Fiksi Pilihan
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Setelah memindahkan buku-buku yang berserakan di bawah lemari
ke atas meja, Zeta menyalakan laptopnya.
Lalu menyusun kembali buku-buku itu ke dalam lemari dari kayu hitam dengan
hati-hati. Setiap buku seperti sudah memiliki posisi pada raknya masing-masing
dan dia tak ingin susunan buku itu tertukar sedikit pun.
Di atas meja sebuah kertas panjang mengusik perhatiannya. Setengahnya
kertas itu telah dipenuhi tulisan dengan tinta merah dan biru silih berganti.
Pada bagian paling bawah dengan tinta merah tertera tulisan
Buku itu tidak ada di
tempatnya
Zeta tersenyum. Pemuda bertelinga runcing itu lalu mengambil
pulpen bertinta biru dan menuliskan kalimat lain di bawahnya
Memang. Aku
menyembunyikannya
Gambar yang indah. Di bawah langit cerah, lembah yang
memagari sungai berbatu-batu seperti menyihir Zeta untuk berlama-lama
menatapnya. Anehnya, rerumputan serta tumbuh-tumbuhan yang menghampar di sisi
sungai berwarna biru seperti langit. Air sungai yang mengalir pun berwarna
merah seperti langit senja.
Pandangannya menajam
di balik rambut lurus yang berserakan di depan keningnya. Dengan sekali menggeser
mouse, gambar di depannya membesar.
Dia mengamati detail demi detail ceruk dan pinggiran lembah kemudian senyuman
tersungging.
“Aku menemukannya…”
Zeta sedang mengejar seorang yang misterius yang
menginginkan sesuatu yang dimilikinya. Dia yakin kalau orang itu adalah seorang
gadis manis. Dia sangat mempercayai instingnya. Tapi mungkin juga karena
melihat tulisan tangan yang ditulis dengan tinta merah itu. Begitu rapi dan halus.
Dia berdiri dan tergesa-gesa mengambil kemeja kotak-kotak
dari gantungan dalam lemari dan memakainya melapisi kaos oblongnya. Dia lalu duduk
ke lantai dan menggeser tempat tidurnya sampai merapat ke dinding. Salah satu
papan lantai di bawah tempat tidurnya dibukanya dengan hati-hati lalu dia meraih
sesuatu dari bawah papan itu. Sebuah buku dengan sampul tebal dari kayu
cendana. Buku itu menjadi istimewa karena berisi kisah-kisah tentang para
leluhur penjaga semesta.
Zeta lalu mengembalikan posisi tempat tidurnya dan memasukkan
buku itu ke dalam tas yang sudah tersampir di punggungnya. Dia kembali
mengambil pulpen dan menuliskan
kata-kata di atas kertas,
Aku akan membawakannya
untukmu.
Zeta memejamkan mata
kuat-kuat. Lalu… tiba-tiba menghilang tak berbekas dari kamar itu.
---
Dia muncul kembali ke tempat yang lain, puluhan ribu kilo
meter jauhnya. Burung-burung yang sedang bercengkerama di tepi sungai sampai
terbang berlarian karena terkejut dengan kehadiran Zeta yang tiba-tiba.
Dengan kaki telanjang dia menyusuri rumput berwarna biru
langit. Di sisi kirinya sungai berwarna merah tembaga mengalir malu-malu. Dia berhenti di depan gua yang berhadapan
dengan tepi sungai.
Kakinya kemudian diarahkan masuk ke dalam gua itu. Suhu
udara menurun drastis sehingga dia merapatkan kemejanya. Stalaktit-stalaktit
yang meneteskan embun terdengar seperti harmoni ketukan yang bergema di
sepanjang gua.
Setelah berjalan 13 menit, Zeta sampai pada ujung gua yang lebih mirip
sebuah kamar tidur nyaman tanpa jendela. Dua buah lilin bernyala di bagian kepala
dan kaki ranjang, membuat ruangan itu terasa lebih hangat. Ada lemari kecil yang
terbuka di sudut ruangan. Hanya saja lemari itu nampak kosong melompong.
