Fiksi Pilihan
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Sebuah pintu astral
seperti portal yang menghubungkan dan memisahkan dua atau tiga dimensi yang
berbeda. Dalam dunia nyata pintu tersebut dapat berwujud objek apapun, termasuk
cermin rias yang digunakan dalam kamar kita.
______________
Pada malam-malam tertentu, ruang penyimpanan di basement panti asuhan St. Claire
mengeluarkan aura aneh. Setiap pengunjung yang memiliki indra ke enam
mengatakan aura mistis yang berasal dari ruangan tersebut terasa jahat. Konon, anak-anak
yang tiba-tiba hilang dicurigai pernah berkunjung ke ruangan tersebut. Makanya
ruang itu selalu terkunci rapat. Madam Pike tidak mengizinkan satu anak pun mendekat
atau bahkan menyentuh ubin tangga ke basement
tersebut. Edward si tukang kebun dan bibi Sandra, tukang masak panti kerap
berkata ruang tersebut menjadi angker karena bertahun-tahun tidak pernah
tersentuh cahaya dan dibersihkan.
Bagian yang paling menyedihkan dari cerita misteri ini kisah
anak-anak yang hilang secara misterius. Kisah ini diceritakan turun temurun.
Anak panti yang lebih tua menceritakan pada yang lebih muda. Lalu saat yang
lebih muda bertambah usia, akan menceritakannya lagi pada generasi berikutnya.
Kini giliran si kecil Augustine yang mendengarnya. Mata biru
dan bibir membulat pertanda otak mungilnya berusaha mencerna setiap kata yang
diucapkan Leonore, gadis kecil kawan sebangsalnya yang terkenal suka bergunjing
dan meneruskan ocehan orang dewasa di sekitarnya.
Saat kisah yang dicelotehkan Leonore sampai pada bagian pintu
ruang penyimpanan yang bisa terbuka sendirinya, pintu bangsal terbuka
tiba-tiba. Semua anak sudah hafal rutinitas Madam Pike, ibu kepala panti asuhan
mereka. Setiap jam sepuluh malam, wanita berambut kelabu itu menyeret tubuh
tambunnya untuk mengecek bangsal demi bangsal buat anak yang berusia dua belas
tahun ke bawah, dan kamar-kamar bertempat tidur susun untuk anak yang lebih
tua. Madam Pike tidak pernah lalai memastikan setiap anak melakoni agenda tidur
mereka tepat pada waktunya.
Makanya sontak bocah-bocah di bangsal empat itu berlarian ke
tempat tidur mereka. Tidak terkecuali Augustine. Tapi sepertinya Madam Pike
tahu muslihat mereka,
“Waktunya tidur gadis-gadis! Aku akan mematikan lampunya
lima menit lagi. Audrey! Bersihkan sepreimu dari remah coklat…. Berhenti berbisik,
Leonore! Mana Augustine? Oh disitu kau, sayang. Jangan lupa bangunkan Olive
kalau mau ke kamar mandi……,”
“Iya, madam…,” lirih Augustine.
Madam Pike pun beringsut sampai ke ujung bangsal meneliti
satu per satu tempat tidur anak-anak itu untuk memastikan semuanya baik-baik
saja. Bangsal tersebut berisi dua belas tempat tidur. Augustine berada pada
ranjang nomor tujuh, diapit oleh gadis paling senior dalam bangsal itu,
Michelle dan Olive. Tapi selama dua minggu berada di panti ini, Augustine lebih
merasa cocok dengan Olive sehingga mereka berdua kerap nampak seperti kakak
beradik.
Lampu ruangan dipadamkan, berganti lampu tidur yang cahaya
temaramnya menebar keheningan. Augustine memeluk selimutnya rapat-rapat. Setelah
melirik ke ranjang samping untuk memastikan keberadaan Olive, gadis mungil berusia
enam tahun itu pun memejamkan matanya.
________________
Augustine yang malang ditinggal mati oleh ibunya setahun
lalu. Ayahnya menghilang lebih awal lagi, saat Augustine masih berada dalam
kandungan. Ayah Augustine kalah besar pada sebuah judi pacuan kuda, dan
terpaksa menjual banyak harta mereka untuk menutupi hutang-hutangnya. Harta itu
termasuk rumah mereka. Sejak itu dia jadi laki-laki pemarah, suka mabuk-mabukan,
main pukul, dan yang lebih parah, tidak
pernah bisa meninggalkan kecanduan judi yang membuat keluarga mereka terpuruk.
Akhirnya karena tidak tahan, ibu Augustine memilih meninggalkan lelaki itu.
Setelah itu mereka berdua tidak pernah sekalipun bertemu kembali. Bahkan
setelah Augustine lahir dan tumbuh di lingkungan pinggiran kota yang kumuh dan
terasing.
