Fiksi Pilihan

Nada Tinggi Belum Tentu Marah

  Di ruang persiapan, tuan presiden dalam balutan batik kontemporer sekali lagi memandang naskah pidatonya dan memberi perhatian pada tanda-tanda baca warna-warni yang bertebaran di sepanjang naskah.

Balada Pelahap Cahaya


Cahaya lenyap
senyap
Gelap mengunyah
lahap
sesekali menyepah
terang sisa secercah.


Manusia sudah lelah beternak cahaya
pemangsanya beranak pinak
seperti cendawan kala penghujan
mengincar buruan dibalik pagar kesadaran
mengancam keselamatan.

Tinggal berharap dari kunang-kunang terakhir
yang bersembunyi dibalik tabir terakhir
berdoa agar Gelap kehilangan rasa lapar
atau tertidur bermusim-musim dalam kamar

Salah!
Tabir terakhir nyatanya adalah Gelap sendiri
Kunang-kunang terakhir pun dilahap dengan keji

Kini
dunia benar-benar sepi
gelap meliputi.

Lenyap
senyap
Gelap berhenti mengunyah

Tak ada lagi cahaya
padahal masih terus kelaparan.
akhirnya Gelap kehilangan pikiran
dan mulai mengunyah diri sendiri.

Gelap melahap gulita
senyap melahap sepi
kosong melahap hampa.

Manusia ketakutan
lalu sembunyikan diri dalam keranjang mimpi

Gelap pun punah
sekarat
mati
seiring matahari pagi.

---

pertama kali ditayangkan di kompasiana.com 
ilustrasi gambar dari http://hikaruga.deviantart.com



Baca Juga Fiksi Keren lainnya:

Koper Pengetahuan dan Cinta









 photo Jangancopasing.jpg

Komentar