Fiksi Pilihan
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Matahari senja hampir tenggelam di balik bayang-bayang pegunungan ketika Jeane mengecup bibir Brandon. Tidak ada lagi kehangatan yang tersisa di situ untuk cinta, bahkan mungkin untuk persahabatan yang sudah mereka jalani lima tahun ini.
Jeane menghapus air matanya
dan berkata lirih, “Aku sebenarnya tidak ingin berakhir seperti ini, Brandon.”
Brandon terdiam. Matanya
menerawang jauh, menembus awan-awan hitam kelabu di atas sana. Langit sedang
mendung selaras dengan pilu hati mereka saat ini.
Lalu gerimis mengucur perlahan
dan semakin deras seiring malam menggantikan siang. Di antara rapatnya
tirai-tirai hujan, Jeane menyetir volkswagen
biru lautnya melewati belokan-belokan yang tajam, di antara jurang dan pepohonan
pinus. Semakin lama mereka meninggalkan peradaban, keadaan semakin gelap dan
hujan semakin deras.
Kini lampu mobilnya menjadi
satu-satunya penerangan di malam gelap berhujan itu.
Jeane menginjak rem, sehingga
ban mobilnya berdecit-decit beradu dengan aspal jalanan sebelum terseret ke
luar jalan. Sesaat napasnya berhenti, sampai detak jantungnya terdengar lebih
jelas. Untunglah Jeane masih bisa menguasai setir untuk menjaga keseimbangan
mobilnya.
Setelah mengambil napas
kembali beberapa saat kemudian, mobil tersebut kembali bergerak memasuki
barisan pepohonan di sisi kiri jalan.
Mobil berhenti. Lampu mobil
padam. Malam semakin gelap pekat. Untunglah derasnya hujan sudah berlalu,
meninggalkan gerimis yang mengucur malu-malu.
Jeane keluar dari mobil dan
mengeluarkan sejumlah perkakas dari dalam mobilnya. Senter, sekop, ember dan
terakhir … tubuh Brandon yang sudah nyaris kaku.
Berjam-jam lamanya Jeane
membuat lubang kubur seadanya lalu membenamkan tubuh Brandon di situ, termasuk
gawai Brandon yang menjadi saksi bisu aksi perselingkuhannya yang keji dengan
Sandy, kawan karib Jeane sendiri. Juga linggis berlumur darah yang senja tadi mengakhiri
kisah mereka selama-lamanya.
Sepertinya malam hampir
berganti pagi. Adrenalin yang berhasil menguatkan tekad dan detak jantung Jeane
beberapa jam ini sudah pergi, berganti dengan rasa takut dan lelah yang luar
biasa. Di belakang setir, Jeane melajukan mobilnya dengan kencang melewati
belokan-belokan yang tajam, di antara jurang dan pepohonan pinus.
Lalu suara decitan rem mobil terdengar nyaring memecah sepinya subuh. Jeritan Jeane tersangkut di tenggorokan bersamaan dengan volkswagen biru lautnya yang melayang melewati pagar pembatas jalan.
---
Komentar