Fiksi Pilihan

Nada Tinggi Belum Tentu Marah

  Di ruang persiapan, tuan presiden dalam balutan batik kontemporer sekali lagi memandang naskah pidatonya dan memberi perhatian pada tanda-tanda baca warna-warni yang bertebaran di sepanjang naskah.

Pohon-pohon Cinta



Di atas permukaan kesadaran
kamu tumbuhkan cinta serupa tunas pepohonan
lalu kamu pupuk dengan ketulusan dan kesetiaan
dalam diam dan keheningan.


Sedangkan di bawah permukaan
aku terkubur tak menunggu dan tak berjalan
berteman diam dan keheningan.

Sampai akar-akar pohon cintamu mencapaiku
mencoba menyesap sari kehidupannya dari kebodohanku.
Adakah pohon-pohon cintamu telah berbuah? Ranum?
Siapakah yang akan memetik?

Terlambatkah aku?

---

ilustrasi gambar dari https://www.goodfon.com/

Baca Juga Fiksi Keren lainnya:

Cermin





Komentar