Fiksi Pilihan

Nada Tinggi Belum Tentu Marah

  Di ruang persiapan, tuan presiden dalam balutan batik kontemporer sekali lagi memandang naskah pidatonya dan memberi perhatian pada tanda-tanda baca warna-warni yang bertebaran di sepanjang naskah.

Jurus Selingkuh


Pak Broto  puber lagi. Mentang-mentang ibu Broto sudah tidak muda, tidak langsing dan tidak tocker lagi, pak Broto pun jatuh hati pada sekretaris barunya di Kantor. Nama cewek itu Indah, nama yang sesuai dengan paras dan bodinya. Gayung pun bersambut. Walaupun pak Broto bertubuh agak tambun, beranak tiga dan bercucu satu, Indah senang dipacari, karena pak Broto seorang direktur yang so pasti punya banyak duit.

Untuk kamuflase, pak Broto mengganti semua nama Indah di gadget-nya dengan nama samaran, seperti pak Edi, atau Pak Zulfi agar tidak mudah dicurigai. Jejak-jejak yang bisa mencurigakan seperti inbox dan sejarah panggilan juga segera dihapus. Mode selingkuhan lewat medsos pun dibuat se-silent mungkin. Beruntung juga, ibu Broto rada-rada gaptek.

Mula-mula bu Broto adem-adem saja dan tidak curiga macam-macam. Tapi naluri kewanitaannya pada akhirnya memberitahu kalau ada yang tidak beres dengan suaminya. Akhir-akhir ini cara pak Broto memperlakukannya, tegur sapa dan kehangatan cintanya itu rasanya berubah. Kalau hanya sesaat, bu Broto bisa maklum, mungkin karena lagi ada masalah di kantor. Tapi fenomena ini sudah berjalan berhari-hari, berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan. Suatu hari ibu teman arisannya  juga mewanti-wanti agar dia hati-hati. Suatu hari temannya itu pernah melihat seorang bapak yang mirip suaminya sedang bergandengan mesra di sebuah klub. Bu Broto berusaha mengendus dengan beberapa kali mengecek gadget suaminya diam-diam, tapi tidak ada yang mencurigakan.

“Ah, aku positif thinking saja lah,” bu Broto menghibur diri.

Suatu sore ketika pak Broto sedang mandi, HP-nya berbunyi nyaring meneriakkan lagu “Kereta Malam”. Bu Broto yang memang senang dangdutan refleks langsung goyang dangdut satu scene. Mulai dari goyang itik sampai goyang gergaji. Untunglah dia cepat-cepat nyadar, lalu menepok jidat dan buru-buru ke meja rias tempat HP itu diletakkan. Bu Broto melihat nama si pemanggil, Pak Edi. Ini teman bisnis suaminya karena sering sekali mereka telepon-teleponan. Bu Broto pun menjawab panggilannya.

“Assalamualaikum......,”

Tidak ada suara dari seberang, malah terdengar nada panggilannya diputuskan. Bu Broto heran lalu berhalo-halo ria lagi. Tapi memang beneran panggilannya sudah putus.
Sejenak kemudian pak Broto berbalut handuk keluar dari kamar mandi. Bu Broto pun menceritakan perihal panggilan dari pak Edi tadi. Di luar dugaan tiba-tiba pak Broto mendelikkan matanya lalu menghardik,

“Itu klien penting, bu!!! Lain kali jangan diangkat!”

Bu Broto mendadak heran.

“Yah, saya kan cuman mau ngasih tahu kalau bapak lagi mandi.... itu doang kok,” ujarnya.

“Udah, udah! Gak perlu. Pak Edi tahu kalau saya tidak jawab teleponnya, berarti saya lagi sibuk.”

Pak Broto buru-buru mengecek gadget-nya lalu meneruskan aktivitasnya mencukur kumis yang mulai menebal dan berganti pakaian. Bu Broto keluar kamar sambil geleng-geleng kepala, tidak ingin memperpanjang lagi masalah HP barusan. Dia tahu belakangan ini suaminya lagi banyak tekanan dari para pemegang saham, karena penjualan perusahaan trend-nya menurun.

Untung mendinginkan suasana hati, bu Broto minum segelas air es. Tiba-tiba bola lampu dalam kepalanya menyala terang. Pak Edi! Ya! Nama itu tiba-tiba muncul seperti puzzle terakhir teka-teki yang coba dipecahkan bu Broto selama ini.

