Fiksi Pilihan
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Pak Broto puber lagi. Mentang-mentang ibu Broto sudah tidak muda, tidak langsing dan tidak tocker lagi, pak Broto pun jatuh hati pada sekretaris barunya di Kantor. Nama cewek itu Indah, nama yang sesuai dengan paras dan bodinya. Gayung pun bersambut. Walaupun pak Broto bertubuh agak tambun, beranak tiga dan bercucu satu, Indah senang dipacari, karena pak Broto seorang direktur yang so pasti punya banyak duit.
Untuk kamuflase, pak Broto mengganti semua
nama Indah di gadget-nya dengan nama samaran, seperti pak Edi, atau Pak Zulfi
agar tidak mudah dicurigai. Jejak-jejak yang bisa mencurigakan seperti inbox dan sejarah panggilan juga segera
dihapus. Mode selingkuhan lewat medsos pun dibuat se-silent mungkin. Beruntung juga, ibu Broto rada-rada gaptek.
Mula-mula bu Broto adem-adem saja dan tidak curiga
macam-macam. Tapi naluri kewanitaannya pada akhirnya memberitahu kalau ada yang
tidak beres dengan suaminya. Akhir-akhir ini cara pak Broto memperlakukannya,
tegur sapa dan kehangatan cintanya itu rasanya berubah. Kalau hanya sesaat, bu
Broto bisa maklum, mungkin karena lagi ada masalah di kantor. Tapi fenomena ini
sudah berjalan berhari-hari, berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan. Suatu
hari ibu teman arisannya juga mewanti-wanti
agar dia hati-hati. Suatu hari temannya itu pernah melihat seorang bapak yang
mirip suaminya sedang bergandengan mesra di sebuah klub. Bu Broto berusaha
mengendus dengan beberapa kali mengecek gadget
suaminya diam-diam, tapi tidak ada yang mencurigakan.
“Ah, aku positif thinking saja lah,” bu Broto menghibur diri.
Suatu sore ketika pak Broto sedang mandi,
HP-nya berbunyi nyaring meneriakkan lagu “Kereta Malam”. Bu Broto yang memang
senang dangdutan refleks langsung goyang dangdut satu scene. Mulai dari goyang itik sampai goyang gergaji. Untunglah dia
cepat-cepat nyadar, lalu menepok jidat dan buru-buru ke meja rias tempat HP itu
diletakkan. Bu Broto melihat nama si pemanggil, Pak Edi. Ini teman bisnis
suaminya karena sering sekali mereka telepon-teleponan. Bu Broto pun menjawab
panggilannya.
“Assalamualaikum......,”
Tidak ada suara dari seberang, malah terdengar
nada panggilannya diputuskan. Bu Broto heran lalu berhalo-halo ria lagi. Tapi
memang beneran panggilannya sudah putus.
Sejenak kemudian pak Broto berbalut handuk
keluar dari kamar mandi. Bu Broto pun menceritakan perihal panggilan dari pak
Edi tadi. Di luar dugaan tiba-tiba pak Broto mendelikkan matanya lalu
menghardik,
“Itu klien penting, bu!!! Lain kali jangan
diangkat!”
Bu Broto mendadak heran.
“Yah, saya kan cuman mau ngasih tahu kalau
bapak lagi mandi.... itu doang kok,” ujarnya.
“Udah, udah! Gak perlu. Pak Edi tahu kalau
saya tidak jawab teleponnya, berarti saya lagi sibuk.”
Pak Broto buru-buru mengecek gadget-nya lalu meneruskan aktivitasnya
mencukur kumis yang mulai menebal dan berganti pakaian. Bu Broto keluar kamar
sambil geleng-geleng kepala, tidak ingin memperpanjang lagi masalah HP barusan.
Dia tahu belakangan ini suaminya lagi banyak tekanan dari para pemegang saham,
karena penjualan perusahaan trend-nya
menurun.
Untung mendinginkan suasana hati, bu Broto
minum segelas air es. Tiba-tiba bola lampu dalam kepalanya menyala terang. Pak
Edi! Ya! Nama itu tiba-tiba muncul seperti puzzle
terakhir teka-teki yang coba dipecahkan bu Broto selama ini.
“Kenapa baru kepikiran ya?,” batin bu Broto.
