Fiksi Pilihan

Nada Tinggi Belum Tentu Marah

  Di ruang persiapan, tuan presiden dalam balutan batik kontemporer sekali lagi memandang naskah pidatonya dan memberi perhatian pada tanda-tanda baca warna-warni yang bertebaran di sepanjang naskah.

Basalto Terakhir [27-28]



Dalam waktu singkat, kabar duka itu diketahui hampir seluruh penghuni Gopalagos. Bagaimanapun juga, Guru Shandong adalah pahlawan bagi kaum sihir maupun bukan, sehingga berita itu benar-benar mengejutkan semua orang. Seorang Guru, seorang pejuang perdamaian, seorang yang memiliki jiwa seluas samudra telah meninggalkan dunia untuk selama-lamanya.

Istana Basalto yang megah seketika berubah menjadi gelanggang duka cita. Para pelayat berdatangan sejak pagi sampai malam hari untuk menyampaikan duka cita yang mendalam.

Dengan sigap Basalto bersama penghuni istana berusaha menjadi tuan rumah yang baik untuk seluruh pelayat. Mereka bahkan menyediakan beberapa kamar untuk mereka yang berasal dari jauh.
Jenazah Guru Shandong dibaringkan di dalam peti istimewa yang terbuat dari bebatuan sejenis pualam. Penutup peti belum dipasang, sehingga tamu yang berdatangan masih bisa memandang tubuh Guru Shandong untuk terakhir kalinya. Peti tersebut diletakkan di tengah aula utama istana. 

Tempat itu biasa digunakan untuk menerima atau mengadakan pesta dan perjamuan dengan tamu-tamu istana. Namun kali ini seluruh perabot aula disingkirkan untuk sementara, agar para tamu lebih leluasa.

Sebagai salah satu tanda duka, lilin-lilin berwarna ungu dan hitam dibiarkan terus menyala sepanjang hari.

Para kenalan, sahabat dan tamu-tamu diberi kesempatan selama tujuh hari sebelum jenazah Guru Shandong dikebumikan. Selama tujuh hari itu, Basalto selalu berada paling dekat dengan peti untuk berjaga bersama Gurunya. Beberapa hari yang lalu ketiga kawannya, Raja-raja kaum sihir juga telah tiba sehingga mereka juga ikut mengitari peti Gurunya.

Sementara itu  para tamu baik yang jauh maupun yang dekat berdatangan silih berganti untuk memberi penghormatan terakhir kepada Guru Shandong.

Kelopak mata Emerald terlihat seperti masih bengkak pertanda telah mengucurkan banyak air mata sebelumnya. Ametys yang biasanya tak bisa berhenti berceloteh, kali ini larut dalam keheningan. Begitu pula Ametys.

Berkumpulnya keempat raja kaum sihir Gopalagos ini menjadi pemandangan yang menarik. Jarang sekali terjadi mereka bisa  berkumpul seperti ini karena kesibukan di kerajaan masing-masing.
Har ini adalah hari terakhir untuk para pelayat sebelum jenazah guru Shandong dikebumikan.
 Basalto telah memakai pakaian kebesarannya dan menyiapkan diri untuk memimpin langsung upacara penguburannya. Emerald mengenakan pakaian putih bersih ditutupi mantol berwarna senada. Ruby memakai jubah merah maroon sedangkan Ametys memakai jubah berwarna hitam kebiruan. Masing-masing memegang tongkat sihirnya.

Dari wajah mereka yang nampak diliputi kesedihan yang sangat, terlihat kalau mereka sebenarnya belum siap untuk berpisah dengan sang guru. Kisah-kisah manis dari masa lalu bersama sang Guru  pun berkelebat satu-satu di benak mereka.

“Kita akan mengebumikan guru menjelang senja nanti,” Basalto berkata lirih kepada ketiga kawannya. Mereka mengangguk. Mereka memang telah menyerahkan sepenuhnya seluruh prosesi penguburan kepada Basalto.

“Apa Guru pernah berkata sesuatu mengenai hal ini?” tanya Ametys.
Basalto menggeleng pelan-pelan.

“Segala sesuatunya terjadi begitu saja. Sebelumnya, kami tidak memiliki firasat atau perasaan apapun kalau guru akan pergi selama-lamanya. Oh ya, Aku merasa baik kalau Guru kita kubur di halaman belakang, di sekitar lokasi upacara pelepasan murid tingkat akhir. Itu tempat favorit Guru juga. Bagaimana menurut kawan-kawan?”

Mereka semua setuju.

***** 
Menjelang sore, keramaian berpindah ke halaman belakang istana yang memang cukup luas.
Kuburan Guru Shandong dibuat dekat ke arah hutan, agar kuburannya terletak di dataran yang lebih tinggi dari sekitarnya.

Saat itu angin sedang berhembus kencang, menciptakan riak-riak di atas sungai Karrum. Langit berawan, namun dari penjuru barat, sinar tembaga matahari masih terlihat jelas menciptakan rona-rona senja di wajah para pelayat.

Sementara itu, sesekali terdengar erangan pilu beberapa naga dari balik pepohonan rimbun yang memagari halaman belakang. Mereka juga sepertinya merasakan aura kesedihan para pelayat yang memenuhi tempat itu.

