Fiksi Pilihan

Nada Tinggi Belum Tentu Marah

  Di ruang persiapan, tuan presiden dalam balutan batik kontemporer sekali lagi memandang naskah pidatonya dan memberi perhatian pada tanda-tanda baca warna-warni yang bertebaran di sepanjang naskah.

Effizel



Effizel, malaikat yang baru lulus pendidikan sedang dimagangkan di pos 12.

Semua penghuni surga tahu kalau pos 12 adalah tempat yang paling sibuk. Disinilah pos penyortiran doa paling pertama. Dalam hitungan menit, ratusan ribu doa dipanjatkan. Sayangnya tidak semua doa itu sifatnya baik. Malah banyak yang tidak benar. Ada istri yang mendoakan suaminya ditabrak kereta api, ada eksekutif yang mendoakan seniornya supaya korupsi, ada laki-laki yang mendoakan agar pacar yang dihamilinya hilang ingatan dan lain-lain. Doa-doa sejenis ini begitu diterima
malaikat petugas langsung dimasukkan ke tempat sampah tingkat satu sedangkan doa lain yang lulus screening pertama langsung diteruskan kepada pos-pos lain sesuai tujuan doanya masing-masing.
Oleh karena itu malaikat-malaikat yang ditugaskan di pos 12 adalah mereka yang cekatan, terampil dan punya kemampuan menganalisa yang baik. Jika surga itu sebuah rumah sakit, mereka ini seperti perawat-perawat yang ditempatkan di UGD atau ICU.

Effizel tahu benar hal itu sehingga berusaha menjaga kepercayaan besar yang diamanatkan kepadanya. Pada hari pertama magang, Effizel dan beberapa malaikat magang lainnya langsung mendapat briefing dari Supervisor Pos. Mereka diperkenalkan pada malaikat-malaikat senior pos 12 yang nyaris sedetikpun tak memalingkan wajah dari layar, mesin-mesin penyortir doa berlayar besar, lalu nomor-nomor channel untuk meneruskan doa yang lulus screening, perangkat analyzer dan lain-lain. Effizel lega, semua perangkat tersebut serupa dengan mesin simulasi pada saat pendidikan.

“…hanya ingat. Tidak semua teori yang kalian terima saat pendidikan dulu sesuai dengan keadaan sebenarnya di sini. Manusia itu makhluk cerdas dan unpredictable, akhir-akhir ini banyak doa yang aneh dan nyeleneh. Jadi kalau kalian tidak paham, segera hubungi aku,” ucap Supervisor Pos mengakhiri briefing.

“Nah, sekarang mulailah bekerja!”

Mesin penyortir doa pun berpindah tangan. Effizel mulai bekerja, menatap lurus ke dalam layar. Dalam sekejab, bait demi bait doa muncul dengan cepat, seperti barisan chat tanpa jeda. Jemari Effizel bergerak dari satu tuts ke tuts lain, membaca dan memindahkan doa demi doa tersebut ke channel yang sesuai. Doa yang tidak lulus screening diteruskan ke recycle bin atau tempat sampah. Awalnya gerakannya terlihat kaku, tapi seiring waktu gerakannya semakin lincah dan gegas.

Sesekali muncul doa bertanda khusus dengan warna teks hijau teduh. Artinya doa tersebut adalah prioritas karena didoakan dengan sepenuh hati sampai meneteskan air mata. Biasa doa sejenis ini adalah doa mereka yang tertindas, mereka yang sedang dalam masalah besar atau mengharapkan kebaikan besar dalam kehidupan orang lain sehingga pada umumnya bisas lulus screening dengan mudah. Malaikat petugas hanya perlu menyortirnya ke dalam channel yang sesuai.

Effizel merasa hari itu berjalan dengan lancar, sampai satu doa berwarna hijau muncul di hadapannya. Effizel tertegun. Mesin analyzer memberikan rekomendasi untuk menyortir doa tersebut ke channel 034, channel doa terkait bisnis dan keuangan. Tapi Effizel tahu, analyzer bekerja berdasarkan algoritma tertentu saja, sehingga dia kembali membaca doa tersebut perlahan-lahan. Keningnya mengernyit, jemarinya berhenti bergerak, cukup lama. Layar mesin penyortir doanya tiba-tiba berpendar merah sembari mengeluarkan suara mirip sirine pemadam kebakaran. Effizel terkejut. Dia lupa setiap mesin punya kapasitas penampung doa. Mesinnya overload.

“Effizel!” Supervisor Pos, keluar dari ruangannya dengan gusar. “Kalau masih bingung, segera alihkan lalu lintas doanya! Mesin bisa cepat rusak kalau sering overload…”

“Ma- maaf, Senior,” Effizel menyahut gugup lalu cepat-cepat menarik salah satu tuas raksasa di sisi kiri mesin. Suara gaduh berakhir, dan layar mesin kembali normal. Di dalam layar masih tertera doa yang tadi membuat Effizel bingung.

“Ada apa? Kenapa kamu ragu-ragu?” suara Supervisor Pos melunak, lalu ikut membaca doa tersebut.

“Doa ini masalahnya, Senior. Intinya, orang ini ingin agar anaknya kuliah di luar negeri sehingga mohon kelancaran dalam karirnya. Tapi di bagian akhir doa, dia juga mohon agar dijauhkan dari OTT.”

Supervisor menggeleng kepala sambil menghembuskan napas panjang.

“Indonesia…,” ucapnya lirih setelah membaca informasi doa pada layar mesin. “Dia seorang koruptor. Doa ini harus masuk ke tempat sampah, Effizel.”

Effizel masih terlihat bingung, tapi tetap menuruti rekomendasi supervisornya.

“Lanjutkan, Effizel. Ingat, jangan mudah percaya pada analyzer dan status hijau. Minggu ini sudah tiga malaikat petugas yang menemukan doa seperti ini. Jadi, setiap doa tetap harus dibaca dengan seksama, mengerti?”

“Siap, Senior.”

“Bagus, sekarang dorong kembali tuas lalu lintas doanya,” perintah Supervisor pos lagi sebelum kembali ke ruangannya.

“Indonesia… Indonesia…”


Effizel merekam nama negara tersebut dalam ingatannya baik-baik. Lain kali doa-doa dari negara tersebut harus diperhatikan baik-baik.


---

pertama kali ditayangkan di kompasiana.com 
ilustrasi gambar dari http://www.huffingtonpost.com/


Baca Juga Fiksi Keren lainnya:

Pengelana Malam





Komentar