Fiksi Pilihan

Nada Tinggi Belum Tentu Marah

  Di ruang persiapan, tuan presiden dalam balutan batik kontemporer sekali lagi memandang naskah pidatonya dan memberi perhatian pada tanda-tanda baca warna-warni yang bertebaran di sepanjang naskah.

Warisan



Kamu akan warisi langit
akan warisi bintang-bintang yang menghiasinya
jadi bermimpilah setinggi-tingginya
sampai lelah dan ucapkan perpisahan pada masa imaji
lewat lengkungan senyum di bawah mata yang masih pejam.

Kamu akan warisi sungai, ngarai dan pantai
serta tempat eksotik yang belum tertangkap mata kamera
jadi belajarlah mengenal semua warna dan jalan
sampai saatnya kakimu semakin tangkas menjejaki dunia.


Kamu akan warisi pengetahuan
akan warisi kearifan yang menyertainya
jadi berlatihlah melapangkan dan mengisi kepala serta hati
seperti menuang air dari guci ke dalam kendi
sampai fasih jemari menulis, mengetuk dan membuka pintu aksara.

Sayangnya, kamu juga akan mewarisi egoisme
racun dari peradaban yang selalu terasa manis di lidah.
Kamu bisa menapaki puncak-puncak benua
bisa menyelami palung terdalam ilmu pengetahuan
tapi egoisme membuatmu tak akan pernah terpuaskan
menggerogotimu sampai tak tersisa lagi untuk dikenang.

Jadi belajarlah mengalahkan diri sendiri
dengan berlatih membangun rumah
dari kayu yang kamu tanam dan tebang dengan tanganmu sendiri
bukan dari membongkar jembatan orang lain.

Niscaya warisan-warisanmu yang lain
masih cukup tersisa
untuk penerima warisan berikutnya.

---

pertama kali ditayangkan di kompasiana.com 
ilustrasi gambar http://www.gkids.com


Baca Juga Fiksi Keren lainnya:
Pagi Adalah Kontemplasi Hidup








 photo Jangancopasing.jpg

Komentar