Fiksi Pilihan

Nada Tinggi Belum Tentu Marah

  Di ruang persiapan, tuan presiden dalam balutan batik kontemporer sekali lagi memandang naskah pidatonya dan memberi perhatian pada tanda-tanda baca warna-warni yang bertebaran di sepanjang naskah.

Likuifaksi




Di ujung senja, gempa tujuh skala richter telah menggetarkan sanubari, meluluhlantakan kewarasan dan menggoncang kemanusiaan. Rumah-rumah yang dibangun oleh mimpi dan keringat porak poranda setelah nelangsa. Lalu burung camar terakhir tinggalkan tepian yang bias karena sekatnya dihapus gelombang.


Kita pun menjerit di dalam kepompong belasungkawa dan menghirup sepuasnya aroma tragedi sampai tidak ada lagi yang tersisa untuk air mata.

Tapi jangan hati sedingin tanah dan seputus asa bebatuan di dalamnya. Hempaskan energi duka jadi tarikan dan dorongan lempeng nurani. Tanah kaku pun jadi pembawa asa seperti arus muara yang menyibak apa saja yang menghalangi eksistensinya.

Selalu ada jawaban dari setiap misteri peristiwa, seperti cahaya yang menyeruak dari gelapnya subuh dan ikhtiar yang muncul dari dalamnya doa.

Kita boleh kecewa karena rencana tinggal rencana dan orang-orang tercinta telah menjadi gurat aksara masa lalu.

Tapi jangan hati sedingin tanah dan seputus asa bebatuan di dalamnya.



---

kota daeng, 5 Oktober 2018


gambar dari http://outdoorphotographyguide.com




 photo Jangancopasing.jpg

Komentar

pical gadi mengatakan…
Terima kasih sudah mampir mbak Putri.
Maaf baru reply
yaklibber924 mengatakan…
I'm often to running a blog and i really respect your content. The article has actually peaks my interest. I'm going to bookmark your website and keep checking for new information. online casino games