Fiksi Pilihan
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Dalam waktu singkat, kabar duka itu diketahui hampir seluruh
penghuni Gopalagos. Bagaimanapun
juga, Guru Shandong adalah pahlawan bagi kaum sihir maupun bukan, sehingga
berita itu benar-benar mengejutkan semua orang. Seorang Guru, seorang pejuang
perdamaian, seorang yang memiliki jiwa seluas samudra telah meninggalkan dunia
untuk selama-lamanya.
Istana Basalto yang megah seketika berubah menjadi
gelanggang duka cita. Para pelayat berdatangan sejak pagi sampai malam hari
untuk menyampaikan duka cita yang mendalam.
Jenazah Guru Shandong dibaringkan di dalam peti istimewa yang
terbuat dari bebatuan sejenis pualam. Penutup peti belum dipasang, sehingga tamu
yang berdatangan masih bisa memandang tubuh Guru Shandong untuk terakhir
kalinya. Peti tersebut diletakkan di tengah aula utama istana.
Tempat itu biasa digunakan untuk menerima atau
mengadakan pesta dan perjamuan dengan tamu-tamu istana. Namun kali ini seluruh perabot
aula disingkirkan untuk sementara, agar para tamu lebih leluasa.
Sebagai salah satu
tanda duka, lilin-lilin berwarna ungu dan hitam dibiarkan terus menyala
sepanjang hari.
Para kenalan, sahabat dan tamu-tamu diberi kesempatan selama
tujuh hari sebelum jenazah Guru Shandong dikebumikan. Selama tujuh hari itu,
Basalto selalu berada paling dekat dengan peti untuk berjaga bersama Gurunya. Beberapa
hari yang lalu ketiga kawannya, Raja-raja kaum sihir juga telah tiba sehingga mereka
juga ikut mengitari peti Gurunya.
Sementara itu para tamu
baik yang jauh maupun yang dekat berdatangan silih berganti untuk memberi
penghormatan terakhir kepada Guru Shandong.
Kelopak mata Emerald terlihat seperti masih bengkak pertanda
telah mengucurkan banyak air mata sebelumnya. Ametys yang biasanya tak bisa
berhenti berceloteh, kali ini larut dalam keheningan. Begitu pula Ametys.
Berkumpulnya keempat raja kaum sihir Gopalagos ini menjadi
pemandangan yang menarik. Jarang sekali terjadi mereka bisa berkumpul seperti ini karena kesibukan di
kerajaan masing-masing.
Har ini adalah hari terakhir untuk para pelayat sebelum
jenazah guru Shandong dikebumikan.
Basalto telah memakai
pakaian kebesarannya dan menyiapkan diri untuk memimpin langsung upacara
penguburannya. Emerald mengenakan pakaian putih bersih ditutupi mantol berwarna
senada. Ruby memakai jubah merah maroon sedangkan Ametys memakai jubah berwarna
hitam kebiruan. Masing-masing memegang tongkat sihirnya.
Dari wajah mereka yang nampak diliputi kesedihan yang sangat,
terlihat kalau mereka sebenarnya belum siap untuk berpisah dengan sang guru. Kisah-kisah
manis dari masa lalu bersama sang Guru pun berkelebat satu-satu di benak mereka.
“Kita akan mengebumikan guru menjelang senja nanti,” Basalto
berkata lirih kepada ketiga kawannya. Mereka mengangguk. Mereka memang telah
menyerahkan sepenuhnya seluruh prosesi penguburan kepada Basalto.
“Apa Guru pernah berkata sesuatu mengenai hal ini?” tanya
Ametys.
Basalto menggeleng pelan-pelan.
“Segala sesuatunya terjadi begitu saja. Sebelumnya, kami tidak
memiliki firasat atau perasaan apapun kalau guru akan pergi selama-lamanya. Oh
ya, Aku merasa baik kalau Guru kita kubur di halaman belakang, di sekitar
lokasi upacara pelepasan murid tingkat akhir. Itu tempat favorit Guru juga.
Bagaimana menurut kawan-kawan?”
Mereka semua setuju.
*****
Menjelang sore, keramaian berpindah ke halaman belakang istana
yang memang cukup luas.
Kuburan Guru Shandong dibuat dekat ke arah hutan, agar
kuburannya terletak di dataran yang lebih tinggi dari sekitarnya.
Saat itu angin sedang berhembus kencang, menciptakan
riak-riak di atas sungai Karrum.
Langit berawan, namun dari penjuru barat, sinar tembaga matahari masih terlihat
jelas menciptakan rona-rona senja di wajah para pelayat.
Sementara itu, sesekali terdengar erangan pilu beberapa naga
dari balik pepohonan rimbun yang memagari halaman belakang. Mereka juga
sepertinya merasakan aura kesedihan para pelayat yang memenuhi tempat itu.
Para pelayat terdiri dari tamu-tamu kaum sihir maupun bukan yang
berdatangan dari jauh dan dekat, kemudian ada para guru dan murid-murid yang
belajar di padepokan sihir tentu saja . Mereka berkumpul mengelilingi kubur
Guru Shandong, dan para raja dan ratu kaum sihir.