“Kenapa baru kepikiran ya?,” batin bu Broto. “Tapi masa sih. Suami saya selama ini normal-normal saja kok. Masa dia pacaran sama....., Ih.. laki sama laki namanya hombreng dong!! Alamaaak!!”
Bu Broto minum satu gelas lagi untuk menenangkan hatinya yang kalut.

Malam harinya, setelah pak Broto tertidur pulas yang ditandai dengan ngorok pakai nada dasar do=Bes, Bu Broto diam-diam menyalin nomor pak Edi.

**********

Keesokan sorenya, Pak Broto dan Bu Broto terlihat sedang santai-santai di beranda belakang rumah. Pak Broto membaca koran sore, sedangkan bu Broto asyik menyesap teh melatinya. Di depan beranda ada taman berlantai rumput jepang. Aneka kembang tumbuh bermekaran disitu. Di tengah taman ada kolam kecil yang dihuni beberapa ekor nila. Angin berhembus semilir menambah romantisme sore itu. Bu Broto sumringah. Hidungnya kembang kempis pertanda dia lagi happy. Sore ini sepertinya suaminya “telah kembali”. Mereka sejak tadi ngobrol dengan mesra. Ngomongin kerjaan, ngomongin anak-anak dan hal-hal remeh lainnya.

Suasana tenang teralih sejenak saat lagu “Kereta Malam” terdengar nyaring lagi. Pak Broto buru-buru merogoh HP-nya.

“Pak Edi, bu...,” ucap Pak Broto. Lalu sedikit menjauh untuk menerima teleponnya. Ekspresi Bu Broto berubah. Dalam hati dia memaki pak Edi yang tega mengganggu saat-saat romantisnya.

“Halo, pak....,” seru pak Broto. “Bagaimana....?”

“Maaasss.....!! Kok lama amat diangkat sih? Jadi gak kita ketemuan nih?” suara manja Indah menggema di sudut telinga Pak Broto. Untung tidak kedengaran sampai ke telinga bu Broto yang kini cemberut bombay. Pak Broto mengumpat dirinya sendiri, dia lupa sekali sudah janji mau makan malam dengan pujaan hatinya itu.

“Ss... sore ini pak??”

“Eh, ada ibu ya? Iyalaah mas, aku udah jalan duluan nih. Sambil nunggu mas aku shopping-shopping dulu. Tapi.... sepertinya aku hampir kehabisan duit nih, mas. Buruan dong.....”

“Eh, baik-baik. Aku kesana sekarang ya pak,”

Bu Broto akhirnya buka suara begitu Pak Broto menyelesaikan teleponnya.

“Mau kemana pak? Kelihatannya buru-buru amat...”

“Mau ketemu pak Edi. Mereka sudah setuju dengan penawaran kami dan mau ngajak aku makan malam, sekalian bicara teknisnya,” pak Broto menjawab asal sambil melipat korannya tergesa-gesa.

“Udah ya bu. Saya sepertinya agak malam pulangnya,”

Pak Broto langsung ngacir ke dalam rumah. Sepuluh menit kemudian dia sudah rapi, lalu mengeluarkan mobil dari dalam garasi. Buseet.... aroma parfumnya itu loh sampai nyaingin aroma melati yang bermekaran di sekitar situ.

“Ini mau pertemuan bisnis apa mau malam mingguan sih?!” gerutu bu Broto dalam hati.

Tiba-tiba lampu di kepalanya menyala lagi. Bu Broto lalu tergopoh-gopoh masuk ke dalam rumah, ke arah dapur, tempat Saliyem bermarkas.

“Yem, pinjem handphone kamu bentar. Aku mau nelpon seseorang. Hayuuu....”

Saliyem yang saat itu sedang asyik mengelap piring jadi bengong.  Ngaku orang kaya, kok HP minjem? Begitu mungkin pikirnya.

“Ayu buruann! Ntar ta’ gantiin pulsa kamu!”

“Ooh... diganti tohh, iya nyah bentar, bentar.” Saliyem pun buru-buru mengeluarkan HP antiknya dari saku daster dan menyerahkannya kepada nyonya rumahnya. Ibu Broto pun langsung menyalin nomor pak Edi dari HP-nya ke HP Iyem. Pas mau nelpon, Bu Broto terdiam sejenak lalu melirik penuh makna kepada Saliyem.

“Iyem, kamu aja yang ngomong ya, ntar aku ajarin.....”

Saliyem tambah bengong kayak bagong.

