Fiksi Pilihan

Nada Tinggi Belum Tentu Marah

  Di ruang persiapan, tuan presiden dalam balutan batik kontemporer sekali lagi memandang naskah pidatonya dan memberi perhatian pada tanda-tanda baca warna-warni yang bertebaran di sepanjang naskah.

Basalto Terakhir [65]


...

“Jadi menurut kalian apa yang sedang terjadi?” Mirina mempersilahkan kedua tamunya duduk di sekitar meja berhias perabotan-perabotan perak.

Kini mereka berada di ruang tamu kerajaan Ruby, terletak di lantai dua bangunan utama istana. Ruangan itu memiliki balkon yang lebar. Sebagian besar pintu lipat yang menghadap ke balkon dibiarkan terbuka, hanya saja karena diluar cuaca cukup gelap, beberapa lilin dinyalakan untuk menerangi ruangan.

“Seorang… atau lebih, penyihir hebat dan pasti berniat jahat ingin menunjukkan eksistensinya di Gopalagos,” sahut Orion sambil mengibaskan ujung jubah putihnya.

“Sayangnya penyihir itu pandai berkamuflase, kami telah mencoba berbagai cara, bola kristal, cermin antar waktu, mengerahkan mata-mata sampai meminta bantuan kepada para penyihir tua untuk mendeteksi keberadaan penyihir itu,” sambung Enror. “Hasilnya nihil…”

Pembicaraan terjeda sejenak saat pelayan masuk ke ruangan dan menuangkan kopi khas daerah utara yang terkenal dengan rasa kopinya yang kuat.

Setelah pelayan undur diri Mirina kembali bersuara,

“Apa yang bisa aku lakukan untuk membantu kalian?”

Orion memberi isyarat kepada Enror. Tapi sepertinya Enror pun belum bisa mencari kata-kata yang tepat untuk menjawab Mirina.

“Entahlah, Ratu. Kami sengaja berkunjung karena merasa ada ancaman yang lebih besar di balik peristiwa ini. Kita bertiga sebagai pemimpin kaum sihir harus memiliki pandangan dan sikap yang sama.”

“Ancaman?”

“Ya. Kita tidak bisa membayangkan apa yang bisa dilakukan seorang ayah yang paling berkuasa di wilayah tengah Gopalagos untuk putrinya. Raja Philos sedang dilanda kekhawatiran besar saat ini. Aku takut penyihir yang mencelakai putrinya itu berniat memunculkan kembali konflik antara kaum sihir dan manusia non-sihir,” sahut Orion.

Mirina menggeleng prihatin.

“Tidak adakah sesuatu yang bisa kalian lakukan untuk menyembuhkan putri Raja Philos?”

“Aku harap aku bisa, Ratu. Tetapi kutuk itu terlalu kuat.”

“Sudah puluhan tahun tidak pernah lagi ada kutukan di Gopalagos.”

“Itu persis masalanya, Ratu. Mengapa menunggu puluhan tahun?”

Enror meraih cangkir minumannya.

“Menurut aku, langkah yang bisa kita lakukan sesegera mungkin hanya dua. Pertama, mencari tahu siapa penyihir yang bertanggungjawab, yang mana cara itu sepertinya kurang berhasil. Dan kedua, mencari referensi sihir hitam tersebut, siapa tahu ada mantra atau penangkal lain yang bisa digunakan.”

“…dan tempat paling pertama untuk mencari adalah… Kalian tahu, dimana perkamen-perkamen sihir yang diberi julukan emas hitam itu dikubur,” sambung Orion.

“Bekas padepokan dan istana Basalto,” Mirina menyahut lirih.

Orion dan Enror mengangguk hampir bersamaan.

Mirina seperti teringat sesuatu.

“Masuk akal. Kita tidak tahu jika ada tempat lain lagi yang digunakan untuk menyimpan peninggalan-peninggalan sihir hitam. Jadi kita bisa mulai dengan tempat itu.”

“Tempat itu penuh dengan perisai sihir tingkat tinggi yang dibuat oleh generasi pendahulu kita dulu. 

Tempat penyimpanannya juga dikunci oleh mantra-mantra kuno.”

“Aku memiliki catatan dari Ratu Emerald mengenai mantra-mantra yang bisa membuka ruang-ruang rahasia. Hanya saja kita tidak tahu pasti di ruangan rahasia yang mana emas hitam itu disembunyikan,” sambung Orion.

Mirina tersenyum tipis.

“Aku memiliki peta ruang bawah tanahnya…,” sahutnya. “…dari ayahku. Mereka cerdas, jadi peta dan mantra pembuka harus disimpan terpisah.”

“Mereka memang ingin emas hitam itu terkubur selamanya…,”

“Kecuali terjadi keadaan darurat seperti sekarang ini.”

Mirina berdiri.

“Aku akan memeriksa kembali ruang penyimpananku untuk mengambil petanya…”

*****
Di luar istana, angin semakin berhembus kencang menebarkan lebih banyak bulir salju. Gumpalan putih halus itu semakin menebal di halaman dan kubah-kubah istana kerajaan Ruby.

Ketiga pemimpin kaum sihir itu kini sedang berkonsentrasi di ambang beranda tempat mereka tadinya bercakap-cakap. Dari tongkat sihir masing-masing mengalir energi dalam rupa cahaya berwarna-warni mengarah ke tengah ruangan. Pintu portal sihir yang bermandi cahaya biru pun terbuka, lalu secara bergantian mereka masuk ke dalam sebelum pintu itu tertutup dengan sendirinya, lalu lenyap tak berbekas.

----
(bersambung)
ilustrasi gambar dari www.deviantart.com

Komentar

pical gadi mengatakan…
Makasih mampirnya mas. Salam
Fidia mengatakan…
hayo.....lanjutkan mas
pical gadi mengatakan…
Tengkyu mbak Fidia :)
Mesti tetap lanjut, udah deket DL nya :)