Setelah ibunya meninggal, bibi Augustine mengambil alih
merawatnya dalam keluarga miskin lainnya. Keluarga bibi Augustine sebelumnya telah hidup
berkekurangan karena harus membesarkan empat orang anak dengan pendapatan
pas-pasan. Kehadiran Augustine hanya jadi tambahan beban bagi keluarga itu,
sehingga setelah merawatnya selama setahun, bibi Augustine memutuskan untuk
menyerahkan Augustine pada panti asuhan St. Claire.
__________________
Malam kembali membekukan udara di kaki bukit yang mengapit
panti asuhan St. Claire. Bulan setengah purnama yang menghiasi angkasa seolah memanggil
peri malam untuk bersiap-siap menebar mimpi.
Pukul setengah sepuluh tepat, anak-anak mulai meninggalkan
ruang rekreasi untuk masuk ke bangsal tidur masing-masing. Augustine mulai
terbiasa dengan dinamika panti asuhan itu. Ini berarti waktunya mendengar kembali
cerita-cerita aneh dari kakak-kakak sekamarnya, terutama penceloteh favoritnya,
Leonore.
Tapi sepertinya kisah malam ini kurang menarik. Leonore dan
kawan-kawannya hanya sibuk membahas kenakalan anak laki-laki di sekolahan,
dunia yang asing bagi Leonore. Maka dia pun memutuskan untuk beranjak duluan ke
ranjang dan…. memejamkan mata.
Saat membuka mata, keadaan kamar sudah berubah jadi sepi. Lampu
kamar sudah berganti dengan lampu tidur. Augustine berpaling untuk memandangi
Olive. Ahh, gadis itu sudah tertidur lelap. Augustine dapat mendengar dengkuran
halusnya dari seberang ranjang.
“Augustine…,,”
Augustine terhenyak. Suara halus itu menyapa lamat-lamat
gendang telinganya. Suara yang sampai kapanpun tidak mungkin akan dilupakannya.
Kaki mungilnya pun menyentuh sandal tidurnya yang tergelatak di atas lantai
keramik. Suara itu sepertinya dari arah pintu bangsal. Augustine melangkah
pelan menerobos keremangan bangsal. Dia bermaksud membangunkan Olive ketika
suara misterius
itu terdengar kembali.
“Mommy….,” desah
Augustine.
Pikirannya berkecamuk. Kata bibi, mommy-nya sekarang sudah pergi untuk selama-lamanya. Dia sudah jadi
malaikat di surga dan akan mendoakannya dari atas sana. Mungkinkah mommy-nya sekarang sedang berkunjung dan bermaksud
menemuinya diam-diam?
Pintu bangsal terbuka perlahan, dan Augustine terus
melangkah mengikuti instingnya. Koridor panjang yang menghubungkan refter dan
lantai untuk menuju basement sudah
setengahnya dilewati.
“Augustine,….”
“Mommy…. dimana mommy?”
Tahu-tahu Augustine sudah menuruni tangga ubin menuju ke
ruangan paling terlarang di panti asuhan tersebut. Anehnya setiap pintu yang
mestinya terkunci, malam ini dapat dilalui Augustine hanya dengan sekali
dorong.
“Augustine, aku disini…..,”
Suara itu kini terdengar dari balik pintu ruangan
penyimpanan.
“Mommy,…. Aku
takut..”
“Masuklah…..”
Augustine nampak ragu-ragu. Dia menatap galau pintu ruangan
tersebut. Tapi tiba-tiba pintu tersebut tertarik ke dalam sendirinya. Mata
Augustine membulat. Selama ini dia hanya mendengar cerita pengantar tidur, tapi
saat ini dia melihat sendiri ruangan misterius itu. Pikirannya sebenarnya
hampir membawanya berbalik meninggalkan ruangan tersebut, tapi entah kenapa
kaki mungilnya malah maju meneruskan langkahnya.
Bohlam beberapa watt di tengah ruangan membantunya mengamati
keadaan ruangan tersebut. Sebenarnya tidak ada yang istimewa. Bahkan ruangan
tersebut hampir kosong melompong. Yang ada hanya sebuah tangga karatan,
ember-ember cat bekas, sebuah mesin seperti mesin pemotong rumput dan yang
tiba-tiba menarik perhatian Augustine adalah sebuah cermin berpigura kayu hitam
yang menempel di dinding ruangan. Cermin itu berdiri memanjang setinggi tubuh
orang dewasa.
Anehnya, ruangan tersebut terlihat berdebu tak terawat, tapi
cermin itu mengkilap seperti baru. Lagi-lagi Augustine tergerak mendekati
cermin tersebut. Di depan cermin Augustine terpaku, detak jantungnya pun
terhenti sejenak. Bukan bayangannya yang dilihat dalam cermin, tapi sosok
wanita berwajah tirus yang menatap luruh ke arahnya.