***********

Suasana salah satu tempat perbelanjaan di tengah kota begitu ramai. Berbagai departmen store berdandan cantik mempersembahkan penawaran terbaiknya kepada setiap pengunjung yang datang. Di lantai tiga pusat perbelanjaan tersebut, nampak Indah, sekretaris pak Broto berjalan modis bak peragawati di atas catwalk. Tangan kirinya menenteng tas kosmetik dan seabreg tas belanja, sementara tangan kanannya memegang katalog dari salah satu department store. Paras cantiknya nampak serius memeloti harga-harga yang terpampang disitu, persis akuntan publik sedang meneliti neraca keuangan kliennya.

Perhatiannya teralih oleh ringtone HP di dalam tasnya. Dengan susah payah dia mengeluarkan HP itu lalu memandang sejenak pada nomor tak dikenal yang memanggilnya.

“Halo....,”suara renyahnya menyambut si penelepon. Dijawab dengan suara grasak grusuk, disusul dengan suara cempreng seorang wanita.

“Ha,.. halo...., Bisa dengan pak Broto?”
Indah terkejut. Siapa nih? Nyasarnya parah banget...! Eh, tapi siapa tahu penting..

“Maaf darimana ya  mbak?”

“Dari Seli.... PT. Anugerah Surabaya. Saya dapat nomor ini dari kawan, bu. “

“Oh gitu,” Indah masih agak bingung. Tapi dia melanjutkan obrolannya,”Saya sekretarisnya pak Broto mbak. Tapi sekarang pak Brotonya lagi nggak ada. Soalnya ini nomor pribadi saya. Ada pesan mungkin, biar nanti saya sampaikan kepada pak Broto. Atau... kalau mau ketemu langsung saya juga bisa bantu atur jadwalnya. Gimana....?”

Sunyi senyap. Tidak ada jawaban dari seberang. Indah memandang layar HP-nya. Rupanya percakapannya memang terputus. Dia heran, menunggu siapa tahu mbak Seli menghubungi kembali, tapi nihil. Dia pun memasukkan kembali HP-nya lalu kembali lenggang kangkung ala peragawati.

Berkilo-kilometer dari situ kehebohan terjadi. Bu Broto langsung berlari menyambar jaketnya lalu berteriak-teriak histeris memanggil pak Beno sopir mereka. Pak Beno pun tergopoh-gopoh keluar kamar.

“Iya nyah,... Ada yang bisa diban....”

“Cepet kamu keluarin mobil saya! Saya tunggu di depan rumah. Hayuu cepett!!!”

Kali ini bu Broto tidak bisa lagi menahan amarahnya. Bener firasatnya selama ini. Pak Edi itu ternyata kamuflase dari selingkuhan suaminya. Sekretaris pribadinya lagi. Mereka cukup rapi mengatur skenario perselingkuhan mereka. Tiap hari ketemu di kantor, ini sekarang ketemu di luar kantor, trus dimana lagi? Duuh, bu Broto sampai tidak kuat membayangkannya. 

Tiga menit kemudian, mobil bu Broto yang disopiri pak Beno sudah ready di dekat pintu pagar. Bu Broto langsung masuk ke kursi belakang.

“Kejar mobil tuan...!!”

Pak Beno agak bingung. “Loh, bukannya tuan sudah keluar dari tadi?” sahutnya.

“Belum lama, paling belum nyampe depan kompleks. Makanya kamu bawa mobilnya jangan kayak siput sawah! Gak usah pake rem sekalian! Kalau kamu berhasil nyusul mobil tuan gaji kamu ta’ dobel bulan ini!”

Mata pak Beno langsung berbinar. Dia pun langsung menginjak pedal gas kuat-kuat.

“....tapi kalau gagal, kamu ta’ pecat!!”

Pedal gas diinjak lebih kuat lagi. Bu Broto hampir lupa bernapas saking terkejutnya.

************
Kurang lebih sejam kemudian. Pak Broto dan Indah sudah terlihat mojok di sebuah restoran Japanese Food. Rumah makan itu jadi saksi kemesraan mereka yang sejatinya adalah kemesraan terlarang. Sambil menunggu pesanan mereka, pak Broto menggenggam jemari Indah.

“Kamu cuantik sekali malam ini....,”ucapnya lirih. Selirih angin AC restoran itu.

“Ah, urusan gombal menggombal, mas emang juaranya deh,” sahut Indah malu-malu.

“Eh, saya serius loh kalau perlu sampai tujuh rius,” sambung Pak Broto.
Indah tertawa kecil sambil balas merangkul jemari pak Broto.

“Mas..., kita kapan ya jalan-jalan bareng tanpa perlu takut ada yang mengganggu. Kita ke tempat wisata ekostis atau keluar negeri sekalian, mas,” Indah merengek manja.

Pak Broto tersenyum penuh makna.

