Fiksi Pilihan

Nada Tinggi Belum Tentu Marah

  Di ruang persiapan, tuan presiden dalam balutan batik kontemporer sekali lagi memandang naskah pidatonya dan memberi perhatian pada tanda-tanda baca warna-warni yang bertebaran di sepanjang naskah.

El Diablo



Sepatu bot Ares menapaki bangunan yang dinamai El Diablo oleh penduduk sekitar. Suasana begitu hening. Bahkan angin pun seperti tak berani berembus.
Ketukan ujung sepatunya memantul samar di dinding-dinding ruangan. Tetapi di telinga Ares, gema suara itu itu lebih mirip bisikan kebencian dari bibir-bibir tak kasat mata. Dia duduk di atas kursi goyang yang sama tuanya dengan bangunan  itu.

“Semua peralatan sudah siap, Tuan!” seru seorang lelaki dari balik pintu.

“Baik, Fernando. 15 menit lagi… Oh, ya. Panggil Sandra kemari,” sahut Ares.

Lelaki yang dipanggil Fernando terhenyak sesaat sebelum beranjak dari situ.

Ares adalah seorang paranormal tersohor. Kali ini dia bersama tim diminta untuk membersihkan arwah-arwah penasaran yang menghuni bangunan itu. Seorang taipan memberi imbalan besar untuk pekerjaan itu, kendati sebenarnya Ares tidak pernah tertarik kepada uang.

***

Senja sudah menampakkan wajahnya yang sendu. Ares kini berada di basement gedung utama. Lusinan pria dengan tubuh setengah ceking terikat pasrah pada rantai-rantai besi. Belasan yang lain lagi sedang menerima cambukan dari para mandor. Seruan-seruan menyayat hati terdengar memekakkan telinga.

Tak ada yang menyadari kehadiran Ares. Kecuali… seorang pria berjubah hitam di sudut ruangan. Keduanya beradu pandang.

Ares terkejut, “Apa maumu?” serunya.

“Aku yang harusnya bertanya begitu,” sahut pria itu dingin. Lalu secepat kilat dia menghunus pedang panjang dari balik jubahnya.

***
Sandra berteriak panik sambil mengguncang-guncang tubuh Ares di atas kursi goyang. Tidak ada reaksi sedikit pun.

“Apa dia tersesat?” ucap anggota tim yang lain.

“Entahlah. Tubuhnya membiru…”

“Sandra… lakukan sesuatu.”

“Dia terlalu jauh. Tapi.. aku akan mencobanya.”

Sandra pun duduk di atas kursi lainnya dan memejamkan mata.

***
Sandra menyusuri darah segar yang mengalir di lantai basement. Ketakutannya membuncah ketika mendapati Ares bergelimang darah di lantai. Pikirannya kalut.

Bagaimana cara mengembalikan jiwa yang sekarat seperti ini?


Dia pun menjerit pilu saat sebuah pedang panjang terayun deras ke arahnya.

---
pertama kali ditayangkan di kompasiana.com dalam rangka event Fiksi Foto. photo by: @de5ol



Baca Juga:

Lin dan Ibu Peri
 photo Jangancopasing.jpg

Komentar

Sumpah berasa lagi nonton film Insidious, keceeeeee :D
pical gadi mengatakan…
Tengkyu ya sudah mampir mbak Putri.
diar mengatakan…
Sebaiknya jangan ada yang nyusul lagi, takutnya....

karya bagus, mas!
pical gadi mengatakan…
Bener mas Diar.
:)
Makasih ya sudah hadir