Fiksi Pilihan
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Reuni sesaat itu akan segera berakhir.
Keesokan harinya, ketiga penyihir, Ruby, Emerald dan Ametys akan
meninggalkan istana Basalto untuk kembali ke kerajaan mereka masing-masing.
Menu sarapan pagi ini sedikit unik. Mereka disuguhkan Korubak,
udang khas sungai Kharrum yang
dimasak dengan aneka rempah. Hidangan itu membuat mereka teringat kembali dengan
pengalaman masa lalu saat masih menuntut ilmu di perguruan sihir tersebut.
Saat itu, Korubak adalah makanan mewah yang disajikan pada
saat-saat tertentu saja, seperti saat menyambut angkatan murid yang baru atau
menerima kunjungan tamu besar.
Nostalgia itu membuat suasana makan pagi berlangsung lebih
hangat. Mereka berempat ditemani Viona terlihat lebih lahap dari hari-hari
sebelumnya.
Tapi pada saat Basalto mengantar mereka meninggalkan ruang
makan dan melewati jendela-jendela terbuka pada bagian atas istana, terlihat pemandangan
yang membuat memori Emerald akan mimpinya muncul kembali.
Jauh di bawah sana, di halaman belakang padepokan, beberapa murid
itu berdiri puluhan langkah di belakang sebuah batu gunung setinggi orang
dewasa. Lalu secara bergantian mereka melontarkan energi sihir dari telapak
tangan mereka ke arah batu gunung itu. Lamat-lamat terdengar suara dentuman
demi dentuman karena benturan energi sihir dan bebatuan tersebut.
“Apa yang kamu lihat?” Ametys menyapa Emerald yang berhenti
melangkah di belakang mereka.
“Mereka sedang mempelajari ilmu sihir tingkat tinggi dan
mereka terlihat masih sangat muda,” sahut Emerald.
Basalto ikut melihat ke arah pandangan Emerald.
“Ya, kami membuat beberapa penyesuaian pelajaran beberapa
waktu terakhir ini,” ujarnya.
“Mereka tingkat berapa?” tanya Ruby.
“Tingkat tiga.”
“Apa?” Emerald setengah memekik. Keheranan. Yang lain juga
sepertinya menunjukkan ekspresi
serupa.
“Kamu membuat lompatan yang sangat jauh, Kawan. Saat tingkat
tiga dulu, kita masih belajar mengeja mantra-mantra dasar, bukan? Sekarang
mereka telah belajar sihir untuk pertahanan diri. Aku penasaran, apa yang
kalian ajarkan saat ini pada murid-murid ini berada pada tahun-tahun terakhir?”
ucap Emerald lagi.
Basalto tersenyum kecil.
“Kalian mungkin tidak akan percaya. Aku mengajarkan hampir
seluruh isi kitab sihir yang diberikan guru dahulu kepada kita.”
“Apakah mereka siap?” Ruby bertanya.
“Mereka siap, Kawan. Sangat siap. Malah aku berencana akan
mengajarkan beberapa sihir pertahanan diri tingkat tinggi pada murid-murid
tingkat akhir. Terutama bagi mereka yang tertarik menjadi prajurit kerajaan.
Nantinya kalian pun tidak akan kesulitan jika membutuhkan calon-calon prajurit
terbaik.”
“Wah, padepokan sepertinya banyak berubah semenjak kamu memimpin
disini,” sambung Emerald.
“Apa rencanamu sudah pernah dibicarakan dengan guru
sebelumnya?” tanya Ruby lagi.
“Tentu saja. Pada dasarnya, Guru setuju. Hanya sayang sekali,
dia sudah pergi sebelum kami menuntaskan pembahasan mengenai materi pengajaran
itu.”
“Aku sendiri jarang sekali membuka kitab sihir yang
diberikan guru, kecuali membutuhkan beberapa mantra yang penting. Tapi kamu
disini malah akan mengajarkan seluruh isi kitab kepada murid-murid?” sahut Ametys.
“Menurutku, pengetahuan sihir sehebat apapun tidak akan
berguna jika tidak diajarkan dan dipelajari.”
“Benar juga. Aku jadi kepikiran untuk menurunkan seluruh
pengetahuan sihir yang aku miliki kepada putriku,” sambung Ruby.
“Ya, tetapi sepertinya kamu harus banyak bersabar kawan,”
Ametys memotongnya. “Sebelum fasih mengeja mantra, kamu harus sabar mengajarnya
mengeja papa dan mama dengan benar dulu.”
Keempatnya penyihir itu pun tertawa.
“Ayolah kawan-kawan, matahari sudah semakin tinggi. Tadi kalian
bilang mau berangkat segera. Kebiasaan suka menunda kalian tidak hilang-hilang
juga rupanya,” Basalto kembali melanjutkan langkahnnya.
“…dan kamu masih tetap orang yang tidak sabaran,” sambung
Emerald. Yang lain kembali tertawa. Tetapi pada akhirnya mereka mengikuti
langkah Basalto juga.
****
Beberapa saat kemudian, mereka telah bersiap-siap di depan
istana. Emerald sedang mengelus leher naga tunggangannya, Ametys dan Ruby mempersiapkan
Er mereka. Di belakang mereka, beberapa
prajurit pengawal masing-masing juga melakukan hal yang sama.