Para pelayat terdiri dari tamu-tamu kaum sihir maupun bukan yang berdatangan dari jauh dan dekat, kemudian ada para guru dan murid-murid yang belajar di padepokan sihir tentu saja . Mereka berkumpul mengelilingi kubur Guru Shandong, dan para raja dan ratu kaum sihir.
Peti jenazah yang telah tertutup rapi masih terletak di luar, bersisian dengan liang kubur.
Di sisi peti, Basalto berdiri gagah dengan wajah nyaris tanpa emosi. Ujung jubahnya berkibar-kibar ditiup angin senja.

Emerald, Ametys dan Ruby yang berdiri di sisi seberang peti juga masih diliputi kesedihan.
Setelah melakukan beberapa ritual upacara kematian, Basalto menapaki sebuah podium kecil yang memang telah dipersiapkan sebelumnya. Dia akan memberikan beberapa kata-kata terakhir untuk menghantar Sang Guru ke peristirahatan terakhir.

Dia pun menarik napas dalam-dalam lalu mulai berkata-kata dengan lantang,

“Guru kita yang hebat telah pergi, Saudara-saudaraku. Dia telah pergi meninggalkan padepokan yang dibangunnya dengan cinta, meninggalkan murid-murid yang telah dibesarkannya dengan kasih, meninggalkan kita semua…”

Matahari terlihat mulai meredup, dan angin senja seperti sedang mendesahkan elegi yang menyayat-nyayat.

“…Namun kita harus percaya, semangatnya masih ada di tengah-tengah kita. Setiap kali kita melantunkan kata-kata sihir, dia ada di situ, di samping kita. Setiap kali kita bekerja untuk kebaikan, dia bersama-sama dengan kita.  Dia tidak akan pergi dengan sia-sia. Dia meninggalkan harta yang tak ternilai bagi kita, yaitu seluruh ajaran dan peranannya dalam sejarah kaum sihir di seluruh Gopalagos. Aku berdiri di sini, juga ketiga raja dan ratu ini, kawan-kawanku, adalah buah kerja keras Sang Guru bertahun-tahun lamanya. Kami tidak akan berhasil membangun peradaban kaum sihir tanpa bantuan Sang Guru….”

Sebentar lagi, matahari akan benar-benar meninggalkan cakrawala.

“Izinkan aku mewakili Guru, mengucapkan terima kasih kepada kita semua yang telah meluangkan waktu untuk hadir dan memberi penghormatan terakhir kepadanya.”
 Basalto kemudian mengangkat tongkat sihirnya. Batu mulia yang tersemat di ujung tongkat mulai berpendar, mengeluarkan cahaya berwarna kebiruan. Ketiga kawannya yang lain juga mengangkat tongkat sihir mereka masing-masing. Cahaya hijau berpendar di tongkat Emerald, cahaya ungu di tongkat Ametys dan cahaya merah di tongkat Ruby.

Keempatnya lalu mengarahkan ujung tongkatnya ke arah peti Guru Shandong sambil mengucapkan beberapa baris mantra. Mereka akan mengarahkan kekuatannya untuk memindahkan peti jenazah tersebut.

Peti itu pun terangkat ke udara, lalu perlahan-lahan melayang ke atas liang kubur. Setelah seluruh badan peti terletak pada posisi yang tepat, peti itu kemudian perlahan turun memenuhi liang kubur yang telah disiapkan. Kini permukaan peti telah rata dengan permukaan tanah.
Basalto berseru lagi, “Selamat jalan, Guru!,” sambil mengangkat tongkatnya tinggi-tinggi. Dia lalu memejamkan mata dan menggumamkan mantra lagi. Larik sinar biru gelap melesat dari ujung tongkat itu ke angkasa, beberapa saat kemudian berpendar terang di langit yang tidak seberapa jauh dari permukaan bumi, sambil mengeluarkan suara letupan kecil. Letupan itu terdengar persis seperti sebuah pesta kembang api.

Begitu pendar cahaya biru gelap itu hilang nampak helai-helai bunga serupa melati berjatuhan dari bekas pendaran cahaya itu. Jatuh persis di atas peti Guru Shandong.
Ketiga kawannya yang lain pun melakukan hal yang sama. Mereka mengarahkan tongkatnya tinggi-tinggi ke angkasa, lalu dari ujung tongkat mereka melesat cahaya berupa-rupa warna, berhenti dan meletup sambil memendarkan cahaya menyilaukan. Setelah itu cahaya berganti dengan aneka kuntum bunga warna-warni yang menghujani kuburan Guru Shandong.
Sihir seupa pun dilakukan penyihir-penyihir lain di sekitar situ. Langit di atas kuburan Guru Shandong jadi berlimpah cahaya dan warna. Kontras dengan cakrawala yang mulai berwarna hitam gelap karena matahari telah benar-benar meninggalkannya.
Ratusan kuntum bunga pun menghujani bumi, memenuhi permukaan peti Guru Shandong.

*****  

(bersambung)
ilustrasi gambar dari www.123rf.com

Komentar

pical gadi mengatakan…
Trims bung Suryadiarmanrozaq