Fiksi Pilihan
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Langit malam telah berhias bintang-bintang dan purnama bulat
penuh. Sebulat piring saji restoran di hadapanku. Di atasnya ada ayam goreng
madu yang telah dihabisi seperempatnya. Syukurlah, santap malam yang nikmat ini
berhasil mengusir rasa lelah seharian gara-gara tiga presentasi bisnis dan dua
jam lebih mengerjakan deadline
laporan yang harus disetor ke head office
sebelum jam empat sore.
“Ayam goreng madu-nya enak, kan?” tanyamu sambil memamerkan
senyum semanis madu. Aku yakin sanggup melelahkan hati lelaki manapun yang
memandangnya.
“Iya, Ver. Tahu aja kamu resto seperti ini…”
“Aku udah dua kali kesini. Pertama tahu waktu janjian sama klien.
Dia yang recommend restoran ini, juga
menu andalannya ayam goreng madu.”
Aku manggut-manggut.
Resto yang diberi nama De
Castillo ini terletak di lantai 10 sebuah hotel bintang tiga. Di sisi
barat, ada meeting room yang aku
taksir berkapasitas 50-60 orang. Di sebelah timur dan utara, kaca-kaca jendela memanjang
dibiarkan polos tanpa tirai. Memang sengaja, agar pengunjung restoran bisa
menikmati city view sepuasnya.
Tapi bukan itu yang menarik perhatianku di malam yang hangat
dan romantis ini. Tapi makhluk manis nan seksi yang berhadapan denganku saat
ini.
“Eh, Al, Sepertinya orang-orang Mega Pratama tadi tertarik
dengan presentasi kamu,” ucapmu sambil menyampirkan sebagian rambut yang
terurai ke belakang telingamu lalu kembali meraih gagang garpu.
“Mudah-mudahan, ya, Ver,” sahutku. “Mereka itu calon klien berdompet tebal,”
Perutku sudah mulai terisi. Dan sepertinya asupan sambal
membuat suhu tubuh meninggi, jadi aku melepas satu kancing kemeja bagian atas.
Kamu tersenyum semakin manis dalam balutan lipstik merah
menyala yang senada dengan warna blazermu, “Kenapa, Al. Panas ya?” satu suap
daging ayam kembali masuk diantara bibir merah lalu dikunyah perlahan-lahan.
Ah, mengapa aku kok
jadi aneh begini?
Vera memang salah satu idola para pria di kantor kami.
Cantik, pandai dan supel. Kami sama-sama sales
executive, tapi memang jarang-jarang dipasangkan oleh big boss seperti hari ini. Biasa hanya pada saat menghadapi klien
besar saja. Jadi rasanya baru hari ini aku mengenal pribadinya dan mengakrabi
kencantikannya lebih dekat.
“Aldo, kamu kenapa? Kok jadi melongo begitu?”
“Eh, ng… nggak. Efek sambel ini,”
“Oh…” bibirmu membulat.
Tapi pemandangan itu justru jadi membuatku semakin membayangkan
yang tidak-tidak. Bagaimana ya rasa dan sensasi bibir merah ranum itu? Kok aku semakin jadi kacau begini. Apa
akibat pengaruh ambience restoran dan
malam indah di luar sana?
“Eh, ayo buruan dihabiskan. Nanti kalau pulangnya kemalaman
bisa disetrap istri kamu di rumah. “
Ini senjata pamungkas gadis-gadis seperti kamu. Sepertinya
kamu bisa membaca pikiranku yang mulai kesana-sini.
“Tenang aja, nggak bakalan, Ver. Istriku kan lagi di
kampung, lagi menemani adik ipar yang baru habis lahiran…”
Aku menangkap perubahan ekspresi kamu. Senyum manis
perlahan-lahan berubah jadi senyum nakal. Kamu lalu meletakkan sendok garpu dan
menatap mataku…
“Jadi sudah berapa lama kamu tidak bercinta?”
Waduh, pertanyaan itu membuat aku jadi bingung berat. Akan diarahkan kemana percakapan ini?
---
ilustrasi gambar dari https://www.masakankoki.com/
Baca Juga Fiksi Keren lainnya:
Aku Sudah Tidak Perawan Lagi
Komentar