Fiksi Pilihan
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Aku bermimpi melihat langit malam
begitu cerah. Bintang-bintang yang tak terhingga jumlahnya berkedip-kedip genit
di atas sana. Di sudut langit yang lain, bulan separuh purnama juga sedang
bersolek ria. Langit malam seperti layar raksasa dengan semarak para penari
cahaya di latar depannya.
Semakin dekat, cahayanya semakin
terang dan tidak sampai tiga helaan napas kemudian, bintang jatuh itu mendarat
dengan keras di bawah jendela kamarku. Suaranya seperti batu sebesar gunung jatuh
menimpa bumi.
Lalu dari bawah jendela kamar,
asap putih tebal menguar. Bersamaan dengan itu, api mulai melahap separuh kayu
jendela. Aku pun berdoa meminta hujan turun sejenak, tapi kemudian teringat
awan mendung sedang bertugas di kutub selatan saat ini.
Kinmi pernah berkata, bintang
jatuh itu simbol keberuntungan. Aku percaya saja. Tapi saat ini aku setengah
percaya, setengah panik, karena api sudah membakar separuh kain korden jendela.
Saat pesta api unggun, Kinmi pernah berkata, dia sangat menyukai suasana itu karena
api unggun melambangkan semangat dan keberanian.
Api sekarang melahap separuh
kamar tidurku. Aku tidak mungkin menunggu awan mendung datang. Ya, dia bisa
saja datang dari kutub selatan saat ini. Tapi dia terlalu baik. Dia pasti akan
mampir untuk mengguyur seperempat benua afrika dulu sebelum hadir di langitku.
Aku mulai merasa tersakiti oleh
panas api ini. Asap juga semakin pekat dan menyesakkan. Aku kepanasan dan tak
bisa bernapas sekaligus. Jangan-jangan aku tidak sedang bermimpi?
Jangan-jangan …
Jangan-jangan …
***
Rasanya kepalaku sejuk sekali,
seperti dielus tangan embun pagi. Saat membuka mata, berkas cahaya matahari
pagi yang masuk lewat ventilasi kamar menyambutku. Ah, rasa sejuk ini ternyata
berasal dari kain kompres di atas dahiku. Saat menyingkirkan kain itu, tanganku
menyenggol kepala Kinmi yang terbaring di sisi tempat tidur.
Kinmi, gadis manis berambut lurus
sebahu, blasteran Jepang Manado itu pun terbangun. Kulit di bawah matanya
sedikit menghitam, mungkin karena kurang tidur semalam. Tapi dia tetap cantik
di mataku, apalagi dengan senyum semanis ini.
“Kamu sudah baikan, Aldo?”
Dia pun bangkit dari kursinya dan
meraba keningku.
“Rasanya lumayan,” sahutku.
“Iya, demam kamu sudah turun,”
sambungnya.
“Kamu tidak ikut kegiatan hiking pagi ini?”
“Aku sudah minta izin ke Kak
Dimas buat jagain kamu.”
Gara-gara kesibukan seminggu
terakhir mengurusi kegiatan penyambutan dan orientasi mahasiswa baru, aku jadi
kurang awas dengan kesehatanku. Puncaknya kemarin, tak lama setelah rombongan
sampai di salah satu villa di puncak, tempat kegiatan kami selama tiga hari
ini, aku langsung drop dan semalam
demam tinggi.
Dentingan gelas dan sendok
terdengar dari sudut kamar. Walaupun baru saja sakit, aku belum pernah merasa
sebaik ini.
Bintang jatuh dan kebakaran yang aku rasakan dalam mimpi mungkin karena hatiku memang sedang terbakar. Terbakar api cinta pada gadis manis yang saat ini menyeduh teh hangat buatku.
-----
gambar dari https://https://2plus7.com/
Baca Juga Fiksi Keren lainnya:
Cawan Pengantin
Komentar