“Tapi masa sih. Suami saya selama ini normal-normal saja kok. Masa dia pacaran
sama....., Ih.. laki sama laki namanya hombreng dong!! Alamaaak!!”
Bu Broto minum satu gelas lagi untuk menenangkan
hatinya yang kalut.
Malam harinya, setelah pak Broto tertidur
pulas yang ditandai dengan ngorok pakai nada dasar do=Bes, Bu Broto diam-diam
menyalin nomor pak Edi.
**********
Keesokan sorenya, Pak Broto dan Bu Broto
terlihat sedang santai-santai di beranda belakang rumah. Pak Broto membaca
koran sore, sedangkan bu Broto asyik menyesap teh melatinya. Di depan beranda
ada taman berlantai rumput jepang. Aneka kembang tumbuh bermekaran disitu. Di
tengah taman ada kolam kecil yang dihuni beberapa ekor nila. Angin berhembus
semilir menambah romantisme sore itu. Bu Broto sumringah. Hidungnya kembang
kempis pertanda dia lagi happy. Sore
ini sepertinya suaminya “telah kembali”. Mereka sejak tadi ngobrol dengan
mesra. Ngomongin kerjaan, ngomongin anak-anak dan hal-hal remeh lainnya.
Suasana tenang teralih sejenak saat lagu
“Kereta Malam” terdengar nyaring lagi. Pak Broto buru-buru merogoh HP-nya.
“Pak Edi, bu...,” ucap Pak Broto. Lalu sedikit
menjauh untuk menerima teleponnya. Ekspresi Bu Broto berubah. Dalam hati dia
memaki pak Edi yang tega mengganggu saat-saat romantisnya.
“Halo, pak....,” seru pak Broto.
“Bagaimana....?”
“Maaasss.....!! Kok lama amat diangkat sih?
Jadi gak kita ketemuan nih?” suara manja Indah menggema di sudut telinga Pak
Broto. Untung tidak kedengaran sampai ke telinga bu Broto yang kini cemberut
bombay. Pak Broto mengumpat dirinya sendiri, dia lupa sekali sudah janji mau
makan malam dengan pujaan hatinya itu.
“Ss... sore ini pak??”
“Eh, ada ibu ya? Iyalaah mas, aku udah jalan duluan
nih. Sambil nunggu mas aku shopping-shopping
dulu. Tapi.... sepertinya aku hampir kehabisan duit nih, mas. Buruan dong.....”
“Eh, baik-baik. Aku kesana sekarang ya pak,”
Bu Broto akhirnya buka suara begitu Pak Broto
menyelesaikan teleponnya.
“Mau kemana pak? Kelihatannya buru-buru
amat...”
“Mau ketemu pak Edi. Mereka sudah setuju
dengan penawaran kami dan mau ngajak aku makan malam, sekalian bicara
teknisnya,” pak Broto menjawab asal sambil melipat korannya tergesa-gesa.
“Udah ya bu. Saya sepertinya agak malam
pulangnya,”
Pak Broto langsung ngacir ke dalam rumah.
Sepuluh menit kemudian dia sudah rapi, lalu mengeluarkan mobil dari dalam
garasi. Buseet.... aroma parfumnya itu loh
sampai nyaingin aroma melati yang bermekaran di sekitar situ.
“Ini mau pertemuan bisnis apa mau malam
mingguan sih?!” gerutu bu Broto dalam hati.
Tiba-tiba lampu di kepalanya menyala lagi. Bu
Broto lalu tergopoh-gopoh masuk ke dalam rumah, ke arah dapur, tempat Saliyem
bermarkas.
“Yem, pinjem handphone kamu bentar. Aku mau nelpon seseorang. Hayuuu....”
Saliyem yang saat itu sedang asyik mengelap
piring jadi bengong. Ngaku orang kaya,
kok HP minjem? Begitu mungkin pikirnya.
“Ayu buruann! Ntar ta’ gantiin pulsa kamu!”
“Ooh... diganti tohh, iya nyah bentar,
bentar.” Saliyem pun buru-buru mengeluarkan HP antiknya dari saku daster dan
menyerahkannya kepada nyonya rumahnya. Ibu Broto pun langsung menyalin nomor
pak Edi dari HP-nya ke HP Iyem. Pas mau nelpon, Bu Broto terdiam sejenak lalu
melirik penuh makna kepada Saliyem.
