulut Ur ke arahnya.

Semburan api itu sungguh dahsyat sampai-sampai menutupi seluruh tubuh Basalto. Emerald terus membaca mantra, sehingga nyala api berubah dari merah kekuningan perlahan-lahan menjadi hijau terang, pertanda Emerald juga menumpangkan energi sihirnya di dalam semburan api itu. Beberapa atap istana sampai terbuka dan beterbangan ke bawah bersama lidah-lidah api.

Beberapa saat kemudian, Ur menghentikan semburan nafas apinya lalu kembali terbang memutari puncak istana. Emerald menatap penasaran untuk mengetahui yang terjadi pada Basalto.

Basalto tetap berdiri terpaku di puncak istananya. Seluruh pakaiannya hitam legam. Beberapa bagian koyak menyingkapkan kulit yang juga termakan api. Dada, lengan dan lututnya terlihat jelas.
Emerald menarik napas. Basalto masih hidup. Untuk penyihir berilmu biasa-biasa saja, serangan seperti itu pasti sudah mendatangkan maut. Tetapi penyihir seperti Basalto memang memiliki pertahanan luar biasa.

Tubuh Basalto nampak bergetar. Pertahanan sihir yang tadi dikerahkannya memang benar-benar menyita energi yang besar. Tapi mungkin dia juga sedang menahan amarah saat ini.
Saat itu Ur kembali bermanuver dan melaju ke arah Basalto.

“Kali ini kamu harus lebih percaya diri, Ur. Ayo seraaang!”

Merasakan semangat tuannya, Ur berteriak nyaring ke angkasa. Emerald kembali menempelkan tangannya ke leher Ur.

Basalto nampak lebih siap. Dia sedang merapal sebuah mantra untuk menyambut serangan Ur. Dengan sisa-sisa tenaganya dia pun menyentakkan tongkat sihirnya ke arah datangnya Ur, lalu melesatlan puluhan bola api berwarna biru terang dari situ.

Emerald terkejut, tidak mengira Basalto akan melepaskan serangan dari jauh. Dia pun mengurungkan mantranya lalu mengambil posisi untuk menangkal sihir Basalto dengan membentuk perisai sihir di depan Ur, kendati tanpa tongkat sihir. Kehilangan tongkat sihir membuat dia kurang mampu memfokuskan energi sihirnya sehingga mereka agak kesulitan menangkis serangan-serangan Basalto.
Dia pun mengarahkan Ur agar terbang lebih tinggi untuk melewatkan bola-bola api itu. Sebagian besar bola api berhasil ditangkis dan dilewati, tetapi masih ada beberapa serangan yang membentur tubuh Ur, termasuk sayap kirinya.

Ur pun berteriak kesakitan, gerakan terbangnya menjadi goyah. Basalto terlihat bersiap-siap melepaskan serangan lagi, tetapi Emerald sudah memaksa Ur agar terbang menjauh. Dari sayap kirinya terlihat kepulan asap hitam. Ur berusaha mempertahankan ketinggian tetapi dia nampak sangat kewalahan.

“Ur!” Emerald berteriak panik sambil berusaha berpegangan lebih kuat agar tidak jatuh. Dia pun mengarahkan Ur agar terbang ke bawah, ke arah sungai Kharrum yang mengalir di belakang padepokan.

Basalto mendengus. Dia sebenarnya merasa sangat letih, namun tekadnya untuk segera menyelamatkan emas hitam jadi pemicu adrenalinnya.
Langit mendung mengeluarkan suara guruh bersahut-sahutan. Petir pun mulai berbalasan menyambar udara di bawah awan-awan. Tiba-tiba terlihat petir raksasa meluncur dari awan gelap dan menyambar tubuh Basalto.

Tubuh Basalto tersentak hebat. Dia mengeluarkan lengkingan pilu. Tubuhnya melemas, tongkat sihirnya terlempar ke bawah. Dia berusaha agar tidak limbung dengan menghempaskan lututnya di titian bubungan. Kedua telapak tangannya digunakan untuk menopang tubuhnya. Darah merah segar pun mengucur dari hidungnya.

