Fiksi Pilihan

Nada Tinggi Belum Tentu Marah

  Di ruang persiapan, tuan presiden dalam balutan batik kontemporer sekali lagi memandang naskah pidatonya dan memberi perhatian pada tanda-tanda baca warna-warni yang bertebaran di sepanjang naskah.

Sekali Lagi Kita Diuji





Kita berserakan di halaman rumah Ibu Pertiwi
mengais dan memetik hasil buminya
menangis dan tertawa dalam naungannya.
Kita adalah darah dalam nadi yang terus bergerak
karena jantung berdetak
sesekali saling terjang karena kaki terantuk bebatuan
sesekali saling cakar karena belum mampu berkelakar.


Tapi kita sama-sama serakan yang berjuang
padu menampik musuh yang datang mengusik.
padu bersatu saat rumah diganggu.

Saat rumah diterjang badai
kita bangun yang lebih besar lagi
saat tanah mulai kering dan sakit
Kita gali bebatuan untuk alirkan sungai dari bukit

Kita selalu ada untuk Ibu Pertiwi
karena kita adalah keterpaduan dalam serakan
harmoni dalam keberagaman
energi dalam diam.

Kita telah mengarungi sejarah, prestasi dan elegi
untuk membuktikan darah masih bergerak dalam nadi
demi rumah Ibu Pertiwi.

Kini
sekali lagi kita diuji.



---

kota daeng, 17 September 2018

pertama kali ditayangkan di kanal fiksi kompasiana
gambar dari http://vemale.com


 photo Jangancopasing.jpg

Komentar