“Iyem, kamu aja yang ngomong ya, ntar aku
ajarin.....”
Saliyem tambah bengong kayak bagong.
***********
Suasana salah satu tempat perbelanjaan di
tengah kota begitu ramai. Berbagai departmen
store berdandan cantik mempersembahkan penawaran terbaiknya kepada setiap
pengunjung yang datang. Di lantai tiga pusat perbelanjaan tersebut, nampak Indah,
sekretaris pak Broto berjalan modis bak peragawati di atas catwalk. Tangan kirinya menenteng tas kosmetik dan seabreg tas
belanja, sementara tangan kanannya memegang katalog dari salah satu department store. Paras cantiknya nampak
serius memeloti harga-harga yang terpampang disitu, persis akuntan publik
sedang meneliti neraca keuangan kliennya.
Perhatiannya teralih oleh ringtone HP di dalam
tasnya. Dengan susah payah dia mengeluarkan HP itu lalu memandang sejenak pada
nomor tak dikenal yang memanggilnya.
“Halo....,”suara renyahnya menyambut si
penelepon. Dijawab dengan suara grasak grusuk, disusul dengan suara cempreng
seorang wanita.
“Ha,.. halo...., Bisa dengan pak Broto?”
Indah terkejut. Siapa nih? Nyasarnya parah
banget...! Eh, tapi siapa tahu penting..
“Maaf darimana ya mbak?”
“Dari Seli.... PT. Anugerah Surabaya. Saya
dapat nomor ini dari kawan, bu. “
“Oh gitu,” Indah masih agak bingung. Tapi dia
melanjutkan obrolannya,”Saya sekretarisnya pak Broto mbak. Tapi sekarang pak
Brotonya lagi nggak ada. Soalnya ini nomor pribadi saya. Ada pesan mungkin,
biar nanti saya sampaikan kepada pak Broto. Atau... kalau mau ketemu langsung
saya juga bisa bantu atur jadwalnya. Gimana....?”
Sunyi senyap. Tidak ada jawaban dari seberang.
Indah memandang layar HP-nya. Rupanya percakapannya memang terputus. Dia heran,
menunggu siapa tahu mbak Seli menghubungi kembali, tapi nihil. Dia pun
memasukkan kembali HP-nya lalu kembali lenggang kangkung ala peragawati.
Berkilo-kilometer dari situ kehebohan terjadi.
Bu Broto langsung berlari menyambar jaketnya lalu berteriak-teriak histeris
memanggil pak Beno sopir mereka. Pak Beno pun tergopoh-gopoh keluar kamar.
“Iya nyah,... Ada yang bisa diban....”
“Cepet kamu keluarin mobil saya! Saya tunggu
di depan rumah. Hayuu cepett!!!”
Kali ini bu Broto tidak bisa lagi menahan
amarahnya. Bener firasatnya selama ini. Pak Edi itu ternyata kamuflase dari
selingkuhan suaminya. Sekretaris pribadinya lagi. Mereka cukup rapi mengatur
skenario perselingkuhan mereka. Tiap hari ketemu di kantor, ini sekarang ketemu
di luar kantor, trus dimana lagi? Duuh, bu Broto sampai tidak kuat
membayangkannya.
Tiga menit kemudian, mobil bu Broto yang
disopiri pak Beno sudah ready di
dekat pintu pagar. Bu Broto langsung masuk ke kursi belakang.
“Kejar mobil tuan...!!”
Pak Beno agak bingung. “Loh, bukannya tuan
sudah keluar dari tadi?” sahutnya.
“Belum lama, paling belum nyampe depan
kompleks. Makanya kamu bawa mobilnya jangan kayak siput sawah! Gak usah pake
rem sekalian! Kalau kamu berhasil nyusul mobil tuan gaji kamu ta’ dobel bulan
ini!”
Mata pak Beno langsung berbinar. Dia pun
langsung menginjak pedal gas kuat-kuat.
“....tapi kalau gagal, kamu ta’ pecat!!”
Pedal gas diinjak lebih kuat lagi. Bu Broto
hampir lupa bernapas saking terkejutnya.
************
Kurang lebih sejam kemudian. Pak Broto dan
Indah sudah terlihat mojok di sebuah restoran Japanese Food. Rumah makan itu jadi saksi kemesraan mereka yang
sejatinya adalah kemesraan terlarang. Sambil menunggu pesanan mereka, pak Broto
menggenggam jemari Indah.