“Mo… mommy…,”
suara Augustine menggelegak dari tenggorokannya.
Saat Augustine bermaksud melangkah mendekat lagi, kaki
kirinya terantuk pada ujung piyamanya. Augustine pun kehilangan keseimbangan,
dan terjatuh ke depan.
Praaannggg…!!!!!
Cermin tersebut pecah berkeping-keping dan menyingkap sebuah
celah besar di dinding. Augustine terjatuh ke semacam terowongan yang penuh
tulang belulang. Karena terhempas cukup keras, sepotong tulang rusuk menembus
mata dan otaknya sehingga menghentikan detak jantung gadis malang itu
selama-lamanya.
________________
Larik-larik cahaya memenuhi ruangan penyimpanan yang gelap
gulita. Sekejab kemudian ruangan terang benderang karena lampu-lampu berhasil
dinyalakan. Madam Pike, Edward, Bibi Sandra, beberapa anak termasuk Olive
menyapukan pandangan mereka ke seluruh pojok ruangan tersebut.
Wajah-wajah
mereka nampak gelisah.
“Kamu yakin Augustine tadi masuk kesini?” tanya Madam Pike
berusaha meredakan kepanikannya.
“Iya, madam. Aku tadi memanggil-manggil, tapi Augustine
seperti tidak bisa mendengar suaraku.
Tapi anehya begitu Agustine masuk
kedalam, pintu ruangan ini terkunci rapat kembali. Aku berteriak memanggil,
tapi Augustine tidak juga menyahut. Setelah itu aku cepat-cepat ke kamar bibi
Sandra….,” Olive menyahut berantakan.
“Tapi sekarang mana Augustine?”
Edward membisikkan sesuatu ke telinga madam Pike, tapi lalu
madam Pike membentaknya.
“Jangan konyol, Edward! Setiap kali kita ke ruangan ini kamu
selalu berbicara tentang cermin itu. Tapi…..,” Madam pike mengosongkan udara
yang memenuhi paru-parunya. “….baiklah.. Pindahkan kemana saja kamu suka! Tapi tolong
jangan taruh di koridor, kamar tidur, atau ruang rekreasi.”
“…aku akan menaruhnya di refter, madam….”
“Aku rasa tidak. Aku tidak suka dengan cermin antik itu.
Taruh saja di gudang lantai dua…!”
Edward pasrah…”Baik, madam…”
“Well, sekarang
bangunkan staf yang lain. Kita cari Augustine ke seluruh sudut St. Claire. Kita
berharap Olive hanya mengigau saja tadi. Jika tidak ketemu juga, baru aku akan
menelepon petugas…. Olive, kamu ikut aku sekarang…”
Semua orang pun bergerak meninggalkan tempat penyimpanan
itu.
Edward terlihat sedikit kesulitan memindahkan cermin besar
itu dari dinding. Tapi dengan sedikit usaha, akhirnya cermin itu bisa berpindah
ke bahunya. Tapi lagi-lagi Madam Pike membentaknya dari luar…
“Edward! Besok saja baru diurus cerminnya…, kita masih ada
pekerjaan lebih penting!!”
_________________
Nyatanya, Augustine memang tidak pernah ditemukan lagi.
Petugas polisi yang dikerahkan pun bingung menelisik kejadian ini. Peristiwa
misterius seperti ini memang pernah terjadi. Saat itu Madam Pike adalah staf
biasa yang bertugas sebagai tukang masak. Sebagian besar anak-anak yang ada sekarang
pun belum jadi penghuni panti saat itu. Tapi tak urung, hari-hari berikutnya,
St. Claire jadi seperti rumah duka. Setiap anak dan pengurus panti tenggelam
dalam kesedihan mendalam.
Setiap malam membekap, anak-anak tidak berani lagi
bergunjing mengenai ruangan penyimpanan.
Olive yang cukup
merasa kehilangan, beberapa hari terakhir sampai sulit tertidur lelap.
Ingatannya pada Augustine masih cukup dalam membekas. Malam ini Olive pun sulit
memejamkan mata. Padahal dia sudah pamit untuk tidur seranjang dengan Michele.
Malam sudah sangat larut. Dengkuran halus bersahutan, tapi Olive belum juga
tertidur.
“Olive,…..”
Olive terkejut. Spontan berbalik ke pintu bangsal, asal suara
tersebut.
“Augustine…..,” sahut Olive tak percaya
****
pertama kali ditayangkan di kompasiana.com
ilustrasi gambar dari: www.sheknows.com
Baca Juga:
Apa yang Kamu Pikirkan Ketika Hujan?
Komentar
Ngeri pa Pical !
Yang penting tdk sampai kebawa mimpi mbak.
Salam