Fiksi Pilihan

Nada Tinggi Belum Tentu Marah

  Di ruang persiapan, tuan presiden dalam balutan batik kontemporer sekali lagi memandang naskah pidatonya dan memberi perhatian pada tanda-tanda baca warna-warni yang bertebaran di sepanjang naskah.

Kapal Sekarat



Kapal penjelajah kita yang sekarat
sedang menguras cahaya dari sektor galaksi terasing
lampu demi lampu meredup
seperti bintang yang sedang menelan dirinya sendiri.

Di luar sana
ujung perang masih belum terlihat
seperti menjelajahi kecepatan warp
tanpa tahu kapan akan berhenti.


Perang kita di sini pun belum usai
melawan hypothermia melawan karbondioksida
melawan malfunction pada mesin-mesin penunjang kehidupan kita.

Energi pesawat kita masih mengisi
entah berapa jam lagi, Sayang
wajahmu kian putih memucat di balik kapsul
dengan tatapan kosong
sementara itu satu demi satu
nyawa awak pesawat tak terselamatkan
kita sedang berpacu dengan waktu
tapi selalu ada secercah cahaya untuk mereka yang berharap.

Kita akan memenangkan perang dengan menyelamatkan
orang yang kita sayangi
bukan dengan menghancurkan orang yang kita benci,
ucapan salah satu pejuang pada generasi yang lalu.

Hari ini kita akan mengulanginya lagi

Bertahanlah. 


---
ilustrasi gambar dari https://www.space.com/

Baca Juga Fiksi Keren lainnya:

Pagi adalah Kontemplasi Hidup






Komentar