Fiksi Pilihan
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Opa,
begitu panggilan warga kampung kepada seorang kakek yang dulu pernah jadi
pejuang kemerdekaan Indonesia. Setiap sore, rumah Opa yang memiliki teras dan
pekarangan lapang selalu ramai oleh bocah-bocah. Mereka memanfaatkan teras dan pekarangan
opa untuk bermain apa saja. Mulai dari main karet, petak umpet, gundu, bola
bekel dan aneka dolanan tradisional lain.
Suatu sore, beberapa anak perempuan yang
lagi asik main bola bekel di teras rumah opa tiba-tiba berlarian
meninggalkan tempat duduknya sambil berteriak histeris. Opa yang sedang membaca
koran sore di sudut teras jadi terganggu lalu menanyai anak-anak tersebut.
“Eh, eh. Kenapa ini teriak-teriak? Ada apa cucuuu….!!?” sergah Opa dengan
suaranya yang serak-serak kering.
Bocah-bocah pun berkerumun dekat kakek lalu menunjuk-nunjuk di lantai
tempat duduk mereka tadi.
“Itu, Opa…. Tadi ada laba-laba yang lewat. Kami kan takutttt….!!” sahut
mereka.
Opa pun geleng-geleng kepala.
“Halah, kalian ini…. Laba-laba aja sampai takut begitu….. Bagaimana
kalau yang lewat kompeni??”
Anak-anak kelihatan tidak mengerti. Opa pun menyuruh anak-anak duduk
disekitarnya lalu mulai bercerita sambil menerawang masa lalu.
“Opa dulu waktu masih jadi pejuang kemerdekaan, setiap hari mesti
gerilya. Keluar masuk hutan, untuk melawan kompeni Belanda. Kalau udah perang, Opa
dan kawan-kawan setiap saat mesti siap sedia. Tembak menembak dan terjangan
peluru sudah jadi makanan Opa sehari-hari. Opa dan kawan-kawan opa tidak pernah
takut…..,”
Opa menarik napas panjang karena hampir keabisan oksigen. Lalu mulai
bercerita lagi.
“….pernah suatu hari markas Opa dan kawan-kawan di tengah hutan digrebek
oleh tentara kompeni. Kawan-kawan Opa waktu itu pada lari ketakutan. Opa
tinggal sendiri, tapi Opa tidak ikut lari….”
Anak-anak kelihatan terkesima dengan heroisme Opa.
“Kok, opa tidak ikut lari??”
“Opa tidak ikut lari karena opa berani dan siap mati kapan saja untuk
kemerdekaan bangsa. Begitu cucu-cucu…”
Tiba-tiba Oma keluar dari rumah sambil mencibir lalu memotong penjelasan
Opa.
“Huu..!! Waktu itu Opa tidak ikut lari bukan karena berani. Waktu itu
opa memang tidak bisa lari lagi soalnya moncong senapan kompeni udah terlanjur
nempel di kepala Opa!!”
Opa terlihat jengkel karena Oma buka kartu lagi. Padahal bocah-bocah di depannya
udah terlanjur terkesima. Tapi begitu Opa mau komplain, Oma langsung nyerocos
lagi.
“…Tuh bebek-bebek blom pada masuk ke kandang! Cucian blom diangkat!! Pompa
aer blom dinyalain!”
Opa pun beranjak malas-masalan dari kursinya. Takut Oma nyerocos lagi.
Nasib….. nasib!!, dulu perang lawan kompeni sekarang jadi gembala bebek.
*********************
ilustrasi gambar dari: id.wikipedia.org
Baca Juga:
Komentar
Trims mampirnya bu Lis
Makasih sudah mampir mbak