Peti jenazah yang telah tertutup rapi masih terletak di luar,
bersisian dengan liang kubur.
Di sisi peti, Basalto berdiri gagah dengan wajah nyaris
tanpa emosi. Ujung jubahnya berkibar-kibar ditiup angin senja.
Emerald, Ametys dan Ruby yang berdiri di sisi seberang peti
juga masih diliputi kesedihan.
Setelah melakukan beberapa ritual upacara kematian, Basalto menapaki
sebuah podium kecil yang memang telah dipersiapkan sebelumnya. Dia akan
memberikan beberapa kata-kata terakhir untuk menghantar Sang Guru ke
peristirahatan terakhir.
Dia pun menarik napas dalam-dalam lalu mulai berkata-kata
dengan lantang,
“Guru kita yang hebat telah pergi, Saudara-saudaraku. Dia telah
pergi meninggalkan padepokan yang dibangunnya dengan cinta, meninggalkan
murid-murid yang telah dibesarkannya dengan kasih, meninggalkan kita semua…”
Matahari terlihat mulai meredup, dan angin senja seperti
sedang mendesahkan elegi yang menyayat-nyayat.
“…Namun kita harus percaya, semangatnya masih ada di
tengah-tengah kita. Setiap kali kita melantunkan kata-kata sihir, dia ada di
situ, di samping kita. Setiap kali kita bekerja untuk kebaikan, dia bersama-sama
dengan kita. Dia tidak akan pergi dengan
sia-sia. Dia meninggalkan harta yang tak ternilai bagi kita, yaitu seluruh
ajaran dan peranannya dalam sejarah kaum sihir di seluruh Gopalagos. Aku berdiri di sini, juga ketiga raja dan ratu ini,
kawan-kawanku, adalah buah kerja keras Sang Guru bertahun-tahun lamanya. Kami
tidak akan berhasil membangun peradaban kaum sihir tanpa bantuan Sang Guru….”
Sebentar lagi, matahari akan benar-benar meninggalkan
cakrawala.
“Izinkan aku mewakili Guru, mengucapkan terima kasih kepada
kita semua yang telah meluangkan waktu untuk hadir dan memberi penghormatan
terakhir kepadanya.”
Basalto kemudian mengangkat
tongkat sihirnya. Batu mulia yang tersemat di ujung tongkat mulai berpendar,
mengeluarkan cahaya berwarna kebiruan. Ketiga kawannya yang lain juga
mengangkat tongkat sihir mereka masing-masing. Cahaya hijau berpendar di
tongkat Emerald, cahaya ungu di tongkat Ametys dan cahaya merah di tongkat
Ruby.
Keempatnya lalu mengarahkan ujung tongkatnya ke arah peti
Guru Shandong sambil mengucapkan beberapa baris mantra. Mereka akan mengarahkan
kekuatannya untuk memindahkan peti jenazah tersebut.
Peti itu pun terangkat ke udara, lalu perlahan-lahan
melayang ke atas liang kubur. Setelah seluruh badan peti terletak pada posisi
yang tepat, peti itu kemudian perlahan turun memenuhi liang kubur yang telah
disiapkan. Kini permukaan peti telah rata dengan permukaan tanah.
Basalto berseru lagi, “Selamat jalan, Guru!,” sambil
mengangkat tongkatnya tinggi-tinggi. Dia lalu memejamkan mata dan menggumamkan
mantra lagi. Larik sinar biru gelap melesat dari ujung tongkat itu ke angkasa,
beberapa saat kemudian berpendar terang di langit yang tidak seberapa jauh dari
permukaan bumi, sambil mengeluarkan suara letupan kecil. Letupan itu terdengar persis
seperti sebuah pesta kembang api.
Begitu pendar cahaya
biru gelap itu hilang nampak helai-helai bunga serupa melati berjatuhan dari
bekas pendaran cahaya itu. Jatuh persis di atas peti Guru Shandong.
Ketiga kawannya yang lain pun melakukan hal yang sama. Mereka
mengarahkan tongkatnya tinggi-tinggi ke angkasa, lalu dari ujung tongkat mereka
melesat cahaya berupa-rupa warna, berhenti dan meletup sambil memendarkan
cahaya menyilaukan. Setelah itu cahaya berganti dengan aneka kuntum bunga
warna-warni yang menghujani kuburan Guru Shandong.
Sihir seupa pun dilakukan penyihir-penyihir lain di sekitar situ.
Langit di atas kuburan Guru Shandong jadi berlimpah cahaya dan warna. Kontras dengan
cakrawala yang mulai berwarna hitam gelap karena matahari telah benar-benar meninggalkannya.
Ratusan kuntum bunga pun menghujani bumi, memenuhi permukaan
peti Guru Shandong.
*****
(bersambung)
ilustrasi gambar dari www.123rf.com
Komentar