Fiksi Pilihan
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Setiap luka memiliki
kisah. Tidak terkecuali luka yang dilukis dalam kesenyapan oleh bayang-bayang
masa lalu. Tidak apa jika merasa tak perlu berbagi kisah tentang luka itu, toh
pada akhirnya kisah-kisah dari setiap luka akan menemukan jalan untuk menyampaikan
kebenarannya pada dunia.
Sejak senja, Anggun membiarkan jari-jarinya menari di antara
senar gitar menciptakan nada-nada yang merangkai
elegi. Semakin malam angin yang berembus semakin kencang, membuat rambut
hitamnya berkibar seperti panji-panji kematian. Untuk kesekian kalinya, Anggun
mengganti lagu. Kali ini lagu Fur Elise
pada nada dasar A minor. Lagu klasik itu pun jadi terdengar sangat
menyayat-nyayat alih-alih menghadirkan melodi yang menenangkan hati.
Jari-jarinya sangat piawai bermanuver dari senar yang satu
ke senar yang lain. Dia menekuni alat musik yang satu itu sejak SMP dan saat
ini, di kampus, dia pun bergabung ke salah satu band akuistik untuk terus mengasah keterampilannya itu di sela-sela
jadwal kuliah.
Di bawah sana, seruan kawan-kawannya jadi lebih mirip dengungan
tak jelas dan semakin lama semakin hilang ditelan angin malam. Anggun melirik
jam tangannya, sudah jam 7 malam kurang sepuluh menit.
“Tidak lama lagi, Ma…,” gumamnya sendu. “Aku akan segera
menyusulmu.”
Setelah lagu penghabisan, Anggun berdiri menantang angin,
membuatnya lebih tinggi dari puncak gedung berlantai 30. Kerlap-kerlip lampu
jalanan dan lampu kendaraan di bawah sana seperti refleksi bintang-bintang di
atas sana.
Dalam sekejab, gambar demi gambar dari masa lalu berkelebat dalam
pandangannya. Kecelakaan mama dua tahun lalu yang memaksanya melihat dengan
mata kepala sendiri perjuangan wanita yang sangat dikasihinya itu berkelahi
dengan maut dan… kalah. Tepat jam 7 malam saat itu, dia menjadi anak yatim
piatu.
Sejak saat itu hatinya terkoyak dan memaksa diri meniti
semester demi semester di kampus. Bagaimanapun juga, dia tidak boleh
mengecewakan paman yang dengan tulus hati mengasuhnya. Juga Ridho, pada awalnya,
lelaki yang berhasil menabur benih-benih cinta di hatinya. Kisah cinta mereka
mengalir manis, sehingga koyak pada hatinya sedikit demi sedikit tertambal,
seperti luka yang mengering.
Hanya sayang, dari kisah yang manis, cinta mereka semakin
liar dan panas. Ridho akhirnya bukan saja menabur benih cinta, tapi benih yang
lain… di rahim Anggun. Setelah itu, Ridho menghilang ditelan bumi. Dia tidak
ada di mana pun Anggun mencarinya. Akhirnya hati yang nyaris pulih, terkoyak
kembali, bahkan lebih parah.
“Aku akan menikahimu, Anggun. Aku akan menikahimu…”
Suara itu terus terngiang di telinganya, dibawa angin malam
entah dari mana.
“Aku akan menikahimu, Anggun. Aku akan menikahimu…”
Suara itu lagi. Lalu Anggun tersadar, suara itu berasal dari
balik dinding pembatas rooftop, dari
antara teman-teman kampusnya.
“Ridho?!”
Anggun menatap tak percaya.
Lalu dia tersadar…
Pandangan itu hanya fatamorgana saja, karena sebenarnya saat
ini dia sedang memandang kerlipan di antara kanvas malam. Kerlip
bintang-bintang dan kerlip lampu jalanan sekaligus dengan tubuh yang terus melayang
ditarik gravitasi.
---
Pertama kali tayang di Kompasiana
gambar dari /https://www.medium.com
Komentar