Fiksi Pilihan

Nada Tinggi Belum Tentu Marah

  Di ruang persiapan, tuan presiden dalam balutan batik kontemporer sekali lagi memandang naskah pidatonya dan memberi perhatian pada tanda-tanda baca warna-warni yang bertebaran di sepanjang naskah.

Meditasi


Kendati dingin menjamah kalbu
malam masih merayu
mata masih terpejam dalam
dan napas masih terdiam.


Aroma keheningan menguar liar
jelajahi batas-batas kesadaran
lalu kembali untuk buktikan
jantung masih berdetak di luar.

Kita benci kesendirian
tapi tanpa disadari
kita semua adalah pecandu meditasi.

Kita biarkan kesadaran kita direnggut mayapada
untuk diombang-ambingkan di antara gemintang dan purnama
sementara raga dititipkan pada sepotong napas
yang hanya terdiam dalam lugas

Detak demi detak
adalah ritme semesta
sebagian bergerak dan sebagian terlelap.
tak ada ujung ritual kesenyapan ini.

Kita benci kesenyapan
tapi tanpa disadari

kita semua adalah pecandu meditasi.

---

kota daeng, 23 Juli 2017


pertama kali ditayangkan di kompasiana.com 
ilustrasi gambar http://www.pxleyes.com


Baca Juga Puisi Keren lainnya:

Cermin









 photo Jangancopasing.jpg

Komentar