Fiksi Pilihan

Nada Tinggi Belum Tentu Marah

  Di ruang persiapan, tuan presiden dalam balutan batik kontemporer sekali lagi memandang naskah pidatonya dan memberi perhatian pada tanda-tanda baca warna-warni yang bertebaran di sepanjang naskah.

Bulan Biru

 


Bulan biru 

baru saja pindah dari langit malam

ke dalam bola matamu.


Jika di langit malam

menebar syahdu seolah setiap kata doa 

terukir di sana, 

di matamu dia

menebar rindu seolah setiap kata cinta

menyatu di sana.


Aku jadi seperti siluet

yang menatap bayangan bulan biru di atas danau

merasa bisa menggapainya 

tapi malah jatuh tenggelam

dan terus tenggelam.


Terengah-engah ingin keluar

tapi ternyata pelupuk telah terkatup.


Apakah aku yang dalam mimpimu?


---


Pertama kali tayang di Kompasiana

Ilustrasi gambar dari pixabay.com


Baca Juga Fiksi Keren lainnya:






Komentar