Fiksi Pilihan

Nada Tinggi Belum Tentu Marah

  Di ruang persiapan, tuan presiden dalam balutan batik kontemporer sekali lagi memandang naskah pidatonya dan memberi perhatian pada tanda-tanda baca warna-warni yang bertebaran di sepanjang naskah.

Rindu Itu Seperti Kemarau



Rindu itu seperti kemarau 
gersang sepanjang mata memandang
kering awan menguning
jatuh daun-daun setiap kali pagi terbangun
sungai-sungai menua terengah-engah menuju pesisir
kehidupan sembunyi di balik pasir.

Dan hadirmu 
walau sekejap
seperti hujan yang mujarab.
Setetes saja 
sudah cukup untuk menghapus seluruh kemarau.

Rindu itu seperti kemarau
sedangkan wajahmu di layar gawai seperti air mineral dalam kemasan 
dahaga hilang sesaat
tapi belum cukup untuk menghapus seluruh kemarau.

Rindu itu seperti kemarau
dan pandemi seperti angin muson timur.
Semoga dia cepat berlalu.



--- 


ilustrasi gambar dari pixabay.com


Pertama kali tayang di Kompasiana 



Baca Juga Fiksi Keren lainnya:






  

Komentar