“Pengecut,” gumamnya lemah. Dengan sisa-sisa tenaga dia menoleh ke bawah, ke arah lapangan tempat terjadi pertempuran lainnya. Pandangannya tertuju pada satu sosok di bawah sana.
Ametys.

Kedua tangan Ametys bersama tongkat sihirnya masih terangkat ke atas. Sementara itu terlihat Ruby masih sibuk menghadapi prajurit-prajurit Basalto yang tersisa.

Kelihatannya Ametys masih akan mengeluarkan serangan berikutnya. Tetapi melihat Basalto sudah kepayahan, dia mengurungkan niatnya. Dia pun menurunkan tongkat sihirnya.

Perhatiannya kembali beralih kepada pertempuran di depannya. Dia lalu mengambil ancang-ancang dan kembali melepaskan sihir badai kosmis untuk menghempaskan para prajurit. Untuk sementara sihir itu dapat menahan perlawanan para prajurit.

“Huria, kirim aku ke sana!” Ametys menunjuk puncak istana Basalto. Ruby pun mengangguk lalu mengarahkan tangannya ke tubuh Ametys. Selubung sihir berwarna biru menyala pun menyelimuti tubuh Ametys. Sesaat kemudian, dia lenyap dari tempat itu.

Ametys muncul kembali sekitar empat langkah di hadapan Basalto. Pemimpin kerajaan kaum sihir di barat Gopalagos itu masih tertunduk dengan napas yang lemah.

“Maafkan aku, Thores. Aku harus menghentikanmu. Tadi aku lihat, kamu benar-benar berniat membunuh Kesha.”

Basalto mendongakkan kepalanya perlahan dan memperlihatkan tatapan tajam ke arah Ametys. Basalto benar-benar marah. Ametys terkejut. Aura sihir Basalto yang tadinya sudah sangat lemah tiba-tiba membesar kembali. Dalam sekejab, seluruh tubuh Basalto seperti dipenuhi api lalu api tersebut melesat ke arah Ametys dalam rupa seekor harimau yang meloncat secepat laju anak panah.

Bahkan dalam keadaan sekritis itu, Basalto masih bisa memberi serangan mematikan untuk lawan-lawannya.

Ametys dalam posisi terbuka dan benar-benar tidak siap dengan serangan itu, sehingga ketika harimau api menerjang tubuhnya dia tidak bisa berbuat banyak lagi. Dia pun terlontar ke angkasa sambil meringis kesakitan.

Ruby yang sedang berjibaku terkejut. Dia merasakan aura Ametys tiba-tiba meredup. Dia pun berbalik dan segera berlari meninggalkan arena pertempurannya. Dia masih sempat melihat tubuh Ametys yang setengahnya diselimuti api terlempar dari hadapan Basalto. Untunglah Ametys terlempar ke balkon bangunan istana yang lain.

Tapi dia tahu tetap saja serangan itu akan berakibat fatal untuk Ametys.
Ruby pun berlari sambil berteriak penuh amarah. Dia menghimpun segenap energi dan melesatkan satu serangan ke arah Basalto. Sebenarnya jaraknya kedua penyihir itu cukup jauh sehingga serangan 
Ruby kemungkinan besar berdampak kecil jika mengenai Basalto, atau Basalto dapat menangkisnya dengan mudah.

Namun karena energinya sudah benar-benar terkuras, Basalto berusaha untuk menghindarinya saja. Celakanya karena terlalu lemah, dia tidak memperhatikan lagi arah pijakannya, sehingga keseimbangannya goyah. Tak bisa menyeimbangkan diri lagi, Basalto pun terperosok jatuh, membentur atap istana beberapa kali, lalu meluncur dengan deras ke bawah tanpa ada yang menghalangi. Tubuhnya pun membentur tanah dengan keras.

------
(bersambung)

ilustrasi gambar dari: www.borsaat.com

Komentar

pical gadi mengatakan…
Makasih mas. Salam weekend :)