Fiksi Pilihan

Nada Tinggi Belum Tentu Marah

  Di ruang persiapan, tuan presiden dalam balutan batik kontemporer sekali lagi memandang naskah pidatonya dan memberi perhatian pada tanda-tanda baca warna-warni yang bertebaran di sepanjang naskah.

Gelora Pagi



Matahari ketuk jendela
tajamkan telinga
dengar
lagu menghentak yang dimainkan semesta.


Langit biru riuh tertawa
karena awan-awan menari Salsa
dari celah selimut aroma kopi tubruk menggelitik
awal semarak hari yang sayang dilewatkan.

Waktunya tinggalkan pembaringan
dan sisa-sisa kemalasan
hirup pagi yang menggelora sepuasnya
agar penuh paru-paru dan segar jiwa.  

Daratkan satu dua kecupan hangat
ikat tali sepatumu kuat

lalu berlarilah mengejar obsesimu.


---

kota daeng, 29 Oktober 2017



ilustrasi gambar dari http:nightlightsandmorningjoys.com


Baca Juga Fiksi Keren lainnya:

Embun Memanggil Perang



Komentar

Boris Toka Pelawi mengatakan…
hai mas, blognya bagus hehe baru kali ini mampi ke mari,,,,