Fiksi Pilihan

Nada Tinggi Belum Tentu Marah

  Di ruang persiapan, tuan presiden dalam balutan batik kontemporer sekali lagi memandang naskah pidatonya dan memberi perhatian pada tanda-tanda baca warna-warni yang bertebaran di sepanjang naskah.

Memilih Diam


Kita bisa berteriak lantang
atau memilih diam
kita bisa berseru-seru
atau menjadi bisu.


Tapi jika tinggal sendiri
suara atau sepi
hanyalah kerlip lilin yang ditelan kelam malam
redup dan menghilang.

Sesungguhnya suara kita adalah serpihan-serpihan
yang bila dikumpulkan dari serakan
lalu direkatkan satu sama lain
akan menjadi lukisan
suara Tuhan.

Tuhan pun akan membisu
jika kita memilih diam.


----

kota daeng, 5 Juli 2018


ilustrasi gambar dar https://makassar.terkini.id/







Komentar