Basalto mengantar mereka, ditemani Viona dan Daestar dalam
gendongannya. Beberapa guru juga hadir untuk mengantar kepergian mereka.
Peristiwa ini seperti pengulangan pengalaman mereka 15 tahun
yang lalu, saat mendiang guru Shandong melepas kepergian mereka dari padepokan.
Setelah berpamitan, ketiganya naik di atas tunggangan
masing-masing. Sekali perintah, hewan-hewan tunggangan tersebut pun mengambil
ancang-ancang dan dalam beberapa kali kepakan sayap mereka telah menjulang
tinggi ke angkasa. Er-er yang ditunggangi prajurit pengawal masing-masing pun mengikuti
dari belakang.
Basalto dan yang lainnya pun melambaikan tangan kepada rombongan
tiga pemimpin kerajaan kaum sihir yang semakin jauh meninggalkan istana.
Semakin lama udara semakin terik, meninggalkan kisah di
antara awan dan langit.
*****
Saat hari menjelang malam, Emerald dan lima orang prajurit
yang bersamanya sudah memasuki angkasa kerajaannya. Dari atas terlihat cahaya lampu-lampu pelita
milik penduduk desa di sekitar istananya berkerlipan seperti bintang-bintang di
langit.
Emerald mengarahkan naga tunggangannya untuk melakukan
pendaratan di menara istananya. Puncak bangunan istana itu memang dibiarkan
terbuka tanpa atap, karena emerald suka menikmati pemandangan dari atas situ. Selain
itu, puncak menara juga bisa digunakan untuk mendaratkan naga atau hewan-hewan
terbang lainnya.
Sebelum mendarat naga tunggangan Emerald menjerit keras,
seolah meneariakkan kabar kepada seluruh penghuni istana kalau rombongan mereka
telah sampai.
Di sekeliling tembok menara tersebut, dipasang obor-obor
besar untuk menghalau kegelapan malam, sehingga Emerald tidak terlalu kesulitan
melakukan pendaratan. Begitu pula dengan prajurit-prajurit yang mengikutinya.
Seorang wanita memakai mantel tertutup rapat dari bawah ke atas sampai menyelubungi
kepalanya seperti telah menanti-nanti kehadiran Emerald. Saat rombongan raja
mendarat, angin keras yang ditimbulkan menghempas penutup kepalanya sehingga
menyingkapkan rambut panjang wanita itu.
“Senang melihatmu lagi, Tabita,” Emerald menyapa duluan
begitu turun dari naganya. Wanita bernama Tabita itu memberi hormat takzim.
Ekspresi Emerald berubah saat melihat lebih jelas roman
Tabita.
“Apa yang terjadi, Tabita? Mengapa kamu kelihatan cemas?”
“Sesuatu yang mengerikan terjadi, Ratu. Kami… kami mohon
maaf telah melalaikan tanggung jawab yang diberikan ratu kepada kami.”
“Apa yang terjadi?”
Tabita pun mengatakan yang sebenarnya.
Emerald memang benar-benar terkejut mendengarnya. Begitu pula
dengan prajurit-prajurit yang sedang menurunkan perbekalan dari Er mereka.
Emerald pun berlari ke bawah, diikuti Tabita. Mereka menuju
ke sebuah ruangan yang terletak di bagian tengah istana. Tidak seperti biasa,
Emerald membiarkan begitu salam penghormatan dari prajurit atau beberapa murid
yang kebetulan berpapasan dengannya melayang dibawa angin malam.
Saat ini pikirannya tidak bisa memikirkan hal lain selain
sampai secepatnya ke ruangan tersebut. Begitu sampai, Emerald dan Tabita
langsung menghambur ke dalam ruangan. Lemari-lemari penuh buku sihir dan buku pengetahuan
umum menyambut mereka.
Salah satu dinding ruangan tersebut terbuka lebar,
menyingkapan sebuah ruangan lain yang lebih kecil. Di tengah-tengah ruangan ada
sebuah benda seperti lemari yang terbuat
dari batu gunung kemerahan. Lemari itu juga memiliki pintu kecil yang telah
terbuka lebar, memamerkan dirinya yang hampa. Sesuatu yang mestinya ada disitu
hilang. Inilah yang mengejutkan semua orang.
“Berapa orang pelakunya, Tabita?”
“Sayangnya satu orang saja, Ratuku. Entah pria atau wanita,
tapi yang jelas dia berilmu sangat tinggi. Perisai-perisai sihir di tempat ini
bisa dipatahkannya dengan mudah, dia juga tidak menemui kesulitan membuka
mantra-mantra pelindung yang telah dipasang. Dua belas prajurit terluka, dan
dua lainnya sedang sekarat saat ini.”
“Apa dia… berpakaian serba hitam?”
Tabita terkejut.
“Anda… anda mengetahuinya?”
“Aku telah memimpikannya.”
“Mimpi?”
“Ya, Tabita. Memang aku merasa ada hal buruk yang akan terjadi. Tapi aku tidak menyangka , ternyata aku memimpikan pencuri kitab sihir yang diberikan guru Shandong.”
---------
(bersambung)
ilustrasi gambar dari : www.deviantart.com
Komentar