Fiksi Pilihan

Nada Tinggi Belum Tentu Marah

  Di ruang persiapan, tuan presiden dalam balutan batik kontemporer sekali lagi memandang naskah pidatonya dan memberi perhatian pada tanda-tanda baca warna-warni yang bertebaran di sepanjang naskah.

Politik Dua Kaki dan Agen Ganda






“Politik dua kaki? It’s so mainstream!

Begitu ucapmu dengan nada pongah sore itu, usai berpetualang menyusuri megapolitan dan kita terkapar lelah di pojok salah satu kafe. Sambil menunggu Kopi Gayo diracik barista, pembicaraan kita pun mulai mengalir ke topik politik. Sebagai wasekjen sebuah parpol besar, topik ini berhasil kamu kunyah dengan enteng, seperti mengunyah popcorn manis pedas di atas meja. berbeda denganku yang seorang akuntan. Kami bergelut dengan angka dan data yang rigid sementara bagi kalian, angka dan data itu sangat dinamis.


“Maksudnya?” tanyaku lagi. “Aku baca di berita, analisis para pengamat seperti itu.”

“Ah, memang itu kesan yang ingin kami tampilkan kepada masyarakat. Dengan dukungan beberapa tokoh di grassroot, terkesan seperti itu. Tapi tahu nggak?”

Kamu mengecilkan suara. “Kami punya sejumlah agen di parpol-parpol besar lainnya. Kesannya mereka adalah kader loyal di partai tersebut, tapi sebenarnya… mereka adalah informan kami.”

“Spionase?” tanyaku dengan suara ikut mengecil.

“Bisa dikatakan seperti itu,” sahutmu dengan volume suara normal kembali, lalu terkekeh kecil.

“Bukannya itu licik, Bro?”

Tawamu membesar. “Dalam politik itu namanya strategi, Bro. Dan senjata partai kami di lapangan 
sangat efektif berkat para agen tadi.”

Aku hanya geleng-geleng kepala. Untung kita sudah berteman sejak SMA, jadi aku sudah hafal benar karakter pragmatismu. Dan karakter ini sepertinya semakin berkembang di lingkungan yang kamu geluti sehari-hari.

---
Sore ini saat membaca berita daring usai bekerja, aku sangat terkejut. Wajahmu muncul di headline berita tentang Operasi Tangkap Tangan KPK siang tadi. Apa yang terjadi kawan?

Aku ingat masih menyimpan nomor HP isterimu, jadi dalam tempo sesingkat-singkatnya aku segera meneleponnya. Suara sesenggukan langsung terdengar begitu HP isterimu tersambung. Dengan suara bergetar, dia pun membeberkan semuanya, tentang penangkapanmu, tentang keresahanmu beberapa hari terakhir ini dan aku pun menyimpulkan sesuatu. Sepertinya agen-agen yang kamu ceritakan sore itu tidak semua loyal pada partai. Ada yang agen ganda dan mungkin punya dendam pribadi yang tidak kamu ketahui. Sialnya, agen ganda itu tahu kelemahanmu dan waktu yang tepat untuk mencidukmu.

****

pertama kali ditayangkan di kanal fiksi kompasiana

gambar dari http://chess.com


 photo Jangancopasing.jpg

Komentar