Fiksi Pilihan
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Ilustrasi gambar untuk Cerpen Putih dan Hitam dari pixabay.com |
Putih dan Hitam adalah nama sepasang hantu perempuan bersaudara. Kabarnya mereka meninggal karena hipotermia, entah benar atau tidak. Penyebab kematian tidak terlalu etis diperbincangkan di dunia hantu. Sama seperti menanyakan usia seorang wanita di dunia kita.
Sudah bisa
tercitra dari namanya, Putih berparas cantik. Kulitnya putih
bersih, bibirnya merah merona, matanya indah seperti bintang-bintang di langit, rambutnya hitam
berkilau. Selain itu, Putih juga lemah lembut dan selalu tersenyum. Banyak
hantu pria yang jatuh hati kepadanya.
Hanya saja niat hantu-hantu
pria mengenal Putih lebih jauh mesti diurungkan jika ada Hitam di dekat Putih. Hitam bisa disebut sisi kontras Putih.
Wajahnya hitam legam dengan mata yang selalu merah menyala. Perangainya kasar dan gemar berkelahi, bahkan dengan hantu pria sekalipun.
Tapi di balik sikap itu, Hitam sangat
sayang dengan Putih, saudarinya.
Perkelahiannya dengan hantu-hantu lain lebih sering disebabkan keinginannya untuk membela Putih
dari gangguan hantu-hantu itu.
Putih dan Hitam
tidak selalu melanglang buana bersama. Tapi setiap kali Putih mengunjungi
tempat baru dan hantu-hantu pria berusaha mendekat karena terpana, Hitam selalu
muncul tiba-tiba. Dia memandang pria-pria hantu itu dengan tajam lalu menyuruh
mereka menjauh.
Sebagian langsung mundur teratur. Sebagian lagi yang punya
nyali cukup tebal tidak gentar
dengan ancaman Hitam. Ujung-ujungnya adu jotos pun tidak bisa dihindari. Hasil akhirnya sudah
bisa ditebak. Ada yang
menyerah setelah bertarung dua tiga jurus,
ada yang ditendang sampai ke benua seberang, ada yang diikat mati pada pohon-pohon di sekitar tempat
perkelahian. Belum pernah ada hantu yang berhasil mengalahkan Hitam selama ini.
Putih pun tidak keberatan
dengan tingkah Hitam itu. Hantu-hantu
pria
memang suka usil. Ada yang
malah terang-terangan menunjukkan niat jahat kepadanya.
Memang, beberapa
kali Putih bertemu dengan hantu pria yang baik hati. Tapi lagi-lagi Hitam
melarangnya berteman dengan mereka, karena menurut Hitam mereka hanya ingin
mempermainkan Putih saja.
Putih tidak ingin
mendebat, karena selama ini ramalan Hitam selalu terbukti benar.
Pada suatu senja,
Putih terbang dengan cepat, berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain
dalam sekejab mata. Pelabuhan, rumah kosong,
benteng, villa dan tempat-tempat lain didatanginya. Dia ingin mencari tempat
terbaik untuk menikmati senja hari ini.
Setelah berpindah
tempat beberapa kali, dia pun memutuskan untuk tinggal sejenak di salah satu benteng
peninggalan Belanda. Dari situ pemandangan senja terlihat cantik
sekali, karena matahari yang sudah mulai berwarna kuning kemerahan sebentar
lagi akan tenggelam ke dalam laut lepas.
Putih melayang ke
bagian paling atas benteng. Ternyata di situ sudah ada hantu lainnya, hantu
pria yang tampan dan kelihatannya sedikit pemalu.
Saat melihat Putih, hantu tampan itu sedikit terkejut.
“Ha-halo,” sapanya.
“Hai,” sahut Putih. “Maaf, aku pikir
tidak ada hantu lain di sini,” sambungnya.
“Oh, tidak apa-apa, kok. Ehm, namaku Bayu.”
“Namaku Putih.” Putih menyambut tangan Bayu, si hantu tampan. Keduanya
bersalaman malu-malu.
