Fiksi Pilihan
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Masih tersisa cahaya kehidupan di wajah putri Talia yang
sedang tertidur pulas entah untuk berapa lama. Kutuk tidur abadi yang
menimpanya membuat sudah berhari-hari di terbujur di atas tempat tidurnya.
Setiap pagi, ibunya, ratu kerajaan masuk ke kamar untuk
menyingkapkan penutup jendela lalu kemudian menutupnya kembali menjelang
petang. Saat ini, perhatian seperti itulah satu-satunya yang bisa dilakukan
untuk sang putri tercinta.
Kesedihan nampak begitu jelas pada raut wajah ratu juga raja
dan penghuni istana yang lain.
Akhir-akhir ini malam di istana menjadi begitu sepi, tanpa
keceriaan dan celotehan putri Talia. Raja Philos sendiri lebih banyak
menghabiskan waktu dengan menenggak bergelas-gelas anggur atau menatap cahaya
pelita seorang diri untuk memaksa matanya tertutup.
Nasihat dan hiburan orang-orang terdekat seperti para
sesepuh, pejabat istana, bahkan dari ratu sendiri tidak terlalu dipedulikan
lagi. Musibah yang menimpa putri tunggalnya itu benar-benar telah menyita
seluruh pemikiran emosinya.
Jalannya pemerintahan kerajaan pun lebih banyak diserahkan
kepada pejabat-pejabat istana terkait.
Satu-satunya hal yang
dipedulikannya saat ini adalah kesembuhan putrinya. Serta mencari segala cara
untuk menemukan penyihir yang telah berani melakukan kutuk Tidur Abadi itu.
Tapi malam ini raja terlihat sedikit ramah. Dia menyetujui
permintaan ratu untuk mengundang seorang anak muda pemain Poligra, sejenis alat
musik yang terdiri dari lusinan senar, untuk menghiburnya dengan lagu-lagu
rakyat. Ratu sendiri sebenarnya tidak terlalu suka dengan kesenian seperti itu,
tetapi dia ikut senang karena raja terlihat begitu menikmati pertunjukan itu.
Awalnya ratu begitu
antusias karena untuk pertama kalinya semenjak kejadian yang menimpa sang
Putri, raja bersedia menikmati pertunjukan seperti itu.
Namun lama-lama ratu menjadi kesal, karena sudah belasan
lagu dimainkan dan malam sudah semakin larut, tetapi raja belum mau beranjak
dari ruangan tempat pertunjukkan tunggal Poligra diadakan.
Seorang pelayan masuk dan membisikkan sesuatu kepada Raja.
Kabar itu sepertinya lebih mampu menarik perhatiannya. Raja pun memberi
perintah kepada pelayan tersebut yang diikuti oleh anggukan kepala pelayan,
sebelum meninggalkan kembali ruangan itu.
“Maaf, Sayang. Aku hendak menerima panglima Thar. Sepertinya
dia membawa kabar penting.”
Ratu mengangguk paham. Dia pun berdiri untuk ikut
meninggalkan ruangan itu.
“Bawa serta anak muda yang berbakat ini dan berikan upah
yang setimpal,” sembari memberi isyarat melalui gerakan tangan kepada pemain
Poligra agar segera menghentikan permainan musiknya. Dia pun mengikuti ratu
meninggalkan ruangan itu.
Kini ruangan besar yang biasa dipakai menerima tamu-tamu
kerajaan itu menjadi sepi. Raja seorang diri hanya ditemani beberapa pelita
yang bersinar malu-malu sampai panglima Thar masuk.
Kali ini dia tidak mengenakan pakaian kebesarannya sebagai
panglima kerajaan seperti biasa. Masih terlihat sisa-sisa peluh pada wajah dan
lehernya, pertanda baru saja sampai dari tempat yang jauh.
Raja Philos mempersilahkan panglima Thar duduk pada kursi
yang bersisian dengannya.
“Aku harap kamu membawa kabar baik, Panglima.”
“Maaf mengganggu isitrahat anda, Paduka. Aku pikir harus
memberi kabar segera agar kami dapat bergerak cepat. Sampai saat orang-orangku
di lapangan berhasil merekrut lebih dari 100 orang kaum Sagit. Dan jumlahnya
diperkirakan akan terus bertambah sampai latihan dimulai tujuh hari lagi.”
“Wah, kalian bekerja cukup cepat, Thar.”
Panglima Thar mengangguk.
“Kami pikir peristiwa yang menimpa tuan putri itu ancaman
serius untuk kerajaan kita. Malam ini juga aku mohon izin Paduka untuk
membangun tempat pelatihan prajurit baru.”
Raja Philos mengusap dagunya.
“Menurutmu berapa kapasitas tempat pelatihan itu, Thar?”
“Kita siapkan tempat untuk 500 orang. Sudah ada seratus
lebih, kemudian ada tambahan 60 orang dari prajurit kita yang ada
sekarang. Sisanya akan kami cari ke
seluruh pelosok kerajaan.”
Raja Philos berdiri dan berjalan perlahan sambil berpikir
keras.
“Katakan sekali lagi, Thar. Katakan kalau rencana kita ini
tidak akan membawa kerajaan kita kepada keadaan yang lebih berbahaya.”
“Tidak, Paduka. Selagi kita bisa menjaga kerahasiaan seluruh
rencana kita sampai waktunya tiba.”
Raja Philos sampai di depan Panglima Thar. Saat itu di atas
meja tamu ada dua lilin yang sedang menyala. Raja Philos menggunakan telunjuk
dan ibu jarinya untuk memadamkan salah satu lilin itu.
Asap putih tipis pun
melayang tipis dari sisa api pada sumbu lilin.
“Aku tidak ingin berasumsi, Thar. Menyembunyikan satu orang
mungkin pekerjaan mudah, tapi 500? Katakan sesuatu yang membuatku berpikir
rencana kita tetap akan dijalankan, sekalipun seluruh penduduk Zatyr dan kaum
sihir mengetahui kita sedang melatih 500 prajurit Sagit yang baru.”
Panglima Thar seperti berpikir keras.
“Paduka, aku berpikir kalaupun rencana kita ini terbongkar,
semua orang yang mengetahui musibah yang menimpa tuan putri akan maklum.
Bukankah penyihir sialan itu yang duluan mencari masalah dengan kerajaan kita?
Inilah jawaban kita, Paduka.”
Raja Philos menghembuskan nafas panjang.
“Kalau begitu aku percayakan sepenuhnya rencana ini
kepadamu, Thar. Oh ya, kamu bisa menggunakan kembali fasilitas kita di lembah
Siris. Tempat itu cukup strategis, dekat dengan sumber air, terpencil namun
jangkauan ke istana bisa dilakukan dengan cepat.”
Panglima Thar
mengangguk.
“Aku juga berpikir seperti itu, Paduka. Aku akan bergerak
mulai malam ini. Dimulai dengan mencari
persediaan kayu dan para pekerja.”
“Baik, segera siapkan. Besok aku akan berbicara dengan
bendahara kerajaan untuk membereskan masalah keuangannya.”
Tak lama kemudian, Panglima Thar pamit undur diri dari
tempat itu.
Raja Philos melangkah keluar ruangan. Saat sampai pada
jendela terdekat, dia menatap rembulan lekat-lekat membiarkan hatinya
bercakap-cakap dengan malam yang semakin kelam. Selama memerintah kerajaan,
baru sekali ini dia merasa keputusan-keputusannya menjadi begitu penting untuk
menentukan masa depan kerajaan Zatyr.
(bersambung)
Ilustrasi gambar dari: seanopher.tumblr.com
Komentar