Fiksi Pilihan
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Delia, siswi paling cantik di SMU Nusantara sedang kebingungan.
Dia harus menjatuhkan pilihan antara Dodi atau Gilang. Kedua cowok itu layak
mendapatkan hatinya karena mereka punya pesona masing-masing. Dodi itu cowok
yang lucu, periang dan tidak sombong sedangkan Gilang itu smart, trendy dan gaul.
Keduanya cukup tampan dan baik hati. Cewek manapun pasti tidak bisa menolak
pesona keduanya.
Beberapa hari lagi 14 Februari tiba. Sebelum hari itu, dia sudah
harus memutuskan akan menerima Dodi atau Gilang sebagai pacarnya.
Setelah menimbang-nimbang dan berpikir cukup lama, dia pun menemukan cara untuk menguji
keduanya. Mereka akan diberi pertanyaan sederhana dan siapa yang jawabannya
paling menyentuh hati, akan dipilihnya menjadi pacar.
Suatu siang, di sela waktu istirahat sekolah, Delia membawa
sebatang cokelat di depan Dodi lalu bertanya, “Dodi, apa yang bakal kamu
lakukan kalau ini adalah cokelat terakhir di dunia ini?”
Dodi terheran-heran dengan pertanyaan itu, tapi dia tetap
menjawabnya juga.
“Kalau ini coklat terakhir, saya akan menyimpannya
baik-baik, Del, kalau perlu ditaruh di kotak kaca anti peluru, anti api, anti
badai agar tidak mudah dicuri atau rusak!”
“Buat apa?” Delia mengernyitkan kening.
“Ya, agar orang-orang yang masih hidup setelahnya masih bisa
tetap mengenang coklat itu. Coklat kan identik dengan cinta, Del,” Dodi
tersenyum. “… jangan sampai cinta hilang dari dunia ini.”
Delia ikut tersenyum, “Terima kasih, ya, jawaban kamu manis
sekali,” sahut Delia.
Pada siang yang lain, Delia membawa coklat itu di depan Gilang
lalu mengajukan pertanyaan yang sama.
“Gilang, apa apa yang bakal kamu lakukan kalau ini adalah
cokelat terakhir di dunia ini?”
“Cokelat terakhir di dunia? Ada-ada saja kamu, Del!”
“Udah, dijawab
saja.”
“Mm… Oke. Kalau ini adalah coklat terakhir, saya akan menghadiahkannya
buat kamu, Del.”
“Buat apa?” Delia mengernyitkan kening.
“Terserah mau kamu apakan coklatnya. Yang jelas, dengan
memberi coklat terakhir itu, saya pengen
kamu jadi gadis terakhirku,” sahut Gilang. Bintang-bintang nampak di matanya.
“Ah, jawaban kamu manis sekali, Gilang. Terima kasih, ya,”
balas Delia lalu berlalu dari situ. Dia akan menimbang-nimbang jawaban kedua
cowok itu.
Baru beberapa langkah kemudian, dia bertemu Rano, teman
sekelasnya.
“Kamu kasih pertanyaan yang sama untuk Gilang, ya?”
Delia terkejut, “Kamu nguping,
ya?”
“Tidak, kok. Saya tidak
sengaja mendengar kamu ngobrol sama Dodi
kemarin. Terus, barusan aku lihat kamu juga ngobrol
sama Gilang membawa coklat yang sama.”
Delia mengangguk-angguk.
“Oke, Rano,” dia bermaksud melewati Rano tapi Rano
bergeming.
“Ada apa, Rano?”
“Kamu tidak tertarik mendengar pendapatku tentang coklat
terakhir itu?”
Delia terkejut lagi. Tapi dia penasaran juga, “Memangnya apa
pendapat kamu?”
“Kalau coklat di tangan kamu itu coklat terakhir, saya akan
…” Rano terdiam beberapa saat. “…makan coklatnya sampai habis!”
“Haah! Kenapa?”
“Kalau coklat itu masih ada, artinya valentine akan terus dirayakan. Kalau coklatnya tidak ada lagi,
maka … good bye, valentine. Kamu
tahu, setiap kali valentine datang, saya
akan terus menjadi bahan ejekan mereka karena sepertinya saya satu-satunya
cowok di sekolah ini yang tidak punya pacar,” suara Rano semakin lirih. Dia
tertunduk putus asa. “… saya tidak ingin valentine
datang lagi.”
Delia tercekat.
Dia lalu memperhatikan Rano lekat-lekat. Cowok ini memang
tidak setampan Gilang atau Dodi, tapi wajahnya bersih dan hidungnya cukup
mancung. Delia kemudian menyadari selama ini, betapa Rano adalah sahabat yang
baik. Saat Delia kehabisan tinta pulpen, Rano meminjamkannya. Saat Delia
kehilangan ayah tahun lalu, Rano-lah teman yang pertama mengungkapkan
belasungkawa, saat Delia ikut ekskul sampai malam, Rano yang sering
mengantarnya pulang. Masih banyak kebaikan-kebaikan lain yang tidak disadari
Delia selama ini. Hatinya pun tergerak.
“Del, kok diem?” tanya Rano.
Mata Delia berkaca-kaca lalu menatap Rano dalam-dalam. Tanpa
sadar, coklat terakhir jatuh dari genggamanya.
“Rano …”
“Iya, Del. Saya tidak kemana-mana.”
“Aku suka sama kamu. Maukah kamu jadi pacar aku?”
"..."
----
gambar dari https://www.artstation.com
Baca Juga Fiksi Keren lainnya:
Pucuk Dicinta Mila pun Tiba
Komentar