Terlihat Bayu semakin terpesona dengan wajah Putih. Tapi dia berusaha
menutupi perasaannya dengan mengalihkan kembali pandangan ke ufuk barat.
“Aku sudah bertahun-tahun menghabiskan senja dari tempat ini,” ucapnya.
Sementara itu Putih menoleh ke kiri dan ke kanan. Biasanya ada yang segera
muncul jika dia berada dekat hantu pria, tapi kali ini
….
“Mencari sesuatu?” tanya
Bayu.
“Oh, tidak. Biasanya saudariku suka muncul
tiba-tiba. Tapi ah, sudahlah. Pemandangan matahari tenggelam itu terlalu sayang
untuk dilewatkan.”
Bayu tersenyum. “Setuju,” sahutnya.
Mereka duduk di balik tembok yang lebih rendah
dibanding tembok pembatas benteng di sekitarnya. Sepertinya dulu tempat itu digunakan untuk dudukan moncong meriam.
Dari situ terlihat
jelas matahari yang berwarna
jingga sudah setengahnya tenggelam di balik
laut. Langit sedang bersih. Tidak ada awan-awan yang menghalangi pemandangan
menawan itu.
“Indah sekali, ya,” ucap Putih
lirih. Tanpa sadar dia memegang pergelangan tangan Bayu.
“Benar. Kalau mau, kamu boleh mendatangi tempat ini setiap senja,” sahut
Bayu ketar-ketir. Dia bingung mau
melepas atau membiarkan tangan Putih.
“Benarkah?” tanya Putih.
Keduanya bertatapan. Saat
itulah Putih menyadari sedang memegang tangan Bayu. Dia pun
buru-buru menarik kembali tangannya.
“Maaf, maaf,”
“Ti-tidak apa-apa, kok.”
Saat saling menatap, Bayu menyadari ada sesuatu yang lain dari tatapan mata
Putih. Putih jadinya salah tingkah dipandangi seperti itu.
“Kamu bukan hantu biasa, Putih,” kata Bayu.
“Maksud kamu?” Putih
menatap Bayu dengan wajah tidak mengerti.
“Saudari kamu … siapa pun dia, apakah dia selalu muncul atau menghilang
tiba-tiba?”
Putih mengangguk.
“Entah kamu sadari atau
tidak, saudari kamu itu sebenarnya adalah jiwa yang lain dari tubuh manusiamu. Dulu kamu hidup dengan dua
jiwa, sehingga saat mati, kalian menjadi dua jiwa yang berbeda. Tapi, kalian tidak akan
terpisah jauh, karena telah bertahun-tahun terpaut dalam satu tubuh.”
Mulut Putih membulat. Ini penjelasan yang paling masuk akal
dari pertanyaan yang selalu berkecamuk dalam batinnya selama ini. “Kenapa kamu bisa tahu?” tanyanya.
“Ya, karena aku juga sama seperti kamu.
Aku pernah dilatih oleh salah
satu hantu sepuh penghuni gunung
Kilimanjaro untuk mengenali hantu-hantu seperti kita.”
Putih
mengangguk-angguk pelan.
“Lalu … di mana Hitam sekarang?” tanyanya.
Bayu mengangkat bahu. “Sedang berada di tempat lain, mungkin. Tapi biasanya saat diperlukan dia
pasti muncul, bukan?”
“Benar. Mungkin ini alasan aku merasa langsung nyambung sama
kamu,
Bayu. Kita ternyata punya
nasib sama. Terus, bagaimana dengan kamu? di mana
saudaramu sekarang? dan bagaimana karakternya?”
Bayu tersenyum. “Dia sedang tertidur pulas,” sahutnya. “Kita sedang duduk
di atas punggung tangannya saat ini.”
Putih terkejut. Spontan dia
berdiri
dan melihat ke arah tempat duduknya.
