Fiksi Pilihan

Nada Tinggi Belum Tentu Marah

  Di ruang persiapan, tuan presiden dalam balutan batik kontemporer sekali lagi memandang naskah pidatonya dan memberi perhatian pada tanda-tanda baca warna-warni yang bertebaran di sepanjang naskah.

Apa Salah Ikan Asin?



Menjelang sore, temperatur udara lebih bersahabat. Satu dua bocah mulai berani keluar rumah untuk bermain di halaman. Abang-abang pedagang makanan juga mulai muncul dengan gerobak dagangan masing-masing, tukang bakso, tukang siomai dan tukang lain-lain.

Di salah satu spot pinggir metropolitan, aroma ikan asin yang dimasak dengan sambal tomat menggelitik penciuman. Arahnya dari dapur Maemunah, emak-emak beranak dua tapi masih manis jelita. Hari ini, Badrun, sang suami yang bekerja sebagai mandor di salah satu toko bangunan akan pulang lebih cepat. Maemunah memiliki rencana mengajak suami dan anak-anak jalan-jalan ke pasar malam, tempat shopping favoritnya. Jadi biar suaminya lebih manut, untuk makan malam kali ini dia membuat makanan kesukaan suaminya itu, ikan asin sambal tomat.

Menjelang magrib, deru suara motor matic terhenti di depan rumah, pertanda Badrun sudah sampai. Maemunah yang sudah rapi jali dan kinclong pun menyambut suaminya di ruang tamu dengan semringah, membayangkan daster baru di depan mata.

Tapi ada yang terlihat salah, begitu Badrun membuka helm-nya. Ekspresinya hambar dan masuk rumah dengan gelagat kesal. Bahkan salam dari Maemunah pun dicuekkannya. Maemunah mengekori suaminya dengan pandangan heran.

Begitu masuk ke dapur dan hendak mengambil air minum, aroma sedap ikan asin langsung mengisi indra penciuman. Badrun mengangkat tudung saji dan memandang hidangan di atas meja. Nasi dalam bakul, sayur kangkung tumis, beberapa telur rebus yang belum dikuliti, kerupuk, pisang dan menu andalan, ikan asin sambal tomat.

Badrun lalu melempar kembali tudung saji dengan kasar.

“Apa ini?! Tidak bosen sama ikan asin? Sedikit-sedikit ikan asin, sedikit-sedikit ikan asin!” umpatnya. Lalu pergi lagi dan menghilang ke dalam kamar.

“Ada apa sih, Pak, baru sampai rumah sudah marah-marah tidak jelas?!” balas Maemunah tidak kalah sengitnya, dan menyusul ke dalam kamar. Tapi Badrun tidak mau menanggapi, malah mengambil handuk dan keluar kamar menuju ke kamar mandi. Tidak lama kemudian terdengar suara guyuran air berkali-kali dari dalam.

Maemunah heran. Tidak biasa suaminya memiliki gelagat seperti itu. Yang ada sebanyak apapun masalah di tempat kerja, suaminya langsung happy lagi begitu menyantap ikan asin buatannya. Kali ini kenapa jadi kontra sama ikan asin? Untung saat itu anak-anak sedang tidak ada di rumah.

Tidak kehilangan akal, Maemunah berusaha mencari tahu apa yang sedang terjadi. Dia pun mengambil tas kecil yang dihempaskan begitu saja di atas tempat tidur, lalu merogoh isinya. Tebakannya tepat, handphone Badrun ada di situ.

Selama ini Badrun berpikir Maemunah tidak tahu kata sandi pembuka layar handphone-nya, padahal suatu malam Maemunah mengintip diam-diam saat suaminya membuka layar HP. Jadi dia berhasil mengetahui kata sandinya. Hanya saja untuk menghindari kecurigaan, setiap kali mau meminjam handphone suaminya itu dia selalu pura-pura meminta suaminya yang mengisi sendiri kata sandinya.
Dan saat ini dia pun membuka semua aplikasi perpesanan dalam handphone itu, sambil celingak-celinguk ke arah luar pintu kamar, mirip kucing yang baru nyolong ikan goreng dari atas meja.
Tidak lama kemudian, Maemunah melotot. Dia menemukan chat whatsapp mencurigakan dari seorang bernama Bambang. Anehnya foto profilnya itu cewek manis berambut sebahu.

Mas, dia itu temen aku

Begitu chat dari “Bambang”. Di bawah pesan itu suaminya membalas,

Temen, kok mesra banget. Pakai pegang-pegang tangan segala?

Maemunah pun membuka seluruh chat. Ada juga chat dari teman suaminya yang lain, mengirim foto “Bambang” di sebuah restoran. Foto itu seperti diambil sembunyi-sembunyi. “Bambang” dan teman lelakinya duduk berhadapan sambil pegangan tangan dengan mesra.

Napas Maemunah mulai naik turun tidak karuan. Semakin banyak dia membaca whastapp dalam handphone suaminya, amarahnya semakin membuncah. Dia pun menyimpulkan satu hal: SUAMINYA SELINGKUH!

Saat masuk ke kamar, Badrun sudah nampak lebih anteng, mungkin pengaruh guyuran air dingin tadi. 

Tapi langkahnya terhenti begitu melihat sosok Maemunah yang berdiri menyeramkan di samping tempat tidur. Kedua tangannya diletakkan di atas pinggang dengan mata melotot seperti Susana ketemu mangsa.

“SIAPA BAMBANG!?” teriaknya.

“Bambang, Bam… Bambang, siapa?” sahut Badrun tergagap-gagap.

“Itu Bambang cinta-cinta kamu! Kamu marah-marah karena ternyata dia juga selingkuh kaaan?!” teriak Maemunah lagi sambil menunjuk handphone yang tergeletak pasrah di atas tempat tidur.

Setelah melihat handphone yang layarnya masih menyala, sadarlah Badrun apa yang baru saja terjadi.

“Ma, jangan … jangan marah-marah dulu. Saya jelaskan dulu ... “

“Halah! Apalagi yang mau dijelaskan!?” Maemunah berlalu ke luar kamar. Badrun mau menahannya, tapi Maemunah bersikeras dan lolos dari tangan Badrun.

“Mau ke mana, Ma?” tanya Badrun panik.

“Ma, Mi, Ma, Mi. Gue mau tidur di rumah emak malam ini sampai seterusnya!”

Badrun mau mengejar, tapi sadar dia tengah bertelanjang dada dan hanya mengenakan lilitan handuk di bawah perut. Dia pun buru-buru berpakaian. Tapi sementara itu, deru mesin motornya terdengar, sesaat lalu terdengar pergi menjauh. Artinya Maemunah sudah benar-benar pergi sekarang.

Badrun terpaku di depan pintu. Bingung mau berbuat apa. Dia lalu buru-buru mengambil handphone untuk menelepon ibu mertuanya. Tiba-tiba pesan whastapp dari “Bambang” masuk.

Mas, jangan marah ya. Nanti Ella masakin ikan asin paling uenak se-Indonesia raya

Badrun pun membanting handphone-nya dengan kesal. Setelah itu dia baru ingat, cicilan handphone itu masih dua bulan lagi baru lunas. Nasib… nasib…

--- 


gambar dari https:fimela.com/

Baca Juga Fiksi Keren lainnya:

Taufik dan Klinik Tang Fong



Komentar