“Kamu bisa baca pikiran aku ya sayang? Aku sebenarnya udah nyiapin paket perjalanan ke L.A loh, buat kita berdua. Hanya lagi cari timing yang pas....”

Mata indah bersinar kayak bintang kejora.

“Beneran mas? Los Angeles??!!”

Pak Broto mengangguk genit.

“Aah, maaasss! Gak pernah kebayang aku bakal ke luar negeri, ke negerinya Beyonce lagi,” Indah hampir memeluk pak Broto, ketika tiba-tiba di antara mereka berdiri sosok berwajah mengerikan. Mengenakan daster kembang-kembang berlapis jaket rajutan merah jambu. Sosok itu berkacak pinggang dengan tatapan begis ke arah pak Broto.

“MANA PAK EDIII???!!!” Sosok mengerikan itu berteriak lantang membuat tamu-tamu lain kaget setengah mati. Salah satu tamu malah sampai menelan jamur shitake-nya bulat-bulat saking kagetnya. Salah satu pelayan pun berlari ke pos sekuriti untuk memanggil satpam, takut terjadi apa-apa pada restoran itu.

Wajah pak Broto langsung putih seperti mayat saking takutnya memandang wajah istrinya itu. Indah juga takut, lalu mau buru-buru pergi tapi dicegah oleh pak Beno.

“I...ini.. ini lagi tu.. tunggu pak Edi bu. He eh..,” sahut pak Broto ketakutan.                          

“TAPI GAK PERLU PEGANG-PEGANG TANGAN KAAAN??!!!”

“Eh i... iya,”

Sedetik kemudian, bu Broto dengan sigap menjewer telinga suaminya sambil menariknya keluar restoran. Segala logika dan tata krama jadi benar-benar  terlupakan pada peristiwa emosionil seperti itu. Pak Broto mengaduh, tapi tetap berusaha menjajari langkah istrinya. Indah memandangi kepergian tidak hormat bos sekaligus pacarnya itu dengan nelangsa.  

Dua orang petugas keamanan muncul, tapi pak Beno menenangkan mereka. Sepertinya keadaan pun aman terkendali. Tidak ada adegan banting piring atau tendang meja kayak di FTV-FTV itu. Di sepanjang jalan sampai ke pintu restoran, bu Broto mengomel penuh amarah.

“Bu, sakit bu. Tolong lepasin dong. Ibu nih malu-maluin aja....,” ringis pak Broto.

“Biarin! Biar semua orang tahu bapak tuh tukang selingkuh! Mulai dari sekarang HP saya yang pegang.....!!,” Sahut bu Broto ketus menirukan lirik salah satu lagu dangdut favoritnya.

Tak lama kemudian, mobil yang membawa mereka berdua plus pak Beno sudah tancap gas meninggalkan tempat itu. Entah hukuman apa lagi yang didapat pak Broto setibanya di rumah.

Ternyata sepandai-pandainya tupai melompat, akhirnya jatuh juga. Sepandai-pandainya pak Broto melompat, eh... berselingkuh, pada akhirnya ketahuan juga. Itu contoh yang kurang baik, mohon jangan diteladani.

____________________________

ilustrasi gambar dari: www.tahupedia.com


Baca Juga:
Anak Elektro Gitu Loh
"Abang Ajak Nikah, Mau ya?"


 photo Jangancopasing.jpg

Komentar

Lis Suwasono mengatakan…
Wuakakak... haduuuh... ngakak guling-guling! Cakep banget cerpennya, Mas Pical! Aku lanjutin ketawa lagi yak? Wuakakak...
Ryan M. mengatakan…
Hahaha, terimakasih ajarannya, Mas. Kurang canggih nih Pak Brotonya :D :D
Wkwkwkwk saya ketawa sambil bayangin muka judesnya Bu Broto :D
Fabina Lovers mengatakan…
Hi h hi pake alat komunikasi kentongan aja biar nggak ketahuan
PutriAndPapa mengatakan…
Astagaaaaaaaaa bnr2 pasangan sompelak ni pak&bu Broto akakakakakakakak
pical gadi mengatakan…
Monggo mbak Lizz. Makasih sudah hadir :)
pical gadi mengatakan…
Iya mas Ryan. Kalah sama bu Broto. Hehehe
pical gadi mengatakan…
Mbak Putri, hati2 ntar mirip loh :D
pical gadi mengatakan…
Hahaha. Gak sekalian kode morse?? :D
pical gadi mengatakan…
Dalam hal somplak, mereka kompak. Tapi yg lain, tunggu dulu...
Maria Etha mengatakan…
bukan main.