Benar. Setelah
diperhatikan baik-baik, rupanya ada hantu raksasa sedang tertidur pulas di belakang mereka. Tubuhnya hitam legam dan penuh bulu-bulu kasar. Tangannya terjulur ke depan. Masih ada
Bayu yang duduk dengan tenang di situ. Bagaimana mungkin dia melewatkan
pemandangan mengerikan itu?
“Namanya Bhala, saudaraku. Putih? Tidak perlu takut seperti itu, dia ini
sebenarnya--“
Ucapan Bayu terhenti, karena di belakang Putih tiba-tiba muncul sosok hantu
perempuan lainnya. Tubuhnya hitam legam dengan mata merah menyala.
“Kamu baik-baik saja, Putih?” tanya Hitam dengan suara lantang dan serak.
“Aku, aku baik-baik saja. Hanya sedikit terkejut karena-“
Terdengar suara gemuruh. Sosok hantu raksasa itu bergerak dan berdiri
dengan cepat. Tingginya nyaris empat kali lipat tinggi 3 hantu di depannya.
Sepertinya suara Hitam barusan mengganggu tidurnya.
“Bhala, sudah, tidak apa-apa.” Bayu mencoba menenangkan Bhala yang sedang menatap dingin ke arah Hitam.
“Hantu jelek! Jangan coba-coba menggangu saudariku!” teriak Hitam.
“Heh! Hantu jelek kurang ajar!
Sudah
datang tanpa izin, berani marah-marah
lagi!” balas Bhala.
Keduanya mulai adu urat leher. Kedua hantu lainnya, Putih dan Bayu, mencoba menenangkan, tapi mereka tidak digubris sama
sekali.
Lama kelamaan suara
pertengkaran Hitam dan Bhala meninggi.
Dan peristiwa yang tidak diinginkan pun terjadi. Mereka mulai berkelahi
dengan sengit. Hitam nampak trengginas terbang ke sana kemari sambil meninju keras punggung atau
wajah Bhala yang terbuka tanpa
pertahanan. Walau bertubuh besar, Bhala tetap bisa mengimbangi
manuver Hitam. Pada satu pukulan,
dia berhasil membuat Hitam terpental jauh.
Hitam jadi semakin
beringas. Dia lalu terbang dengan cepat
menabrak kaki Bhala. Terdengar suara
debum
keras saat Bhala terjatuh. Tapi dia segera bangun kembali dan melanjutkan
perkelahian.
Putih dan Bayu hanya bisa menonton pasrah. Tapi Bayu segera menyadari
sesuatu. Langit telah gelap. Dia lalu menggamit lengan Putih. “Kita kehilangan
momentum matahari tenggelam tadi, Putih.”
Perhatian Putih teralih, lalu menarik napas panjang dan menatap lesu ke
arah barat.
Bayu memikirkan sesuatu. “Tapi aku tahu tempat lain yang juga apik untuk menikmati matahari tenggelam. Kita
terbang ke arah barat beberapa ribu kilometer.
Bagaimana? Mau ikut?”
Bayu membuka telapak tangannya ke arah Putih. Hantu manis itu pun tersenyum
kembali.
“Sepertinya ide bagus. Tempatnya di mana? Benteng kuno, pantai eksotik?”
sahut Putih sembari menggenggam tangan Bayu.
“Bukan. Lantai 16 sebuah hotel mewah di semenanjung India.”
“Benarkah?”
Bayu mengangguk mantap.
“Tapi …,” Putih
melirik ke belakang. “Bagaimana dengan mereka?”
“Mereka akan
baik-baik saja. Kalau sudah capek nanti berhenti sendiri,” sahut Bayu lalu
tertawa kecil. Putih ikut tertawa.
“Baiklah… Kalau
begitu, ayo antar aku ke sana. Jangan pakai lama,” ucapnya mulai berani bernada
manja.
Mereka pun bergandengan tangan dan melesat ke angkasa. Sepertinya sebuah kisah cinta baru akan segera terjalin di dunia para hantu.
---
Baca Juga Fiksi Keren lainnya:
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar