Fiksi Pilihan

Nada Tinggi Belum Tentu Marah

  Di ruang persiapan, tuan presiden dalam balutan batik kontemporer sekali lagi memandang naskah pidatonya dan memberi perhatian pada tanda-tanda baca warna-warni yang bertebaran di sepanjang naskah.

Mati itu Bahasa Takdir



MATI itu bahasa takdir yang dibisikan dari sudut-sudut tebing dan lembah yang belum pernah kalian jelajahi. Tapi BENCI itu bahasa pilihan yang bisa kalian bungkam atau teriakan lantang-lantang dengan kekuatan kalian sendiri.


Hari ini kalian telah mempertemukan kedua bahasa, MATI dan BENCI.
Ah, rasakan sensasi rima dan aromanya.

Jika berbeda club sepakbola saja bisa bikin kalian mengundang MATI, tidak usah kaget dengan apa yang bisa kalian lakukan besok, Wahai anak-anak manusia, dengan berbeda suku, berbeda budaya, berbeda agama, berbeda pendapatan per kapita, berbeda asuransi, berbeda aroma ketiak, berbeda cara meludah, berbeda orientasi seksual, berbeda cara membalas chat, berbeda genre film, berbeda partai, berbeda capres…
sebutkan lebih banyak lagi!

Tak bisakah sesekali kalian menggeser titik api dari mencari perbedaan menjadi mencari persamaan?
Jika masih terasa susah, tanyalah pada takdir.


----

Palopo, 24 September 2018


gambar dari http://asianage.com


 photo Jangancopasing.jpg

Komentar