Fiksi Pilihan

Nada Tinggi Belum Tentu Marah

  Di ruang persiapan, tuan presiden dalam balutan batik kontemporer sekali lagi memandang naskah pidatonya dan memberi perhatian pada tanda-tanda baca warna-warni yang bertebaran di sepanjang naskah.

Demonstrasi dan Lelaki Tua



Pada sebuah konstelasi politik, massa bergerak
jalan raya dan bumi berderak
jantung-jantung nyaris menahan detak
hujan pun tidak berani mencipta riak
mata-mata melotot, bibir kering berteriak-teriak.
.
Lelaki tua penjaja cendol terbelalak
di depan mata bukan pembeli beringas tumpah ruah
kaki kurus gemetar hati menciut gentar.
.

Gerobak cendol pun ditarik perlahan, roda memutar sengsara
menjauh segera
sembunyi di balik asap yang mengepul dari ribuan kepala.
.
Satu kali
dua kali
ledakan demi ledakan mengibiri nyali.
.
Tukang ojek memutar arah
berlalu secepatnya dari umat amarah
penjaja koran berlari tak tentu arah
.
Lelaki tua mau ikut berlari tapi gerobak cendol tak mampu menjaga diri
akhirnya mereka terus bersembunyi dibalik tirai yang dirajut matahari
mempertahankan rupiah penghabisan dan masih terus menanti.
.
Massa terus bergerak
berteriak
suara ledakan menggelegak
asap dimana-mana
.
Lelaki tua gemetaran
dia dan gerobak cendol masih bersembunyi ketakutan.


----

kota daeng, 3 November 2016


pertama kali ditayangkan di kompasiana.com 
ilustrasi gambar dari: ilustrasi gambar dari: https://www.flickr.com/




Baca Juga:

Doa Uang Receh




 photo Jangancopasing.jpg

Komentar

Lipul El Pupaka mengatakan…
Boleh ku bilang inspiratif bang :)
pical gadi mengatakan…
Makasih mampirnya bang Lipul. Salam hangat