“Kamu cuantik sekali malam ini....,”ucapnya
lirih. Selirih angin AC restoran itu.
“Ah, urusan gombal menggombal, mas emang
juaranya deh,” sahut Indah malu-malu.
“Eh, saya serius loh kalau perlu sampai tujuh
rius,” sambung Pak Broto.
Indah tertawa kecil sambil balas merangkul
jemari pak Broto.
“Mas..., kita kapan
ya jalan-jalan bareng tanpa perlu takut ada yang mengganggu. Kita ke tempat
wisata ekostis atau keluar negeri sekalian, mas,” Indah merengek manja.
Pak Broto tersenyum
penuh makna.
“Kamu bisa baca
pikiran aku ya sayang? Aku sebenarnya udah nyiapin paket perjalanan ke L.A loh,
buat kita berdua. Hanya lagi cari timing
yang pas....”
Mata indah bersinar
kayak bintang kejora.
“Beneran mas? Los
Angeles??!!”
Pak Broto
mengangguk genit.
“Aah, maaasss! Gak
pernah kebayang aku bakal ke luar negeri, ke negerinya Beyonce lagi,” Indah
hampir memeluk pak Broto, ketika tiba-tiba di antara mereka berdiri sosok
berwajah mengerikan. Mengenakan daster kembang-kembang berlapis jaket rajutan
merah jambu. Sosok itu berkacak pinggang dengan tatapan begis ke arah pak
Broto.
“MANA PAK
EDIII???!!!” Sosok mengerikan itu berteriak lantang membuat tamu-tamu lain
kaget setengah mati. Salah satu tamu malah sampai menelan jamur shitake-nya
bulat-bulat saking kagetnya. Salah satu pelayan pun berlari ke pos sekuriti
untuk memanggil satpam, takut terjadi apa-apa pada restoran itu.
Wajah pak Broto
langsung putih seperti mayat saking takutnya memandang wajah istrinya itu.
Indah juga takut, lalu mau buru-buru pergi tapi dicegah oleh pak Beno.
“I...ini.. ini lagi tu.. tunggu pak Edi bu. He eh..,” sahut pak Broto
ketakutan.
“TAPI
GAK PERLU PEGANG-PEGANG TANGAN KAAAN??!!!”
“Eh
i... iya,”
Sedetik
kemudian, bu Broto dengan sigap menjewer telinga suaminya sambil menariknya
keluar restoran. Segala logika dan tata krama jadi benar-benar terlupakan pada peristiwa emosionil seperti
itu. Pak Broto mengaduh, tapi tetap berusaha menjajari langkah istrinya. Indah
memandangi kepergian tidak hormat bos sekaligus pacarnya itu dengan
nelangsa.
Dua
orang petugas keamanan muncul, tapi pak Beno menenangkan mereka. Sepertinya
keadaan pun aman terkendali. Tidak ada adegan banting piring atau tendang meja
kayak di FTV-FTV itu. Di sepanjang jalan sampai ke pintu restoran, bu Broto
mengomel penuh amarah.
“Bu,
sakit bu. Tolong lepasin dong. Ibu nih malu-maluin aja....,” ringis pak Broto.
“Biarin!
Biar semua orang tahu bapak tuh tukang selingkuh! Mulai dari sekarang HP saya
yang pegang.....!!,” Sahut bu Broto ketus menirukan lirik salah satu lagu
dangdut favoritnya.
Tak lama kemudian, mobil yang membawa mereka
berdua plus pak Beno sudah tancap gas meninggalkan tempat itu. Entah hukuman
apa lagi yang didapat pak Broto setibanya di rumah.
Ternyata sepandai-pandainya tupai melompat,
akhirnya jatuh juga. Sepandai-pandainya pak Broto melompat, eh... berselingkuh,
pada akhirnya ketahuan juga. Itu contoh yang kurang baik, mohon jangan
diteladani.
____________________________
ilustrasi gambar dari: www.tahupedia.com
Baca Juga:
Anak Elektro Gitu Loh
"Abang Ajak Nikah, Mau ya?"
ilustrasi gambar dari: www.tahupedia.com
Baca Juga:
Anak Elektro Gitu Loh
"Abang Ajak Nikah, Mau ya?"

Komentar