Zeta tertegun. Dia
kehilangan jejak lagi kali ini.
Dia memejamkan mata dengan kuat lalu lenyap tanpa bekas.
---
Saat muncul kembali kamarnya, Zeta menemukan buku-bukunya kembali berserakan
di bawah lemari. Masih tersisa aroma melati yang lembut di sudut-sudut kamar.
Dia menggelengkan kepala pelan sambil tersenyum. Gadis misterius itu kembali ke
kamarnya. Zeta harus mengakui kegigihan buruannya. Tapi walaupun gadis itu juga
seorang teleporter , dia pasti pergi
tanpa hasil lagi.
Laptop di atas meja masih menyala, sehingga dia mengurungkan
niat membereskan serakan buku-buku dan langsung menghampiri laptopnya. Tapi
kertas panjang di atas laptop lebih mengusik perhatiannya. Tulisannya tadi kini
disusul dengan tulisan lain lagi, bertinta merah, kali ini lebih panjang. Zeta
mengernyitkan kening saat membacanya.
Tak perlu. Tahukah
kamu, caramu menyusun buku-buku di lemari telah membantuku menemukan buku
Penjaga Semesta itu? Terima kasih, Z. Aku telah menemukannya. Aku tidak bisa
memberi banyak padamu, aku hanya meninggalkan jejak terakhir di antara
buku-bukumu. Salam, Q.
Zeta terlihat bingung. Apa yang dimaksud dengan Aku telah menemukannya? Bukankah buku
itu masih ada bersamanya.
Dia lalu mengeluarkan buku bersampul kayu cendana dari dalam
tasnya. Ya, buku itu masih ada. Zeta menyipitkan matanya. Memang buku itu
terasa lebih ringan. Dia pun membuka halaman demi halaman dan… terkejut.
Buku itu ternyata kosong melompong.
Hanya ada satu kemungkinan. Gadis itu memang berhasil
menemukannya dan menukarnya dengan buku yang palsu sebelum Zeta menyadarinya.
Zeta pun merasakan hawa amarah memenuhi kepalanya. Dia telah
dipecundangi gadis buruannya itu. Gadis itu berhasil mencuri buku Penjaga Semesta-nya dan sepertinya juga
telah mengetahui namanya. Padahal Zeta sendiri, jangankan melihat rupa si gadis
misterius, namanya pun tidak dikenalnya. Mungkin satu-satunya petunjuk yang
ditinggalkan gadis itu adalah Q. Namanya berinisial Q.
Tapi anehnya, Zeta masih bisa tersenyum. Saat hendak
merapikan kembali buku-buku yang berserakan, dia kembali teringat dengan
tulisan terakhir dari gadis misteriusnya. Buku-buku itu pun tidak disentuhnya
melainkan dipandanginya dengan cermat. Memang rupanya buku-buku itu tidak
berserakan begitu saja, tetapi membentuk sebuah pola. Itu lebih mirip sebuah
angka…
Angka 4.
Tapi apa artinya?
Zeta kembali menatap layar laptopnya. Selama ini gadis itu
selalu meninggalkan jejak dalam bentuk gambar-gambar dalam laptopnya. Apakah
mungkin 4 itu artinya gambar ke empat?
Zeta membuka kembali galeri gambarnya dan memunculkan gambar
ke empat. Sebuah pulau kecil di tengah lautan berwarna kuning gading. Di tengah
pulau ada kawanan pohon kelapa yang buahnya berwarna ungu, kelabu dan biru
langit. Zeta menatap gambar itu dengan yakin.
Tidak ada salahnya dicoba, bukan?
Dia lalu memejamkan mata rapat-rapat.
***
ilustrasi gambar dari: amandakaylaliberty.wordpress.com
pertama kali ditayangkan di kompasiana.com
pertama kali ditayangkan di kompasiana.com
Komentar