Fiksi Pilihan

Nada Tinggi Belum Tentu Marah

  Di ruang persiapan, tuan presiden dalam balutan batik kontemporer sekali lagi memandang naskah pidatonya dan memberi perhatian pada tanda-tanda baca warna-warni yang bertebaran di sepanjang naskah.

Cermin




Sebuah cermin sedang bercerita
tentang kehidupan
di antara dua zaman.
.
Pucuk-pucuk embun tidak mau ketinggalan
pun matahari yang hadir malu-malu
juga rumpun melati dan kembang sepatu
mereka memasang telinga
dan memperhatikan.

.
Katanya,
setiap kali mematut wajah
kehidupan selalu meminta bayangan keindahan
namun cermin hanya mampu memantulkan sejarah.
Sayangnya, masa lalu kehidupan adalah noda dan kerapuhan.
Kehidupan menjadi gusar
lalu menghempaskan cermin sekuatnya.
.
Kehidupan menua
matahari beralih
embun memudar
bunga-bunga di taman mekar, layu dan mati.
.
Cermin belum lelah menanti dan bercerita
pada taman, embun dan matahari
tentang kehidupan baru
yang akan kembali mematut wajah
menjadi gusar dan menghempaskannya lagi.
.
Aku pun mengambil cermin itu
lalu meletakannya di depan cermin tua penghuni kamarku.
Kini aku bisa melihat kehidupan
di antara matahari dan embun

dari masa depan. 




kota daeng, 24 November 2016


pertama kali ditayangkan di kompasiana.com 
ilustrasi gambar dari:https://www.pinterest.com/



Baca Juga:

Doa Uang Receh




 photo Jangancopasing.jpg

Komentar