Fiksi Pilihan

Nada Tinggi Belum Tentu Marah

  Di ruang persiapan, tuan presiden dalam balutan batik kontemporer sekali lagi memandang naskah pidatonya dan memberi perhatian pada tanda-tanda baca warna-warni yang bertebaran di sepanjang naskah.

Rebana Jiwa



Rancak rebana jadi tabir detak jantungku, Dinda
denting gambus pun melodikan desir darahku.

Rindukah ini?
Membuat lincah kerling matamu serupa hentak penari
di atas panggung
dan garis senyummu hadirkan kehangatan
serupa rembulan malam ini.

Marilah, Dinda
biarlah dunia mereka meneruskan keriaannya
tinggalkan sekejab keramaian acara
agar hati kita yang berkata-kata.

Mari mengisi dunia kita dengan tarian jiwa
dan penuhi dengan irama rebana
dari detak jantungku

dan jantungmu.

---



Kota Daeng, 25 November 2017

ilustrasi gambar dari https://authenticbellydance.com


Baca Juga Fiksi Keren lainnya:

Waktu adalah Sahabat Kami





Komentar