Fiksi Pilihan

Nada Tinggi Belum Tentu Marah

  Di ruang persiapan, tuan presiden dalam balutan batik kontemporer sekali lagi memandang naskah pidatonya dan memberi perhatian pada tanda-tanda baca warna-warni yang bertebaran di sepanjang naskah.

Keterbatasan



Seringkali
dalam keterbatasan kita baru bisa menemukan ketakterbatasan
dalam kegelapan kita baru menyadari arti sinaran
dalam kehampaan kita baru menghargai keberadaan
.
Seringkali
saat jatuh dalam kelemahan kita jadi memiliki sumber kekuatan
saat terperosok dalam musibah kita baru menemukan arti anugerah
saat hilang kata dan pengharapan sebuah jalan kecil membukakan mata kita

.
Hanya saja kita terlalu sering membohongi jiwa kita
menggariskan kepadanya batas-batas
menghadirkan gelap dan menjadikannya hampa
.
Kita merasa lemah karena tidak menghargai kekuatan
merasa terkungkung lara karena tidak menghargai anugerah
merasa terlaknat karena menolak kesucian
merasa terbuang karena mengabaikan kasih sayang.
.
Seperti malam yang merindukan purnama
jiwa kita pun memiliki jalan rindu yang sama kepada Sang Asali
kepada Tuan atas segala sumber asa.
.
Fitrah dan ketulusan
adalah sebagian dari diri kita.
Kita hanya perlu mendengar bisikan dalam kesunyian kontemplasi
atau membaca aksara yang dihadirkan hati nurani.
.
Kita selalu ditakdirkan untuk jadi pemenang kehidupan ini
sampai kita menggariskan keterbatasan kita sendiri.


---

kota daeng 26 September 2016






pertama kali ditayangkan di kompasiana.com 
ilustrasi gambar dari: pinterest.com (Touch the God by Leonardo da Vinci)


Baca Juga:

Pagi Adalah Kontemplasi Hidup



 photo Jangancopasing.jpg

Komentar

Ando AJo mengatakan…
jadi, intinya adalah; kita sendiri yang membuat langkah kita terhenti.

ciamiikkk...
dah lamo tak berkunjung ke lapak Bang Pical^^
moga sehat selalu yo Bang

Peace Be Upon You
pical gadi mengatakan…
Nah, kira-kira gitu bang Ando. Makasih sudah mampir